#1

297 26 0
                                    



Arjuna kenal Vairina sejak jaman mereka masih memakai seragam putih abu-abu. Waktu itu, tinggi Arjuna belum semenjulang sekarang, meskipun Vairina mati-matian bilang kalau tinggi Arjuna sudah menjulang dari dulu.

Dulu, saat masih jaman SMA, gak ada yang pernah menyangkan kalau Arjuna dan Vairina akan berteman dekat seperti ini—sampai sekarang ini. Not exactly an opposite of each other, hanya saja tidak ada kesinambungan antara Arjuna dan Vairina—at least, itu yang orang-orang pikirkan.

Tapi kalau menurut pemikiran Arjuna dan Vairina, kesinambungan antara mereka pasti ada. Entah bagaimana, semesta mendekatkan mereka yang, sejujurnya, tidak memiliki alasan untuk bertegur sapa apalagi sampai menjadi teman dekat. Tapi semesta selalu mempunyai caranya sendiri, dan baik Arjuna maupun Vairina sama sekali tidak memiliki alasan untuk membenci cara semesta tersebut.

Tapi, Vairina mengeluh dalam hati, kenapa, semesta, kenapa. Kenapa aku harus berteman sama cowok yang jauh, jauh lebih tinggi daripada aku.

Vairina mendengus sebal sambil mencoba menahan badannya agar tetap bisa berdiri dan berjalan sambil menyeret Arjuna yang menemplokkan dirinya di punggung kecil Vairina dengan kedua tangan yang melingkar di leher Vairina, yang sesekali mencubit pipi perempuan yang mati-matian menahan badannya agar tidak terjatuh itu.

"Jun, i swear to God." Kata Vairina sambil memencet tombol lift di hadapannya, "if next time God couldn't forbid you to get drunk, i would. I totally would by kicking your long limbs so you would know how exhausted i am right know." Yang hanya di balas Arjuna dengan kekehannya.

Pintu lift di hadapannya terbuka dan dengan napas yang Vairina ambil dalam-dalam, ia melangkahkan kakinya untuk memasukkan dirinya dan Arjuna kedalam lift dengan cermin yang mengelilinginya. Ketika pintu lift tertutup, Vairina menekan lantai tempat kamar Arjuna berada setelah sebelumnya melepaskan kedua tangan Arjuna yang memeluk lehernya, menyebabkan Arjuna langsung jatuh terduduk sambil mengusap-usap pantatnya yang bersentuhan langsung dengan lantai lift tanpa pemberitahuan.

Vairina menatap Arjuna yang kini sedang menyenderkan kepalanya di dinding lift. Temannya itu kini sedang tertawa-tawa seperti orang gila ketika melihat bayangannya di cermin. Vairina memijat punggungnya yang terasa pegal, seperti ia habis mengangkat karung beras sambil menaiki tangga. Ia sendiri heran dirinya masih bisa berdiri sampai sekarang ini.

Mendengus, Vairina mendudukkan dirinya disamping Arjuna yang masih tertawa-tawa. Kemudian perempuan itu menendang kaki kiri Arjuna dengan kaki kanannya, merasa kesal karena ia yang harus menanggung penderitaan untuk membawa Arjuna sampai ke apartemennya ketika teman-teman cowok Arjuna ada bersama mereka tadi, dengan alasan; kan lo satu apartemen sama dia.

Pintu lift terbuka menandakan mereka sudah sampai di lantai tempat kamar Arjuna berada. Vairina menatap lorong di depan pintu lift yang terbuka itu dengan tatapan nanar. Kamar Arjuna berada di ujung lorong. Dalam hati, Vairina mengutuk Arjuna yang bisa-bisanya memilih kamar di ujung lorong dengan alasan jendelanya banyak, kamar gue jadi terang, cil, ketika Arjuna tau hal seperti Vairina yang akan menggotongnya dari apartemen tempat party yang diadakan temannya sampai ke kamar Arjuna sangat mungkin terjadi.

Pintu lift di hadapannya tertutup kembali dan berhenti di lantai tempat pintu lift itu terbuka, menandakan tidak ada orang yang menggunakan lift tersebut. Vairina mengecek jam tangannya, jam setengah tiga pagi. Pantes aja, dengusnya lagi. Ia menendang lagi kaki kiri Arjuna yang empunya sedang menyenderkan kepalanya di bahu kanan Vairina sambil mengusap-usapkan hidungnya keleher Vairina dengan komentar; cil wangi lo enak.

Vairina mengangkat bahunya, mencoba menyingkirkan kepala Arjuna agar ia bisa bangun dan menekan tombol lift agar pintunya terbuka kembali. Tapi yang ia dapatkan adalah kedua tangan Arjuna yang melingkar di pinggangnya, menarik tubuhnya semakin menempel pada tubuh Arjuna yang mengeluarkan aroma alkohol yang kuat.

"Jun, awas, ih. Gue mau bukan pintu lift." Ujar Vairina sambil mencubit kencang tangan Arjuna.

Arjuna mendesis ketika Vairina mencubitnya. Kemudian ia melepas kedua tangan yang melingkar di pinggang Vairina dan mengangkat kepalanya dari bahu kecil perempuan yang sudah bersusah payah membawanya.

Merasa sedikit—sangat, sangat sedikit bersalah, Vairina menepuk pelan kepala Arjuna kemudian berdiri untuk memencet tombol lift untuk membuka pintunya kembali. Ia mengulurkan tangannya kehadapan Arjuna yang kemudian di sambut dengan gestur untuk menyuruh Vairina mendekat kearahnya.

Vairina memutar kedua bola matanya sebelum ia berjongkok ditengah-tengah kedua kaki Arjuna, "Kenapa?" tanyanya sambil menyingkirkan rambut yang menutupi mata Arjuna.

Kedua tangan Arjuna terulur menangkup kedua pipi Vairina dan membawa wajah perempuan yang sudah menjadi sahabatnya selama empat tahun itu mendekat kearahnya lalu mengecup keningnya selama beberapa detik sebelum menjauhkannya kembali.

Vairina membulatkan kedua matanya dan kemudian menyentil kening Arjuna ketika ia terkekeh sambil memainkan kedua pipinya yang masih berada dikedua tangannya. Arjuna tidak berhenti terkekeh ketika Vairina menyentil keningnya, lelaki itu malah jadi mencubit-cubit kedua pipi Vairina lalu menyentil hidung perempuan itu pelan sebelum menarik tangannya.

"I just kissed your forehead. Chill." Ujar Arjuna sambil terkekeh kembali.

"I am chill." Balas Vairina yang mendengus ketika ia melihat pintu lift tertutup kembali. At this rate, Vairina sudah sangat bersyukur kalau ia bisa keluar dari lift.

"Oh?!" Arjuna mulai terkekeh, "Hai, Chill. Kenapa selama ini lo marah gue panggil Acil?" kemudian lelaki itu tertawa kencang.

Vairina memukul paha kanan Arjuna, "Gak lucu." Arjuna tertawa semakin kecang.

Belum sempat Vairina mencubit kedua pinggang Arjuna, lelaki itu menangkup kedua pipinya kembali sebelum mengecup lagi keningnya, kali ini lebih singkat dari sebelumnya.

"Jun!" Vairina kali ini benar-benar mencubit kedua pinggang Arjuna sampai lelaki itu mengeluarkan suara kesakitan yang menggema di lift sambil tertawa kencang di setiap teriakkannya. Membuat Vairina makin bernafsu untuk membuat memar di pinggang Arjuna yang nantinya akan ia rasakan ketika ia sudah gak mabuk lagi.

Ketika pagi datang dan Arjuna, sambil memegang kedua memar yang letaknya simetris di sisi kanan dan kiri pinggangnya, menanyakan kenapa kaos putih yang ia kenakan semalam di bagian punggungnya sangat kotor, Vairina akan dengan senang hati menjawab kalau ia menyeret Arjuna dari pintu lift sampai pintu kamarnya dengan punggung yang mengepel bersih lantai lorong apartemennya.

I Wanna Ruin Our Friendship (We Should Be Lovers Instead)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang