Dua : pria berparas indah

6.4K 358 3
                                    


Aku mencoba mengingat bagaimana caranya bernapas, bagaimana tidak laki-laki yang sejak tadi menarik perhatianku kini berada tepat disebelahku dan... Mengacuhkan aku.

Aku tidak tau apakah ini keberuntungan ataukah kesialan, entah kenapa aku bisa memilih angka yang sama dengan Zian. God, sekarang aku tengah menatapnya.. Dia memiliki mata yang indah, alis tebal,warna kulit seperti susu dan bibirnya. Astaga lama-lama aku bisa gila.

" Lo kenapa?"

Aku mengerjapkan mata dua kali, terkejut menatap Zian yang kini menatapku. "E-engga." Jawabku gugup, pura-pura menyibukkan tanganku dengan membuka buku yang masih kosong.

Zian kembali menatap kedepan dan aku kembali meliriknya diam-diam. Mama... Kayaknya aku udah mulai dewasa!!!

Bel istirahat berbunyi, aku merapikan buku dengan cepat dan berlari ke bangku Audry, menariknya menuju kantin.

" Lo kenapa sih Ren, kok buru-buru amat? Lapar ya?"

Aku mengipasi diriku seperti kepanasan dan dengan cepat menghabiskan minumanku dala satu tegukan. "God.. Aduh dry, gimana ya? Kita tukeran bangku aja ya."

" Loh kenapa? Zian ngapain lo emangnya?"

" Engga ngapa-ngapain. Cuma masalahnya deket-deket sama dia engga bagus buat jantung gue! Lo tau engga kalo dari tadi gue engga bisa konsentrasi sama pelajaran!"

Audry menatapku dengan mata berbinar-binar. "Aha, Selamat lo jatuh cinta!!" Pekiknya girang.

" What???" Teriakku langsung berdiri membuat orang-orang menatapku heran.

" Gordes lo?! Malu-maluin." Ucap Audry menarikku untuk kembali duduk.

" Gila lo, ngasih jawaban engga masuk diakal. Masa cuma gara-gara dia ganteng doang, gue langsung jatuh cinta sih."

" yeee namanya juga cinta, dari mata turun kehati. Hehee"

" Tapi seriusan Dry, gue engga bisa deket-deket sama dia. Gue tuh berasa engga jadi diri sendiri tau engga sih?"

" Gue engga mau akh, dia emang ganteng tapi dia itu mengintimidasi, bikin gue ngerasa kayak curut kalau deket dia. Lo minta tuker ke yang lain aja deh."

" Kesiapa ya? Gue kan belum terlalu akrab sama temen-temen yang lain, Dry." Aku menghela napas dan mulai memakan batagor yang sejak tadi belum kusentuh.

" Eh, Ren itu orangnya datang." Audry menyikutku.

Mataku menatap sosok laki-laki mencolok yang kini sedang membawa nampan berisi makanan. Matanya kembali beradu pandang denganku, seketika kurasa wajahku memanas.

" Dia pake parfum apa sih? Wangi banget!" Ucap Audry begitu Zian melewati kami.

Aku mengendikkan bahu dan kembali memakan batagorku sambil bergumam dalam hati. Sabar ya jantungku, yang sehat ya kalian.

Bel masuk berbunyi, aku dan Audry buru-buru menyelesaikan makan kami dan berlari menuju kelas dengan mulut yang masih penuh dengan makanan. Sesampainya dikelas aku mendesah lega, beruntung guru belum datang. Dengan santai aku berjalan menuju bangkuku yang kosong. Hmm.. Sepertinya si pemilik bangku sebelah belum datang.

" Vanilla." Ucap seseorang dibelakangku.

Aku tersentak, segera berbalik dan menatap Zian yang kini berada tepat dihadapanku . " A-apa?" Tanyaku gugup.

" Wangi rambut lo kayak vanilla." Jawab Zian datar dan duduk dibangku. Aku masih dalam posisi berdiri, masih terkejut dengan kehadirannya. " Engga duduk?" Tanyanya.

Aku segera duduk disebelahnya, diam-diam menciumi rambutku yang memang memiliki harum vanilla. Ternyata cuma gara-gara shampo yang ia asal beli via online membuat Zian mau berbicara dengannya, meskipun hanya satu kalimat.

Besok-besok gue borong tuh shampo, ah.

My Husband is My classmate (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang