Memikirkan sesuatu untuk memulainya sangatlah sulit, sebenarnya semuanya telah dimulai...
Entah kenapa hari ini aku sangat takut untuk bertemu dengan Nathan. Aku khawatir dia akan meminta permintaan yang aneh padaku. Hari ini aku harus menghindarinya, apapun alasannya.
-Di sekolah-
Seperti biasa aku ke sekolah bersama Luhan. Dia melarangku berangkat bersama teman-teman ku atau naik angkutan umum. Dia beralasan agar aku terhindar dari bahaya apapun. Sungguh aku ingin memacarinya jika dia bukan kakakku. Tapi aku beruntung memiliknya.
Sesampainya di sekolah, aku turun duluan sementara Luhan memarkir mobil. Dari kejauhan aku melihat Nathan di depan kelasnya bercanda dengan teman-temannya. Aku harap dia tidak melihatku. Buru-buru aku lari menuju kelas. Sial, saat aku lari, Nathan melihatku. Tanpa mengubrisnya, aku menambah kecepatanku. Tapi sepertinya dia dapat menyamai lariku dan merangkul lenganku. Aku terperanjat kaget dan segera melepas rangkulan itu. Namun aku mendengar rintihan lembut dari orang itu. Aku kira itu Nathan, tapi ternyata Elys. Beruntungnya.
"Apa yang kamu lakukan?", gerutu nya.
"Oh maaf, aku kira kamu Nathan"
"Memangnya kenapa kalau aku Nathan?"
"Oh tidak apa-apa. Aku hanya ingin menghindarinya hari ini."
"Kenapa kamu menghindarinya??" tanyanya penasaran.
"Sudahlah, jangan menanyaiku hal konyol itu. Lagipula aku kesal padamu"
"Aku?? Memangnya aku punya salah apa padamu?"
"Kenapa kamu kemarin ga ngasih tau kalau ada diskon Girlfriend?"
"Sungguh kau menyebalkan. Aku sudah menelfon mu beberapa kali satu hari sebelum hari diskon itu. Tapi kamu tidak mengangkatnya atau menelfonku balik", kesalnya.
"Sungguh?? Ah, maaf...waktu itu aku sedang sangat sibuk hingga lupa mengecek hape ku"
"Tapi kamu tau darimana kalau ada diskon Girlfriend??"
" Nathan memberitauku", jawabku datar sembari memasuki kelas.
"Trus kamu dapat Girlfriendnya?"
"Tentu saja aku mendapatkannya kalau bukan Na...", aku langsung membungkam, tidak ingin memberitau nya lebih jauh tentang diriku dan Nathan. Aku khawatir Elys akan lebih cerewet menanyaiku tentang ku dengan Nathan, apalagi dia adalah adiknya, dia pasti akan menceritakan semuanya pada Nathan.
"Kalau bukan apa?? Kalau bukan Nathan yang mengantarmu pergi ke mall itu kann", godanya. Sial, aku ketahuan.
"Baiklah...iya. Kemarin Nathan mengantarku, tapi sebenarnya aku malas pergi ke mall. Sebenarnya Nathan duluan yang ngajak aku pergi ke mall, aku menolaknya. Tapi kemudian Nathan memberitauku tentang diskon itu dan tentu saja aku tertarik. Kalau saja aku bukan penggemar Justin, pasti aku akan menolaknya. Kau tau kan bagaiman aku...", jelasku padanya.
"Aku setuju kok kalau misalnya kamu jadi kakak iparku", godanya
"Apa yg kamu maksud? Ga usah ngaco deh"
"Ciee..."
"Apa sihh, aku tuh ga mau punya adik ipar kayak kamu tauk."
"Masa sih kakak ipar??" godanya yg diiringi dengan gelak tawanya. Aku pun ikut tertawa. Aku harap Elys tidak menceritakan percakapan konyol ini pada Nathan. Yah, aku tau Elys yang dengan nyamannya bercerita apapun pada Nathan, bahkan hal sepele sekalipun dia akan ceritakan.
Setelah pelajaran pertama usai, pergantian pelajaran kedua membuat suasana belajar kita terganggu karena ada sesuatu yang membuat heboh di luar. Kami semua termasuk guru Matematika ku melongo keluar kelas untuk mengetahui ada kejadian apa di luar sana. Setelah melihat keluar, aku melihat kerumunan cewek-cewek yang sedang mengerumuni seseorang. Aku tidak tau siapa yang dikerumuni cewek-cewek itu. Aku berusahan mencari celah untuk meihatnya. Kemudian Elys berteriak histeris dan menuju keluar kelas tanpa meminta ijin guru Matematika. Sembari keluar, Elys meneriaki nama Justin dan berlari menghampiri kerumunan itu.
"Apa??! Justin?! Bagaimana mungkin??", benakku kaget.
Kemudian aku langsung menyusul Elys ke kerumuan itu. Benar saja kalau itu Justin. Bagaimana mungkin dia bisa ada di sekolahku dan juga dia memakai seragam sekolahku. Apa mungkin dia akan sekolah disini atau ini hanyalah salah satu project nya. Aku dengar dia akan melakukan sebuah project, tapi aku belum tau apa itu.
Cewek-cewek yang mengerumuninya teriak histeris, begitu pula aku. Ada pula yang menanyainya mengapa dia ada disini dan memakai seragam sekolah ini. Justin hanya diam dan tersenyum berusaha keluar dari kerumunan. Hingga akhirnya kepala sekolah dan beberapa pengawas Justin datang membubarkan kita. Dengan kecewa kami semua bubar dan masuk ke kelas masing-masing. Aku melihat Justin dibawa kepala sekolah menuju ruangnya berasama pengawas Justin.
"Oh Tuhan..terimakasih. Akhirnya Justin satu sekolah denganku. Kali ini misi ku adalah dekat dengannya dan menjadi pacarnya", ungkap Elys berbunga-bunga.
"Apa? Sungguh dia akan sekolah disini??"
"Tentu saja, aku pastikan itu."
"Bagaimana kamu tau, Elys??"
"Ya Tuhan, kaumu real beliebers apa bukan sih? Ya tentu saja aku tau dari berbagai info. Justin akan memulai sekolah dan bukan home schooling lagi. Dan beruntungnya, sekolah kitalah yang manjadi pilihannya."
"Benarkah?? Yeeaayy...mulai hari ini aku akan sangat rajin ke sekolah, hahaha", kami pun tertawa bahagia sembari menuju kelas. Saking bahagianya, aku tidak sadar kalau bel istirahat sudah berbunyi daritadi dan ada seseorang sedang menantiku di depan kelas. Nathan.
Apakah Nathan akan meminta permintaannya pada Lula hari itu juga?
Apakah Justin benar akan sekolah di sekolah Luna?
Nantikan kisah selanjutnya~
-------
Kali ini ga sampe 1000 lebih kata, maaf yah. Karena ada hal yang mengganggu hehe...
Vote dan komen sangat dibutuhkan, komentar kritik dan saran yah, ditunggu~
KAMU SEDANG MEMBACA
YES, I AM.
Teen FictionBerkisah seorang gadis yang memiliki beribu keinginan untuk merasakan kebahagiaan orang lain yang rasanya mustahil untuk dia wujudkan karena kemalangan akan hidupnya. Satu hal yang membuat dirinya percaya bahwa semuanya akan terwujud, yaitu menjadi...