Manik mata indahmu menatap sejuk saat aku membuka kelopak mata pertama kali. Tangismu pecah sebelum membelai halus pipi bulat nan merah yang masih rapuh ini dengan kasih. Aku melihat tetesan keringat menahan sakit menusuk dalam perut yang baru dikoyak untuk mengeluarkan tubuh mungilku. Di mulai dari sini, hidupmu berubah total.
Di setiap malam aku menangis karena kelaparan, di situ kau siap siaga menjagaku. Bersama sepanjang waktu, mampu membuat aku dan kau terikat begitu dalam. Jalinan kasih yang kau berikan, terus memacu kehidupanku untuk terus berjalan ke depan tanpa memandang ke belakang.
Saat aku terjatuh menimbulkan luka dalam, membekas di jiwa. Kau mengusap wajahku lembut, mengelus pipiku lagi dengan pancaran ketegaran dalam matamu.
"Anak Ibu harus kuat," ucapmu membakar habis luapan api semangat dalam hati. Aku tersenyum pias saat kau memeluk tubuh ringkihku menguatkan. Betapa tabahnya kau berada di sisiku walau badai menerjang begitu kuat. Merampas segala-galanya dariku.
Hitungan detik menjadi menit, kemudian jam, lalu hari, begitu seterusnya. Sampai di mana aku melupakan sosokmu. Aku fokus pada tujuan yang membawaku menjauh dari arus kebenaran.
Lama kelamaan, aku tidak tahu jalan untuk kembali. Menangis adalah hal paling sering aku lakukan sekarang. Aku meraung menahan gemuruh sesak yang terpendam dalam tubuh lemah ini. Aku takut ibu.
Air mata terus jatuh membasahi pipi, gigiku bergemeletuk menahan dinginnya cuaca menembus pori-pori kulit. Hatiku membeku seperti es. Merindukan kehangatan sosok malaikat pelindung.
Matahari terbit memancarkan sinarnya, saat aku bangun dari mimpi buruk. Kau sudah berada di sebelahku, berbaring sambil mengusap air mataku. Helaan napas tenangmu membuat hati bergetar.
"Hanya mimpi sayang, tidurlah. Ada Ibu di sini," ucapmu menenangkan. Aku tersenyum lirih, aku tahu, di balik seyuman indah itu kau menyimpan seribu lebih banyak luka.
Aku meringkuk bagai janin dalam pelukan, menangis terisak saat aku rasakan perlahan hembusan napasmu semakin tidak terdengar. Akhirnya, pelukan itu melemah.
Hancur rasanya raga ini, untuk apa aku hidup bila tidak ada tumpuan hidup! Aku lemah tanpamu, ibu. Aku lelah berjuang sendiri tanpa dekap juga senyuman manismu. Kembalilah kepadaku, ibu. Tanpamu, aku tidak ada apa-apanya. Hampa.
Memori untuk Ibu
Terima kasih atas segala perjuanganmu atas hidupku. Terima kasih sudah melimpahkan semua kasih sayang kepadaku. Terima kasih sudah membuat aku merasa diinginkan di dunia ini.
Kalau bisa aku memutar waktu, aku tidak akan membantah semua ucapanmu, Ibu. Kalau aku mempunyai kesempatan kedua, aku akan berjalan terus mencapai keinginan dan tidak serapuh ini. Bila bisa aku memutar waktu menggunakan mesin waktu, akan aku lakukan.
Aku menyayangimu melebihi segalanya, Ibu. Semoga di atas sana, kau lebih bahagia. Selalu menunjukkan senyuman terindah, lalu menari bersama para malaikat.
Aku percaya, suatu saat di waktu yang akan datang. Kita akan dipertemukan lagi. Saat aku melihat sosokmu untuk kedua kalinya, aku harap, kau mengingatku sebagai anak yang paling kau sayang.
Ibu, aku mencintaimu.
Memori di otakku tidak akan pernah sirna. Memori untukmu yang selalu aku jaga dengan baik. Aku berharap untuk kesekian kalinya, saat kau datang dalam mimpiku. Kau memberikan pelukan hangat, mungkin untuk terakhir kali.
Terima kasih, sudah menjagaku sebisamu, Ibu. Memori cinta ini, aku persembahkan untukmu, demi cinta juga jiwa ragaku. Aku begitu mencintaimu. Bahkan sangat.
Untuk semua Ibu di dunia ini.
Dari anak-anak mereka.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.