Abu-abu rokok yang masih panas itu berjatuhan ke atas sofa. Meski diteriaki oleh kawan bercintaku, aku tetap setia pada keheningan. Kedua manikku terpaku pada layar televisi, memerhatikan wajah lama yang entah kenapa masih dapat kukenali. Aizawa Ruka masih menjadi laki-laki yang paling cantik di dunia ini. Riasan wajah murahan itu boleh saja menurunkan kualitasnya, tapi sebagai seorang beruntung yang pernah hampir setiap hari menatap wajahnya mentah-mentah, jejak parasnya yang berkilauan itu tak dapat dihapus begitu saja. Seperti biasanya ia tampil mengenakan pakaian yang longgar dan menjuntai-juntai. Sesuatu yang mirip gaun, tapi mungkin saja memiliki dua lubang di bawahnya. Gaya bicaranya manis manja, tapi siapapun yang cukup dewasa pasti paham akan satir yang ia dengungkan dibaliknya. Bukan pria, bukan juga wanita. Persetan dengan kotak-kotak gender, aku tetap yang paling cantik. Mungkin itu yang ada di pikirannya. Mungkin juga tidak. Aku tidak akan pernah tahu, karena Ruka bukan lagi adik kesayanganku—adik 'perempuan' kesayangan kami.
"Junpei!" Sumire-san, masih hanya mengenakan lingerie-nya yang sudah melar, menyabet paksa rokok yang terhimpit di bibirku. "Mau kusundut kau? Bereskan abu-abu rokokmu! Sudah kubilang, kan.. Kalau mau hisap, hisap saja di balkon! Ada anak kecil di rumah ini."
"Ah. Aku lupa ada Hayato," gumamku polos. "Dia sudah tidur?"
"Tadi sih sudah tidur, tapi mungkin saja bangun lagi. Akhir-akhir ini ia sulit sekali dibujuk untuk tidur pada waktunya," balas Sumire-san seraya bergabung dengan duduk di sampingku. Ia menyandarkan kepalanya yang kecil itu, menyapu pundakku dengan helai-helai rambutnya yang dicat kuning. Samar-samar aku dapat menangkap bekas luka bakarnya di belakang leher yang meski tampak brutal, memiliki nilai estetikanya sendirinya.
"Anak seumur ia memang sedang masa-masanya kelebihan energi. Lihat saja nanti kalau sudah dewasa, pasti menangis mengemis-mengemis waktu tidur."
"Hayato tidak akan jadi orang seperti kau, Junpei." Sumire-san menempeleng kepalaku ringan. "Ia akan jadi anak yang baik, jauh lebih baik daripada kau atau pun ayahnya."
"Baik itu ada banyak macamnya. Coba jabarkan."
"Hm, contoh gampang saja. Hayato akan jadi anak laki-laki yang tidak akan punya masa lalu yang patut disesali. Ia akan hidup biasa-biasa saja, jauh dari hiruk-pikuk kegelapan," Ibu berusia 30 tahun itu tersenyum lebar seakan bisa melihat Hayato dewasa di depan matanya saat ini.
"Jadi menurutmu aku menyesali masa laluku?"
Sumire-san menarik punggungnya dari sandaran, lalu ia menatapku jijik. "Kau baru saja memerhatikan Ruka-sama dengan tatapan yang tidak sehat. Tidak mungkin seseorang yang sudah benar-benar berdamai dengan masa lalunya bisa punya pandangan seperti itu."
"Ruka bukan masa lalu yang kusesali. Dia cuma salah satu dari banyak orang yang kukenal yang tak lagi kukenali."
"Tapi dia bagian dari insiden itu, kan?"
Seperti biasa, Sumire-san tidak pernah menahan diri. Tapi justru mulutnya yang tak kenal belas kasihan atau pun niat jahat itu lah yang memikatku pada malam penghargaan penulis itu. Perempuan yang amatir dalam dunia kepenulisan ini dinobatkan menjadi pendatang baru terbaik atas karyanya yang mengupas kehidupan seorang pelacur di genggaman tangan para Yakuza. Jelas ia bisa menghasilkan buku yang berkualitas, karena semua itu berdasarkan pengalamannya sendiri. Berbeda dengan para penulis lain yang datang untuk diakui, Sumire-san tampaknya tidak terlalu peduli dengan acara prestis tersebut. Ketika ditanya apa motivasinya menulis buku tersebut, dengan percaya diri ia menjawab; "Kalian pasti mengharapkan jawaban yang megah dan menginspirasi. Tapi tidak, aku melakukannya hanya untuk aku dan anak laki-lakiku. Kami butuh makan."
Kejujuran yang tidak bisa dibilang dungu itu memukau aku yang hanya datang untuk menemani mentorku. Entah di mana dan kapan aku juga pernah menyaksikan kejadian seperti itu. Dan de javu itu begitu dahsyat hingga membuatku yakin bahwa ingatan yang menjadi dasar itu pastilah sesuatu yang teramat berbahaya. Aku tak boleh mengingatnya, atau aku akan kehilangan diriku sendiri. Terlalu banyak yang harus kuhindari di dunia ini, seakan-akan insiden Hisui tidak lah cukup.
KAMU SEDANG MEMBACA
About That Hisui-kun We Haven't Known Yet [BL]
Mystery / Thriller[ON-GOING/PG15] Musim Dingin 1989. Publik Jepang gegar. Perempuan-perempuan muda mengalami trauma massal. Seorang bintang idola muda ditemukan tewas tercekik di tengah hutan, dengan jasad yang habis dikoyak oleh birahi binatang buas. Tiada satu pun...