Part 2

20.9K 434 8
                                    

Febry terbelalak lebar, ia mendapati lelaki didepannya kini tengah memejamkan matanya.Gadis itu mencoba mendorong dan memukul-mukul kecil bahu Arthur. Namun Arthur tidak mengidahkanya,ia menekan tengkuk Febry agar ciumannya tidak terlepas.Febry hanya pasrah, meronta pun tiada guna. Ia tak bisa berbuat apa-apa dan mulai memejamkan mata,mencoba menikmati semuanya meski ia tahu ini salah.Ciuman pertamanya,ia dapatkan dari kakaknya sendiri.

Deg.

Deg.

Deg.

Jantung keduanya terpacu dengan kerasnya. Ketika tiada lagi penolakan dari Febry,Arthur melumat bibir itu pelan. Bukan hanya Arthur,kini Febry tengah menikmati ciuman itu. Sulit untuk menyadarkan keduanya dalam situasi ini.Febry meremas kerah kemeja Arthur hingga kusut.

Bruk .

"Emmh..."

Seakan tersadar,Febry mendorong tubuh arthur hingga ciumannya terlepas. Keduanya terengah-engah dengan wajah yang memerah. Tubuh Febry menegang,ia terlihat gugup karena Arthur masih menatap matanya intens. Ia menunduk dan menemukan kotak obat yang terjatuh dengan isinya yang berserakan dilantai.

Dengan jantung yang masih berdebar kencang dan wajah yang juga masih memerah,Febry turun dari tempat tidur dan mulai memunguti obat-obatan yang berserakan lalu memasukkannya kembali kedalam kotak obat. Febry berdiri,memasukkan kotak obat itu ke almari. Ia menoleh kearah Arthur,dan mendapati Arthur yang masih setia menatapnya. Tatapan yang sulit diartikan.

"A-aku pulang dulu" Febry berlari kecil meninggalkan Arthur yang masih terdiam ditempat.

Sepeninggal Febry,Arthur masih belum bergerak. Perlahan bibirnya melengkung membentuk sebuah senyuman,senyuman tulus yang selama beberapa tahun ini tak pernah ia perlihatkan kepada siapapun. Disentuhnya bibir yang beberapa menit lalu tengah merasakan bibir lain,Arthur tersenyum lagi kala mengingatnya.

Tak lama kemudian Arthur berdiri dari tempatnya terduduk,berjalan dan membuka pintu untuk keluar dari ruang kesehatan. Tak lupa Arthur menutupnya kembali seperti semula.

"Thur" Arthur membalikkan tubuhnya,ia mendapat iseorang gadis cantik nan anggun tengah berdiri disampingnya. Arthur cukup mengenal gadis berambut panjang itu,namanya Anggi. Seorang gadis cantik yang ia kenal sejak ia duduk dibangku sekolah dasar.

"Ada apa?" Tanya Arthur datar.

"Aku mendengar,kau baru saja berkelahi dengan Firly. Kau tidak apa-apa kan?" Anggi memandangnya khawatir,ia mencoba memegang bekas luka Arthur yang sudah tertutup plester.

"Aku tidak apa-apa" Arthur menepis tangan Anggi kasar,membuat gadis itu tersentak.Namun ia cukup maklum,ia sudah mengetahui sikap Arthur yang seperti ini.

"Memang kalian ada masalah apa?"

"Bukan urusanmu!" Arthur melangkahkan kakinya,berlalu dari Anggi.

"Karena adikmu,benar?" Arthur menghentikan laju kakinya,menoleh kearah gadis itu dengan tatapan tajamnya yang begitu menusuk.

"Siapapun tak akan membiarkan adiknya menjadi bahan taruhan oleh lelaki sepertinya!"ya,Arthur benar. Siapapun pasti akan menghajar lelaki seperti Firly.

Firly membuat taruhan dengan teman-temannya. Jika Firly berhasil menjadikan Febry kekasihnya,maka Firly akan mendapatkan uang yang jumlahnya tidak sedikit. Maka dari itu,Arthur tak mau itu semua terjadi menimpa adiknya. Arthur tidak rela jika adiknya menjadi mainan lelaki itu. Saat mereka membuat kesepakatan itu tak sengaja Arthur mendengarnya,ia langsung menyeret Firly dan menghajarnya.

"Apa kau menganggapnya adik?" Anggi mendongak,menatap mata kelam yang masih menatapnya tajam itu. Ia tidak peduli. "Kau...kau mencintainya kan?" air matanya menetes,membasahi pipi putihnya yang halus.

My StepsisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang