EMPAT

8 1 0
                                    

   Radith berjalan memasuki kamar adiknya. Biasa saja, tidak ada yang menarik. Tempat tidur disamping jendela besar, meja kecil tempat menaruh lampu tidur, lemari baju besar, cermin, meja rias, rak buku, dan meja belajar disamping pintu. Agatha menurunkan buku yang dibacanya dan melirik abangnya sekilas.

   "Kenapa lo, Bang? Kayak ngak pernah masuk kamar gue aja," ujar Agatha tanpa mengalihkan pandangannya dari buku.

   "Kayaknya lama banget gue ngak masuk kamar lo, gak ada yang berubah ya," ujar Radith sambil berjalan ke arah tempat tidur. Agatha hanya menatap aneh abangnya.

   Ngak biasanya dia kek gini, pikir Agatha. Semoga aja ngak ada setan yang iseng ngerasukinnya, bisa mati gue, pikirnya mulai maracau. Agatha bergidik membayangkan.

   "Doyan banget lo baca buku kayak begituan, buat apa sih?" ujar Radith menggerakan dagunya ke arah buku yang dipegang Agatha. Agatha melirik abangnya sekilas, lalu menutup buku di tangannya dan meletakannya sembarang.

   "Kenapa lo masuk kamar gue, ada perlu apa?" tanya Agatha tanpa menjawab pertanyaan Radith tadi.

   "Ya, ngak kenapa-napa sih," jawab Radith, "Cuman mau mastiin Adek gue ngak ditelan setan doang," ujarnya sambil sedikit nyengir.

   "Bohong!" ujar Agatha cepat. "Muka lo ngak bilang gitu," sambungnya.

   "Wah, Adek kecil gue dah pintar ngebaca raut muka orang nih kayaknya," Radith mencubit pipi Agatha gemas.

   "Bang Radiith!!" pekik Agatha. "Gue bukan anak kecil yang bisa lo cubitin pipinya sembarangan lagi tau!" Agatha mengelus pipinya cemberut.

   "Ya deh," ujar Radith terkekeh pelan.

   "Napa?" tanya Agatha cuek, masih dengan muka cemberutnya.

   "Umm, seandainya lo punya pacar dan pacar lo bentar lagi ultah, lo mau ngasih kado apaan?" tanya Radith. Agatha langsung mempelototkan matanya.

   "Jadi lo ngejekin gue gitu maksudnya?"

   "Ck, bukan gitu Aga!" ujar Radith. "Jawab aja napa."

   "Kali gue punya pacar ya..." ujar Agtha sok berpikir. "Tunggu, lo mau ngasih kado ke cowok?" tanya Agatha dengan tatapan menyelidik. Radith mengangguk.

   "Astaga! Demi Tuhan, lo kenapa Bang?!" teriak Agatha histeris. Radith menautkan alisnya, menatap Agatha bingung.

   "Lo ngak bakal jadi homo, kan?! Iya, kan?!" tanyanya pada Radith. "Pokoknya lo harus janji sama gue buat ninggalin pasangan homo lo itu!" ujar Agatha tegas.

   "Gak, gue ngak bakal ninggalin pasangan homo gue sampai kapanpun!" balas Radith tak kalah tegas.

   "WHAT!! Abang gue kenapa?!" ujar Agatha melongo.

   "Homo, homo. Lo kira gue kagak punya otak napa? Asal tuduh aja lo! Gue kan masih mau punya anak bego!" ujar Radith menjitak kepala Agatha.

   "Terus, kenapa lo nanyain pertanyaan kek gitu?" tanya Agatha dengan tatapan bego nya.

   "Susah ya punya Adek kayak lo," ujar Radith mulai kesal. "Gue tuh punya temen cewek, dan dia punya pacar yang bentar lagi ultah. Jadi dia nanya ke gue bagusnya ngasih kado apaan. Berhubung gue juga bingung jadi gue tanya aja ke lo," jelas Radith.

   "Oh, lo bilang dari awal kek," ujar Agatha mangut-mangut. "Umm, berhubung gue jomblo nih Bang, jadi lo tanya aja ama rumput yang bergoyang. Noh, di halaman sana banyak rumput," ujar Agatha sambil menunjuk keluar jendela kamarnya. Radith menatap adiknya kesal, lalu menjitak kepalanya.

   "Lama-lama gue bisa ketular bego kalo ngomong ama lo. Dan kayaknya lo berbakat buat ngejadiin cowok normal kayak gue jadi homo beneran," ujar Radith sambil beranjak keluar kamar. Agatha yang mendengar kata-kata abangnya melemparkan bantal dan boneka yang ada disampingnya.

   "Lo ngatain gue bego?! Biar jadi homo beneran aja lo sana!" ujar Agatha membalas perkataan Abangnya.

   "Oh," Radith membulatkan mulutnya seolah-olah sedang berujar. Agatha mendengus kesal. Sesaat kemudian dia tersadar.

   "Gue tadi bilang kalo gue jomblo ya?" gumamnya. "Berarti gue tadi ngakuin kalo gue jomblo didepan Radith?" gumamnya lagi. "Aduh Agatha, ntar kalo lo diejekin sama Bang Radith gimana?" kali ini mulai ngak jelas. "Tapi, Bang Radith kan juga ngak pernah ngenalin pacarnya ke gue. Jangan-jangan dia jomblo juga ya?" ujar Agatha dengan tampang begonya. "Loh, kok gue jadi ngomong sendiri gini? Kayaknya bener kata Bang Radith nih, gue mulai bego. Faktor kelamaan ngejomblo kayaknya nih," ujar Agatha sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

   *   *   *

   "Gue kangen lo, Daf."
Setitik air mata jatuh mengenai bingkai foto di tangannya. Cewek itu memeluk bingkai foto yang dipegangnya sesaat, sebelum menaruhnya kembali di atas meja. Ia berjalan menuju jendela besar di kamarnya, memandangi kota tempat tinggalnya sekarang. Mengenang masa lalunya yang amat bahagia. Ingatannya kembali pada empat tahun lalu, hari-hari dimana ia dan seseorang yang dipanggilnya 'Daf' selalu bersama. Mungkin, hari-hari itu tidak akan pernah terulang kembali. Enam tahun bersahabat, itu bukan waktu yang singkat. Bersahabat? Entahlah. Jika boleh ia sebenarnya hendak lebih dari itu. Dan semuanya berakhir empat tahun lalu. Saat kabar tak mengenakan itu datang, saat ia harus rela berpisah dari 'sahabatnya'. Ia melirik bingkai foto tadi sekali lagi. Fotonya bersama 'Daf' sedang berangkulan di tepian danau. Sungguh, kenangan yang amat sangat manis.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 26, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FortuneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang