Bersama Hujan
Atmosfer kesenduan beradu kemudian bersatu bersama derasnya air hujan, menyisakan sedu sedan beriring naik turunnya bahumu terseling isak tangis yang terdengar pilu. Nyaris setengah jam terdiam menatap wajahmu yang biasa terlihat tegar kini kembali runtuh bersama runtuhya langit yang terbawa hujan. Cinta yang satu tahun kau damba bersama harapan kau bangun untuknya, kini luruh kembali mengalir bersama air matamu yang mulai mengering.
Harapan yang biasa kau junjung tinggi di atas awan berdebam jatuh ke tanah dengan cepat. Rasa sakit itu tak sebanding dengan apa yang aku alami untukmu, tak sebanding dengan sakitnya hati saat kau mengatakan bahwa hanya ada ruang untuknya. Lantas kemudian kau tutup hatimu dan kau kunci rapat. Namun apabila melihatmu seperti ini terus, kukira malaikat yang terbiasa mengetahui apa yang dulu sampai sekarang, kurasa itu akan mendo'akanmu, mencoba membuatmu tentram, nyatanya seolah tak bisa berkutik, seakan itu memang sangat menyakitkan.
Aku akui itu tak biasa, tak pernah diduga sebelumnya. Tapi kau seakan lupa aku telah mengingatkanmu dulu bahwa ia tak baik untukmu. Yang ada kini hanya kau dan aku, rasa sakitmu, bajumu dan bajuku yang basah, dan rasa sakitku juga kembali kambuh. Tak bisa, aku tak kan bisa membuatmu seperti itu terus, bahagiamu bahagiaku juga. Ah, terkadang aku benci melihat wanita menangis, terlebih jika itu ibu dan kamu.
Refleks tanganku menggenggam jemari lentikmu yang menutupi wajah sendu tak berujung itu, dan yang berusaha menutupi rasa sakitmu yang dalam. Jemarimu yang dingin sedingin hatimu itu ku coba hangatkan dengan menggenggammu lantas kutempelkan punggung tanganmu ke pipiku. Setelah tanganmu agak sedikit hangat, tanganku berpindah menuju pipimu yang juga dingin, mencoba menghangatkan. Sambil kusentuh halus pipimu, aku coba menatap matamu yang terus mengeluarkan air mata, kuhapus air mata yang mengalir di pipimu, juga di ujung sudut matamu. Kau dengan tenaga yang tersisa menampik lembut tanganku dan kau kembali menutupi wajahmu dengan kedua telapak tanganmu.
Semuanya terasa rumit, kau dan egomu. Tak bisakah aku menghiburmu sekali? Selama ratusan hari bersamamu, kau kuanggap berharga. Kau yang biasa akrab dengan senyum dan tawa, kau yang biasa tak takut cinta. Meskipun ruang hatimu tak diberikan sedikit pun untukku, izinkan aku untuk menghibur hatimu.
Tak ada maaf untuknya, dia yang membiarkan keterkejutan dan kesedihan beradu bersama hujan. Dia yang tak melihatmu karena terlalu asyik bernostalgia bersama kekasih lamanya, itu memang menyakitkan. Aku segera datang menghampirimu dan membawamu ke tempat ini, tempat di mana kau selalu mencurahkan isi hatimu kepadaku, baik suka maupun duka. Kali ini tak ada cerita, cukup dengan tangismu aku segera tahu, bertambah pula pengetahuanku dengan kejadian dia di depan aku dan kau disini.
Tersadar, tangismu belum jua berhenti. Tak habis pikir, apa pun akan kulakukan untuk membuatmu bahagia. Di sini tanpa suara pula, aku rentangkan kedua tanganku. Kau segera menghampiri menyambut pelukanku yang kau anggap simbol persahabatan kita. Kuelus rambut basahmu dan berbisik di telingamu.
"Bila aku pegang kendali penuh pada cahaya, akan aku pastikan jalanmu terang..."
Kau menjawabnya dengan anggukan dan isakan tangismu yang semakin keras, namun tetap tak dapat mengalahkan suara hujan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersama Hujan
Short StoryKetika semua kejadian ini terlarut dan menyatu bersama Hujan, bukan hanya pasal hujan, nyanyian alam, bisikan angin semua ciptaan Nya akan terkumpul dalam seluruh cerita-cerita ini