THE LAST LETTER

405 38 4
                                    

"Kau yakin tidak mau makan siang?" Tanya Luhan padaku.

"Tidak. Aku tidak lapar." Sahut ku lirih.

Ku dengar Luhan menghela napas.

"Baiklah. Kau tunggu disini, aku akan membelikan makanan. Arasseo?"

"Ti-" Dasar rusa, aku belum menjawab dia sudah pergi begitu saja.

"Haaahhh." Aku menghela napas lagi. Fakta itu kembali menghantui pikiranku.

Pandanganku terarah keluar jendela. Memperhatikan ranting pohon yang bergoyang kesana kemari karena angin. Juga burung-burung kecil yang berterbangan entah dari mana. Bibirku sedikit menyunggingkan senyum.

"Hei lemparkan bolanya!" Seseorang berteriak dari bawah. Tepatnya dari lapangan basket outdoor sekolahku.

Sepertinya aku mengenal suara itu. Aku menyipitkan mataku untuk lebih meyakinkan tebakanku. Dan ternyata benar. Suara itu, suara Park Chanyeol.

Aku tersenyum lirih. Aku ingin melihatnya lagi, ya, aku ingin melihatnya lagi, mungkin dengan jarak yang lebih dekat.

Aku berdiri dan segera berlari menuju lapangan basket tempat Chanyeol bermain. Tapi sebelumnya aku membeli air mineral dingin terlebih dulu, aku akan memberikannya pada Chanyeol.

Nafasku terengah saat sudah sampai disisi lapangan. Tapi yang ku lihat lapangan ini tampak lenggang, sepertinya mereka sudah selesai bermain. Ku edarkan pandanganku mencari Chanyeol, dan ku lihat ia sedang duduk dibawah pohon besar tidak jauh dari lapangan.

Ku bulatkan tekad untuk menghampirinya, aku tak boleh takut lagi.

Ku tarik napas dalam-dalam, dan.. Huuuhhhh..

Kaki ku mulai melangkah, namun terhenti kembali saat kedua mataku melihatnya ternyata tidak sendiri.

DEG

Disampingnya ada seseorang, namja manis dengan mata bulat dan sedang tersenyum manis. Chanyeol mengusap rambut namja itu dengan lembut. Chanyeol bahkan memakan bekal dari namja itu, bukan bekal dariku. Apa namja itu... kekasihnya? Do Kyungsoo?

"Chanyeol." Lirihku.

Bisakah kau melihatku disini? Bisakah kau menyadari keberadaanku?

Napasku kembali tercekat, kedua kakiku seakan tak mampu menahan beban tubuhku lagi, seluruh badanku lemas dan mataku mulai memanas. Botol minuman dalam genggamanku ku cengkram begitu erat, sampai jari-jariku sendiri terasa sakit.

"Baekhyun. Kau ini sudah ku katakan untuk tunggu di kelas, aku mencarimu kemana-mana tahu." Seseorang berceloteh disampingku. Luhan. Namun lidahku seakan kelu, tak bisa menjawab apapun. Pandangan mataku masih terarah pada dua sejoli yang duduk dibawah pohon besar itu.

"Baekhyun. Kau mendengarku? Apa yang kau lihat? Baek-" Ucapannya terpotong, sepertinya ia juga melihat apa yang ku lihat.

"Baekhyun. Sebaiknya kita kembali ke kelas." Ucapnya pelan.

Aku menurut saja waktu Luhan menarik tangan kiriku. Tangan kananku terangkat, mencengkram kuat dada kiri ku yang terasa amat sakit.

"Hiks"

Isakan ku lolos tepat saat kami sampai di kelas.

"Baek. Keluarkan saja jika kau ingin menangis. Tenangkan hatimu. Luapkan semua kemarahan dan kekecewaanmu melalui menangis. Aku ada disini Baek."

"Luhan. Hiks hiks." Aku memeluk Luhan erat. Menangis dalam pelukannya.

"Aku bodoh. Aku memang bodoh. Kenapa aku masih mengharapkannya?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 02, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Please, Look At MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang