who are you?
- who are you, the whoㅏㅓ
DENGAN hati yang ketar-ketir, dia berdiri di pojok ruangan sambil menggigiti bibirnya. Sudah sekitar satu menit lebih Abi berdiri di sana memikirkan berapa menit lagi dia harus menunggu lelaki yang duduk di kursi hitam beroda empuk mempersilakannya untuk duduk. Sesekali lelaki itu meliriknya. Dan beberapa kali pula Abi menangkap Aidan meliriknya dengan tatapan misterius yang membuat dia bertanya-tanya, sekaligus merinding. Ternyata waktu tidak mampu mengubah sifat Aidan. Padahal sudah satu tahun berlalu dan banyak hal yang berubah dalam kehidupan Abi. Tetapi ternyata perubahan tidak datang kepada temannya-- kalau Abi ingin berbaik hati menyebutnya begitu-- terutama kepada sifat menyebalkannya.
"Ehem," dia berdeham seakan memaksa Aidan untuk berucap. Lelaki itu menoleh kepadanya beberapa detik lebih lama dari sebelumnya. "Duduk," pada akhirnya kata itu diucapkan juga. Abi merasa lega.
"Dokumen?" Aidan bersuara kembali. Namun kali ini gadis yang duduk di hadapannya menyerngit kebingungan. Dia bingung ucapan Aidan tadi harus dikategorikan sebagai apa. Penyataan ataukah pertanyaan. Jadi dia hanya bisa berdiam dan menunjukkan raut kebingungannya sampai lelaki berkacamata itu mengulangi ucapannya. Dan sepertinya Aidan memiliki bakat membaca pikiran.
"Kau ingin bekerja di sini, 'kan? Mana dokumenmu?" Tanyanya dengan raut menyebalkan-- menurut Abi. Dengan satu hempasan, Abi menaruh semua tumpukan dokumen miliknya yang sedari tadi ia jinjing ke atas meja, menciptakan bunyi yang keras.
Brak!
"Kalau dari kemarin aku tahu pemilik cafe ini adalah kau, mungkin aku takkan membawa dokumenku sebanyak ini. Oh, atau mungkin juga aku tidak akan melamar kerja di sini." Ucapnya dengan sinis.
Aidan yang masih dengan raut khasnya, mengangguk sedikit. "Bagus. Ambil dokumen-dokumenmu kembali. Kau tahu pintunya di mana."
Gadis di hadapannya ini mengerutkan keningnya. "Ya Tuhan, aku bercanda. Jangan seserius itu." Dia melempar senyuman lebar pada Aidan.
Aidan sesungguhnya sangat geram dengan Abi. Ternyata gadis itu belum berubah banyak. Tetap menyebalkan, dan mungkin juga tetap ceroboh. Dia tidak yakin orang seperti Abi bisa bekerja di Cafe miliknya.
"Kau tahu ini bukan rumah sakit?" Gadis itu mengangguk.
"Ya, lalu?"
"Kau tidak bisa bekerja di sini." Kalimat itu membuat Abi mengerutkan alisnya otomatis.
"Kenapa? Aku bisa membuat bermacam-macam kopi. Kopi susu, kopi hitam, kopi latte, semuanya! Aku juga--" gadis itu memberi jeda karena kehilangan kata-kata.
"Lagipula kau juga bukan pakar kopi, kenapa ada di sini?" Aidan menaikkan alisnya.
"Aku memang bukan pakar kopi, tapi aku yang punya cafe ini. Kenapa aku tidak boleh ada di sini?" Abi tidak bisa berucap lagi. Dia benar. Tetapi tetap saja Abi membutuhkan pekerjaan di sini.
Tiba-tiba saja keheningan menjalar di antara mereka berdua. Namun tidak lama, dia bersuara kembali dengan raut memelasnya. "Aku mohon, Aidan. Tolong terimalah aku bekerja di sini. Aku benar-benar butuh pekerjaan. Aku akan melakukan apa saja, asal kau menerimaku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bloody Hatred
Teen Fiction"Never waste a minute thinking about people you don't like." - Dwight D. Eisenhower +++ Langit Oregon tidak pernah terlihat sekusam ini sebelum Aidan bertemu lagi dengan gadis bodoh yang pernah membakar jas praktikumnya saat bedah katak, Abigail, di...