First

9 1 0
                                    

Pagi ini aku berangkat ke sekolah seperti biasa. Yapz, seperti biasa hari yang membosankan selalu terjadi. Sudah beberapa hari setiap pagi selalu turun hujan. Menyebalkan, hujan selalu mengingatkanku dengan kejadian waktu itu. Kejadian yang selalu membuatku menyesali perbuatanku saat itu. Sudah hampir setahun berlalu sejak kejadian itu, aku pun tidak bisa melupakan kejadian menyebalkan itu.

Aku adalah Zafira Quinsha, anak yang di juluki "The First Place" oleh seluruh warga sekolah. Julukan itu membuatku sulit bersosialisasi dan sulit mendapatkan teman. Karena julukan itu, tidak banyak yang ingin menjadi teman dekatku karena minder dengan kemampuan otak mereka. Di samping itu, banyak juga anak yang berteman denganku hanya untuk memanfaatkan otakku. Mereka selalu meminta jawaban soal-soal yang diberikan oleh guru. Aku sangatlah membenci kebiasaan mereka itu. Walaupun sudah kutolak mentah-mentah mereka tetap bersikeras ingin aku menjawab soal-soal PR mereka.

Aku tidak memiliki saudara sehingga tidak ada yang bisa menghiburku di rumah kecuali kucing kesayanganku Luna. Orang tuaku hanya sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Memang sih aku selalu disayang, tapi meskipun hidupku selalu berkecukupan aku tetap kesepian. Ditambah lagi aku sering sekali ditinggal sendirian di rumah yang sungguh megah ini. Ingin rasanya aku mengadopsi seorang adik entah itu laki-laki atau perempuan, aku sangat kesepian.

Aku telah mendapat julukan "The First Place" sejak pertama kali aku menginjakkan kaki di sekolah populer di negeri paman Sam ini. Aku bersekolah di Amerika sekitar 8 tahun lamanya. Tidak heran penampilanku sudah bukan seperti orang Indonesia. Rambut panjang kecoklatan, kulit putih bersih, kaki jenjang dengan tubuh langsing bak model. Banyak yang terkecoh dengan penampilanku. Beruntung iris mata coklat masih menetap di mataku, satu-satunya identitas bahwa aku masih orang asia.

Hari ini berjalan seperti hari-hari sebelumnya. Aku berangkat sekolah dengan memakai hoodie hijau lumut kesayanganku dengan headset terpajang di kedua telingaku dan membawa payung putih. Aku lebih memilih berangkat dengan berjalan kaki karena jarak sekolah dengan rumahku hanya memakan waktu sekitar 15 menit berjalan. Karena dengan berjalan juga aku bisa melihat pemandangan yang tidak bisa kulihat jika berangkat dengan mobil, seperti induk kucing yang sedang menyusui anaknya di pinggir jalan, pedagang kaki lima yang sedang bersiap membuka warungnya dan masih banyak lagi.

Setelah aku sampai di sekolah, langsung saja aku memasuki koridor sekolah dan berjalan ke arah kelasku,aku masuk di grade 11 Stars A (yang mungkin kalau di Indonesia bisa di sebut kelas XI IPA 1) yang terkenal dengan KUBA alias Kelas Unggulan Banyak Aksi. Kelasku memanglah berisi anak-anak berotak terunggul di seluruh jagat sekolahku. Tetapi bukan berarti karena embel-embel "cerdas" kelas ini akan sunyi senyap saat belajar. Kelas ini justru bisa menyamai grade 11 Stars B (yang mungkin kalau di Indonesia bisa disebut XI IPS 1) yang diberi julukan KUKK alias Kelas Unggulan Kurang Kerjaan yang selalu menjadi biang kerok kerusuhan yang sering terjadi di Our Hope High School. Sama seperti kelasku mereka pun berisi anak-anak cerdas yang gak bisa diam. Mungkin kalau kedua kelas ini disatukan bisa menjadi Musibah besar bagi para guru. Sebabnya kedua kelas ini dapat bersekongkol untuk membuat keributan kapan saja dan dimana saja berada.

Setelah memasuki kelas aku langsung menuju bangku tempatku duduk. Bangku di sekolahku hanya perorangan sehingga membuatku lebih leluasa menyendiri dan membuatku lebih jernih berpikir. Sama seperti hari biasanya, aku hanya mengerjakan projek novel rutinku. Yapz, selain otak yang cerdas aku juga memiliki kemampuan mengarang cerita untuk genre fiksi remaja dan juga untuk semua umur.

"Hmm... lumayan. Entar lanjutannya gimana?" tiba-tiba aku mendengar suara yang menyahut dari arah sebelah belakang telingaku yang sepertinya seorang laki-laki. Dengan hati-hati aku menoleh ke asal suara. Sedikit lagi Fir,batinku terus meneriakiku agar terus berhati-hati saat menoleh dan ternyata kejadian yang tidak disangka-sangka pun terjadi. Jarak antara wajahku dan laki-laki tersebut hanya berjarak sekitar 3 sentimeter, sampai-sampai aku bisa merasakan hembusan nafasnya yang mengenai wajahku. Kuyakini muka konyolku sudah dalam mode on sekarang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 18, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The First PlaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang