AUTHOR POV
Matahari mulai menyinari bumi dan membangunkan penghuninya. Seketika gadis itupun merapatkan selumutnya. Membalikkan badan. Memunggungi arah datangnya sinar matahari Enggan membuka mata.
Tidak lama kemudian terdengarlah suara ketukan pintu.
TOK!
TOK!!
TOK!!!"Yun.." ucap suara di balik pintu.
TOK!
TOK!!
TOK!!!"YUNI! BANGUN!!" Teriak seseorang dibalik pintu.
Ceklek..
Sesaat kemudian terdengarlah suara kenop pintu diputar dan keluarlah seorang gadis terlilit selimut. Bagaikan kempompong. Yang tidak lain adalah sesorang yang tadi dipanggil Yuni. Lengkapnya Wahyuni Humaira Sultan. Biasa dipanggil Yuni di keluarganya dan Humaira jika diluar lingkup keluarganya.
"Eungh.. kenapa mi" kata si gadis dengan suara serak, khas bangun tidur. Sambil menguap dan mata setengah terbuka.
"Kamu tuh ya. Kapan berubahnya. Mestiii dibangunin. Coba contoh si..." kata seseorang yang tadi dibalik pintu. Yang ternyata adalah ibunya Yuni.
Sambil mendengar ceramah sang ibu di pagi hari. Seperti biasa. Yuni pun mendengarkannya, bagai alunan melodi pengantar tidur. Sambil berdiri. Sehingga mata yang tadinya setengah terpejam. Kini perlahan meredup dan hampir tertutup sepenuhnya. Jika..
"Kamu ini! Dengar tidak sih" Kata si ibu dengan mata melotot dan sebelah tangan berkacak pinggang. Satunya lagi menjewer telinga si gadis alias Yuni. Membuat mata Yuni, yang tadinya hampir tertutup kini terbuka lebar.
"Auch.. iya mi. Iyaa. Duh ampun. Ini juga sudah bangun" ucap Yuni sambil meringis. Akibat jeweran maut sang ibu.
Setelah sang ibu melepaskan tangannya dari telinganya. Yuni langsung lari ke arah kamar mandi. Dengan diiringi teriakan sang ibu.
"Yuni!!! Mandinya yang cepat. Sudah di tunggu Mega di depan tuh"
☆☆☆☆☆☆
Selesai bersiap. Yuni kembali bergegas keluar kamar menuju dapur, tempat dimana sang ibu biasa berada di pagi hari.
Sesampainya di dapur. Yuni mendapati sang ibu tengah membuatkan bekal untuknya, seperti biasa.
"Mi. Aku berangkat dulu ya" ucap Yuni. Sambil menyalami tangan ibunya.
"Oh ya. Abi mana mi". Tanya Yuni pada ibunya.
"Iya. Ini bekalmu. Abi sudah berangkat tadi ke kebun". Jawab sang ibu. Kemudian memasukan bekal anaknya ke dalam paperbag. Setelahnya menyerahkannya, untuk dibawa anaknya.
"Yaudah sana cepetan. Keburu telat. Sudah mau jam 7 loh. Nanti dimarahi bosmu lagi, kalau terlambat". Tambahnya.
"Iya mi. Umi dan abi jaga diri. Kalau ada apa-apa telpon aku saja". Pamitnya.
"Aku berangkat dulu dengan Mega. Tolong pamitin dengan abi ya mi, kalau nanti umi nyusul abi. Dah.. Assalamualaikum". Tambahnya pada ibunya.
"Walaikum salam" jawab sang ibu.
Di umur yang menginjak 20 tahun. Dalam beberapa bulan lagi. Yuni memang masih diperlakukan layaknya anak kecil oleh ibunya. Sebab, dialah bungsu dari 4 bersaudara. Semua kakaknya laki-laki dan sudah berkeluarga. Sehingga tidak tinggal serumah lagi. Ayahnya, Muhammad Sultan. Bekerja di kebun milik keluarganya. Yang letaknya beberapa ratus meter dari rumahnya.
Keluarga Yuni termasuk keluarga mampu. Dengan beberapa usaha, di bidang pertanian dan peternakan. Keluarga Yuni termasuk kategori terpandang dan disegani di kampungnya. Meski demikian. Tidak lantas membuat Yuni dan keluarganya sombong. Justru kehidupan keluarganya sangat sederhana dan tidak berlebihan. Sehingga membuat tetangga dan orang di kampungnya nyaman mengenalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Move On
General FictionTidak semua hal dapat dimiliki. Tidak semua hal harus direlakan dan dilepaskan. Perjuangkan apa yang patut diperjuangkan dan relakan yang harus dilepas. Ketika apa yang sudah dimiliki ternyata hanya sebuah titipan. Maka relakanlah ketika kembali kep...