Satu: "Kedipan Maut"

88 31 29
                                    

"Gila sih, udah seminggu sekolah, ni kelas belum ada ketuanya"

Suara keras Resa memecah keheningan kelas, mengagetkan seluruh isi ruangan berukuran 10x10 meter siang itu.

"Iya juga ya, kita butuh banget nih ketua kelas" Tambah Eci dengan nada cemprengnya dari meja belakang.

"Butuh buat apa Ci? Buat dijadiin kacung yang selalu ngambil proyektor?"

Tawa seluruh isi kelas pecah mendengar kalimat Prama barusan.

"Tapi bener juga ya, kita udah dua minggu sekolah disini tapi kita belum punya pemimpin. Gimana kalo kita adain pemilihan ketua kelas setelah jam sekolah selesai?"

"Setuju"

Semua warga kelas berteriak, seraya sepakat dengan ide lelaki tinggi berkulit sawo matang, yang duduk di depan meja Eci- Doni.

Pastilah hampir seluruh warga kelas mengenalnya. Pengalaman menjadi ketua OSIS di sekolah menengah sebelumnya, cukup untuk membuatnya terkenal.

Selain mantan ketua OSIS yang mempunyai visi tinggi, Doni ramah dengan siapapun, hal tersebut membuat Ia memiliki banyak teman.

Berbeda dengan yang lainnya, Alin yang duduk persis di kanan Doni memilih diam, membenamkan kepala ke mejanya, tidak tertarik dengan percakapan heboh yang menyedot perhatian semua pasang mata di kelas itu.

Alin sakit? Tidak, dia sedang sehat siang itu. Alin mengantuk? Tidak juga, Ia hanya malas, tidak selera mendengar kicauan teman temannya.

Alin memang terlihat tidak semangat akhir-akhir ini, entah mengapa. Padahal, Alin dikenal sebagai siswi yang aktif dan sedikit cerewet. Tapi kali ini, entah mengapa Ia tidak sedikitpun membuka mulut, ikut bicara seperti yang lain.

"Teeet... Teeet... Teeet"            

Bel sekolah berdering tiga kali, semua siswa SMA Nusantara berhamburan keluar kelas, tapi tidak dengan kelas Xc.

Sesuai kesepakatan, mereka tidak bergerak keluar kelas, menetap, hendak melaksanakan pemilu tingkat kelas.

"Oke deh langsung aja, siapa yang berminat jadi ketua di kelas ini, maju ke depan!" Eci memerintah.

"Ini serius elu yang mau mimpin pemilihan ketua kelasnya, Ci?" dengan nada meledek, Prama mengajukan pertanyaan.

"Iya, emang kenapa?" sahut Eci dengan nada sinis.

"Enggak, gue cuma mau minta tolong aja Ci, hehe"

"Apa?" Eci menjawab singkat.

"Tolong berdiri hahaha"

Semua orang di kelas itu tertawa, mendengar ejekan Prama untuk Eci.
Eci yang berdiri di depan kelas terdiam, mengumpat Prama dalam hati.

Gadis bermata empat itu memang tidak tinggi, hanya seketek Prama. Mungkin hanya semeter lebih sedikit.

"Yaudah buruan, siapa yang mau jadi kandidat ketua kelas maju sekarang"
Masih dengan nada sinis, Eci sekali lagi memerintah.            

Dengan langkah tanpa keraguan, Doni maju ke depan kelas. Semua orang sudah menyangka pasti Doni akan maju, ketua OSIS SMP aja oke, apalagi Cuma ketua kelas.            

Resa mengikuti langkah Doni, ikut maju ke depan. Ternyata sang penggagas pemilihan ketua kelas itu juga berminat.

Dari sayap kanan, terlihat si rambut keriting yang jauh jauh pindah dari pulau Jawa juga ikut maju- Rahmat.

Setelah Rahmat, tak ada lagi siswa yang ikut melangkah ke depan kelas.

"Hah? Cuma segini?" Protes Eci.

ATTENDRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang