Kim Taerin
''Taerin, mau makan siang bersama? Hari ini Mingyu mau traktir kita, lho.''
Aku terkejut, namun bibirku tersenyum.
''Benarkah? Mingyu mau traktir kita semua?''
Jun mengangguk semangat. Dia kemudian merangkul Mingyu, sementara laki-laki itu hanya tersenyum kecil.
''Dia kan baru dapat beasiswa, jadi ini semacam perayaan. Benar kan, Gyu?''
Aku tahu betul Jun sedang mencoba mengganggu Mingyu, jadi aku hanya tertawa kecil. Sementara itu, Mingyu mengangguk malu-malu.
''Kita makan ramen sama-sama hari ini.''
Tentu saja aku mau. Selain karena fakta kalau Mingyu yang traktir--jadi aku tidak perlu mengeluarkan uang--kami juga bisa mengobrol dan tertawa bersama. Ini akan jadi acara makan bersama yang menyenangkan. Toh, lumayan untuk pikiranku yang belakangan ini sedang tidak beraturan.
Aku baru saja mau mengatakan ya. Nyaris sekali.
Tapi semuanya buyar begitu ponselku berdering.
Oh, tidak. Bukan karena ponselku sebenarnya, tapi lebih tepatnya, karena pesan yang terkirim ke ponselku.
Membacanya saja sukses membuat darahku mendidih tiba-tiba.
Sweety, aku sudah ada di luar kantor. Keluarlah. Kita akan makan bersama di kantorku.
Aku menatap horor layar ponselku.
Seingatku, dan aku yakin betul kalau otakku masih bagus, nama kontaknya aku buat Dumb Park.
Tapi lihat sekarang... Yang ada justru....
''Dia pasti menggantinya.''
Oh, gosh. Menikah dengan bajingan itu bisa membuat umurku lebih sedikit dari perkiraanku.
***
Begitu aku keluar dari kantor, aku langsung menemukan sosok bajingan itu.
Jangan tanya kenapa aku memanggilnya begitu. Sisihkan fakta soal hubungan kami yang terikat dalam pernikahan, aku tidak peduli. Yang jelas, Park Jimin itu bajingan.
Dia tersenyum ke arahku, namun aku benar-benar tidak punya niat untuk menyapa barang hanya sekadar ''hai'', ''halo'', atau sinonim dari kata barusan.
Dibandingkan dengan sapaan, yang keluar dari mulutku adalah....
''Kenapa kau mengganti namamu dalam kontakku?''
''Aku menggantinya?'' Jimin balik bertanya kepadaku dengan raut wajah sok polosnya. ''Kapan?''
''Cut it off, Ji. Kau menggantinya,'' bantahku lagi.
Jimin tertawa kemudian berdiri dari kursi ruang tunggu dan melangkah mendekatiku. ''Tapi dibanding dumb, kurasa honey lebih bagus. Kau menyukainya, honey?''
''Tidak. Sama sekali tidak.''
''Uh, tidak mau mengaku, ya?''
Dahiku spontan mengerut, ''Apa yang harus kuakui, huh?''
Mataku menatap Jimin dengan tajam. Namun mataku yang hanya segaris tiba-tiba terbuka lebar begitu aku merasakan ibu jari Jimin mengusap permukaan bibirku. Mataku beralih ke orang-orang di sekitar. Dan....
KAMU SEDANG MEMBACA
His Shade +PJM [On-Hold]
Fanfikce[Park Jimin Version] Kenyataannya adalah, kedua orang tuaku baru saja menyerahkanku pada serigala berbulu domba. Aku menikahinya hanya karena sebuah perjodohan kolot. Menurut orang tuaku, dia manis, baik, dan juga berwibawa. Tapi faktanya, d...