Author's POV
Keesokan harinya Mark sudah berada di Kanada, setelah semalaman suntuk memikirkan rencana untuk berbaikan dengan Mina. Bahkan dia tidak peduli pada Jessica yang tiada henti mengeluarkan ceramahnya. Dia menemukan keberadaan Mina dari salah satu sahabat Mina yang tinggal di Korea.
Laki-laki itu masuk ke sebuah cafe milik temannya yang sengaja ia booking untuk melancarkan aksinya. Tentu saja aku tidak sendiri, aku datang kemari ditemani Jessica yang sudah berlari ke dapur sesaat setelah berbasa basi dengan Andrew—Pemilik Cafe. Aku membawanya untuk membantuku, hitung-hitung sebagai bayaran karena telingaku sudah panas mendengar ocehannya.
"Jadi, kau akan menikah?" Andrew bertanya dengan nada menggoda.
"Yang penting berbaikan dan aku bisa melamarnya dengan sukses."
Andrew mengangguk. "Kau sudah memberitahunya kalau sudah sampai di Kanada?"
"Tentu saja belum. Aku sudah meminta orang untuk membawanya ke mari."
Setelah mengobrol dan menyelesaikan dekorasi, Mark menghampiri Jessica yang berteriak dari arah dapur. Gadis bercelemek itu menunjukkan kue buatannya dengan mata berkedip. Bangga dengan pekerjaannya.
"Bagaimana? Menggoda lidah, kan?"
Mark mendecih. "Sudah kubilang kita beli saja, aku langsung tidak bernafsu makan setelah melihatnya."
Dengan langkah terburu Jessica menghampiri Mark. Tanpa bisa menghindar, sebuah tendangan di kaki membuat Mark mengaduh. Jessica bersungut karena merasa harga dirinya terluka. Bukannya berterima kasih karena dirinya mau membantu, Mark malah menghina mahakaryanya.
Sebuah roti tingkat dua dihias Jessica dengan warna-warna girly. Tampak cantik, membuat setiap orang enggan untuk merusaknya. Mark hanya bercanda mengatakan kalimat hinaan tadi, hal itu semata-mata untuk mengurangi rasa gugup yang melanda. Sekaranng sudah pukul setengah delapan malam. Dirinya tak bisa berhenti berjalan dan mengepalkan tangan beberapa kali. Kedua tangannya sudah berkeringat.
Hah, jangan gugup, Mark! teriaknya dalam hati.
"Kau sudah menghubungi Jinyoung?" Jessica sudah pusing dengan kelakuan Mark yang sudah mirip dengan setrika.
Lelaki itu merogoh kocek celana, mengambil benda persegi lalu berkutat dengannya. Suara telepon terhubung itu membuat Mark menelan ludah susah payah.
"Sebentar lagi kami sampai."
Hanya empat kata, namun bisa melemaskan seluruh persendian Mark. Ia duduk dengan mata tidak fokus dan kaki yang tidak bisa diam. Jessica menghampiri Mark lalu menepuk bahunya.
"Santailah sedikit, kau seperti akan bertemu dengan algojo saja."
Mark memukul bagian tubuh Jessica yang mampu diraihnya. Jessica hanya ingin bermaksud baik, membuat lelaki itu santai. Namun Mark tidak peduli, melampiaskan kegugupannya jauh lebih penting.
Mata sipit Mark membulat melihat mobil milik Jinyoung terparkir di depan Cafe. Mark mencari tangan Jessica untuk menambah kekuatan, namun sahabatnya itu berkhianat. Jessica langsung lari ke dapur, bersembunyi di sana, meninggalkan Mark sendirian dengan sebuah kue di meja sebelah.
Suara lonceng yang sengaja dipasang di pintu itu membuat Mark mengumpat dalam hati. Matanya tidak bisa lepas dari sosok yang mengenakan dress hitam sepaha, sangat kontras dengan warna kulit Mina yang putih. Mark menghitung dalam hati setiap langkah yang diambil Mina. Gadis itu belum menyadari kehadiran Mark di dalam sana karena masih sibuk mengobrol dengan Jinyoung. Kalau tidak ingat Jinyoung adalah sepupu Mina, mungkin Mark sudah menghajar lelaki itu karena berdekatan bahkan mengobrol asik dengan Mina.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Miss You [√]
Fanfiction"Aku ingin berlari menujumu Meraihmu dalam pelukanku Lalu membisikkan kalimat yang akhir-akhir ini menggangguku Aku merindukanmu ...." Cover by : #Song17