Gadis Argakusumah dan Duo B

91 17 6
                                    



Aku bertanya-tanya, apakah ada di antara kalian yang menyukai fakta bahwa besok adalah hari Senin? Upacara satu jam dengan amanat yang superpanjang? Bertemu dengan pelajaran yang sangat banyak? Tugas-tugas dan PR? Ulangan? Kalau jawabannya tidak suka, maka aku sebaliknya. Aku lebih memilih hari Senin ketimbang Minggu. Kenapa? Coba pikirkan. Kalau di hari Minggu pasti bawaannya beres-beres. Hari Senin belajar sampai pusing. Kalau hari Minggu disuruh nyuci sepatu, maka Senin bertemu dengan guru killer. Dan banyak lagi. Tapi sebenarnya yang ingin kubicarakan adalah, di saat Senin malam, kau bakalan stress memikirkan kenyataan bahwa besok adalah Senin. Sedangkan besoknya, di hari Senin, kau bakalan ingin cepat-cepat hari Selasa, Rabu, Kamis, dan seterusnya sampai weekend. Dan segera saja Sabtu datang membawa kesegarannya libur. Lalu bertemu lagi dengan Minggu dan stress kembali dengan pikiran "besok Senin".

Sebelum pelajaran dimulai, yang masih tersisa 10 menit lagi, Gadis mau-nggak-mau harus kebut-kebutan ngerjain LKS (Lembar Kerja Siswa) IPS, karena rupanya dengan menerapkan SKS (pasti kalian tahu) justru membuat ia tertidur lebih cepat. Bisa dibilang ia tidak mengerjakan satu nomor pun. Ia sama sekali lupa tentang LKS itu. Semalam ia tidak membuka grup, yang biasanya isinya berupa info-info PR, ulangan, link instagram buat nge-like, seputar kabar seorang teman yang bilang besok tidak akan masuk, atau juga hanya berupa spam titik.

Lalu sebuah pikiran kecil yang amat jelas di benaknya meledakkan kepanikan: Siapa yang tidak mengumpulkan LKS, tidak boleh ikut ulangan. Ia ingat Pak Cecep―Guru IPS kelas 8 kami―berkata demikian. Dan, bisa saja Pak Cecep menyuruh anak-anak yang tidak mengerjakan tugas untuk menunggu di luar. Gawatnya lagi, nilai Gadis yang sebelumnya jelek sudah pasti tidak tertolong jika ia tidak mengikuti ulangan kedua. Oh, janji ini yang terakhir, dia mengerjakannya sendiri tanpa melihat punya temannya. Itu berarti akan sangat menghabiskan 10 menit berharganya.

Bagaimana bisa mengerjakan dua dari sepuluh nomor soal (jangankan satu), jika teman-temannya yang sudah mengerjakan LKS terus membuat kebisingan kelas. Jawabannya sangat diringkas, dan tulisannya jadi mirip tulisan tangan Dokter. Seketika tangannya berhenti menulis, pasrah saat bunyi hantaman pintu dan "Sshut..." panjang masuk ke dalam gendang telinganya. Hening datang dengan cepat. Jantungnya berdetak lebih keras dan tangan serta kakinya terasa dingin. Ditolehkannya kepalanya kebelakang (pintu kelas mereka berada di belakang kelas), mencari sesosok Pak Cecep. Dan zonk. Yang dilihatnya disana hanyalah segerombolan anak cowok yang melempar-lemparkan botol mineral (mereka sedang melakukan hal yang disebut dengan flip bottle) dan salah seorang dari mereka yang barusan men-shut-kan. Kelas jadi rusuh kembali. Hal yang mudah ditebak.

Kemudian, sosok yang benar-benar Pak Cecep memasuki kelas. Oke, intinya kalian tahu kejadian setelahnya akan bagaimana. Kalian tidak perlu tahu bagaimana Pak Cecep menyuruhku keluar kelas, membuat seisi kelas menunjukan perhatiannya padaku. Fix aku malu. Apalagi aku itu cewek, kan yang biasanya tidak mengerjakan tugas itu cowok. Tapi sekarang semua cowok di kelasku mengerjakannya. Yang cewek juga sama. Kecuali aku, seorang gadis bernama Gadis dengan nama marga Argakusumah, marga Ayahku.

Sebenarnya aku lebih malu ketika berada di luar, dimana orang-orang yang berlalu lalang―walaupun jarang―seperti staf, orang-orang yang ditempatkan di tata usaha, petugas kebersihan menatapku dengan absurd, bahkan guru pun sempat bertanya kepadaku ("Lho, Gadis? Ngapain di luar sini? Baru selesai ulangan? Kebetulan, bisa ikut Ibu sebentar nggak?"). Itu Bu Resti, guru yang dipandang baik bagi warga sekolah, murid-murid juga menyukainya. Aku mengiyakan saja, lebih baik daripada diam mematung disini. Bu Resti sudah berjalan di depanku dan aku mengintip sebentar ke dalam kelas. Pak Cecep masih mengawasi yang ulangan. Oke, jadi aku akan ikut Bu Resti.

Bu Resti tidak memberitahukan kita akan kemana dan aku juga belum menanyakannya, tapi jantungku berdetak lebih cepat. Kuakui sekujur tubuhku jadi agak dingin. Plis jantung tenang dong, jdag-jdug mulu nih daritadi, batinku. Lagi pula Bu Resti cuma ingin aku ikut dengannya

(not) Wise In LOVEWhere stories live. Discover now