Prolog

28 2 0
                                    

" Aku takan pernah tau kapan nadi ini berhenti, berhenti mengalir untukmu"

Aku mengusap tengkukku yang tidak gatal. Kulihat seorang nenek di seberang sana sedang menyesap secangkir teh dengan nikmatnya. Aku tersenyum melihatnya. Ia terlihat sangat bahagia hanya dengan secangkir teh dengan cangkir bermotif loreng hijau yang sedikit mengelupas.

"Begitu ringan dan damai nenek itu!" Batinku lalu kutarik kedua sudut bibirku ke atas.

Teh yang nenek itu nikmati mungkin hanya sekedar teh biasa. Bukan seperti teh-teh yang dihidangkan oleh café-café dengan harga selangit. Teh itu mungkin hanya seharga seribu rupiah. Dengan rasa pahit teh yang natural. Tanpa ku sadari aku menyeringai. Aku memetik sebuah pesan dari apa yang kulihat.

" Kenikmatan bukan karena nilai barang yang mahal namun rasa syukur yang membuat nikmat itu lebih terasa nyata "

Kuangkat tangan kiriku kulirik jam tanganku menunjukan waktu tepat pukul sepuluh pagi. Aku menarik nafasku kemudian aku menutup mata sejenak mengingat peristiwa dua tahun lalu. Ditempat aku berdiri ditanggal dan dijam yang sama saat pertama aku mengenalnya.

Kemudian samar-samar aku mendengar seseorang memanggilku. Aku membuka mata. Ku lirik ke kanan kiri, tak ada siapa-siapa. Hingga aku merasa tekejut mendengar seseorang dari belakang kursi taman yang ku tempati terdengar suara dengan jelas memanggilku.

"Reyna..." panggilnya, suara yang sudah lama tidak kudengar.

~¤~

Saya tahu ini sangat sedikit sekali. Tapi ini memang ide yang saya dapat untuk membangun cerita ini. Terimakasih yang sudah mau membaca cerita dari penulis abal-abal seperti saya. Vote dan coment sangat saya harapkan. Maaf jika tulisan saya jauh dari harapan kalian. Terimakasih.

Traveller HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang