Chapter 5

20 0 0
                                    

Sarangeee buat yang baca, kasi saran buat tulisan newbi ya ♡

Naura berjalan sendirian dengan tatapan kosong. Seolah sedang mabuk, ia tidak memandang ke arah manapun. Ia hanya berjalan tanpa tujuan, banyak yang di pikirkannya sedari tadi. Setelah keluar dari kantor polisi, bukannya malah mendapat jawaban ia malah mendapat banyak pertanyaan. Beberapa saat yang lalu Agam mempertemukan dia dengan Kak Ricky. Tapi tetap saja pertemuannya itu seperti sia sia, tidak membuahkan jawaban apa apa.

    Sebenarnya apa yang terjadi padaku Tuhan.Kenapa serigala itu menanyakan siapa aku? Kenapa dia melepaskan aku? Kenapa aku merasa ada yang janggal dengan Agam dan om polisi itu? Ahhhhhh bodo bodoooo.
  
   Ucapnya dalam hati sambil mendengus pelan. Lalu memukul-mukul kepalanya sendiri.

Langkah Naura tiba-tiba terhenti. Tanpa sadar ia berjalan di lorong buntu. Sedari tadi ia tidak memperhatikan jalanan, dan hanya fokus dengan pikirannya sendiri. Akhirnya ia berbalik dari jalan buntu itu untuk kembali ke jalan yang benar.

Namun setelah berbalik ia menemukan sesosok orang yang tidak dia kenal. Tubuhnya tinggi dan proporsional, Kulitnya sawo matang, dan rambutnya sedikit berantakan. Ia mengenakan T-shirt warna hitam bertuliskan random .

    Dia berjalan mendekati Naura, sementara gadis itu mengambil langkah mundur. Perlahan dia mengeluarkan pisau dari saku celana belakangnya. Dia menunjuk-nunjuk pisau itu ke wajah Naura membuat Naura bergidik ketakutan, ia tidak tau hal buruk apalagi yang akan menimpa dirinya. Namun sebelum ia sempat berpikir lebih jauh lagi, lelaki itu sudah mendaratkan pisau tepat di perutnya.

Naura merasakan rasa perih, dunianya tiba-tiba terang lalu gelap, segelap-gelapnya.

Harusnya terbitlah terang setelah gelap, yang ini terbitlah gelap setelah terang. Batinnya.

Sementara itu darah mengucur deras di bagian perutnya, dan tubuhnya terjatuh ke tubuh lelaki yang menusuknya. Kini hanya satu hal yang terlintas di pikiran Naura, yaitu tentang ayahnya. Ayah yang begitu di rindukannya, yang paling ia kagumi seumur hidupnya.

“Ayah.......”
Bisakah kita bertemu?

                             ***

Martian terbangun dari pingsannya, ia masih lemah dan sakit. Di lihatnya atap kamar tidur yang bernuansa putih itu, Ia terdiam cukup lama hingga akhirnya datang seorang pria paruh baya datang menghampirinya. Pria itu cukup gagah, badannya tinggi dan ia memakai kacamata. Umurnya sekitar empat puluh tahunan. Ia menghampiri Martian dan mengambil kursi di meja sebelah kasur.

“Kau sudah sadar?” tanya pria itu sambil menggulung lengan bajunya ke atas.

    Kemudian ia menarik selimut Martian dan menekan perutnya. Sontak Martian menjerit kesakitan.

“Kau masih lemah! Tinggalah di sini selama beberapa hari. Setelah itu akan ku ceritakan semuanya.”

    Setelah itu dia berdiri, mengambil langkah keluar dari kamar. Martian masih diam, tubuhnya sangat lemas hingga tak memiliki energi untuk bicara. Rasanya seluruh pori-porinya melebar dan lubang-lubang itu terisi dengan ribuan jarum. Benar-benar sakit.
                           ***

Vina terduduk diam bersama mantannya, siapa lagi kalau bukan Juan. Mereka sedang bertarung dengan pikiran masing-masing sambil memandang bunga-bunga yang mulai mekar. Hari ini adalah hari jadian mereka, dan taman ini adalah taman dimana Juan menembak Vina, tapi mereka datang bukan untuk mengenang itu. Mereka ingin membicarakan masalah serius, yang bahkan seumur hidup mereka mungkin baru kali ini hal paling serius yang akan mereka bicarakan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 15, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WerewolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang