Sebuah Pertemuan

9 0 0
                                    

Kulangkahkan kakiku menuju kafe dekat situ.
Pikiranku kacau.
Entah apa yang sedang kupikirkan, namun kuajak saja kakiku untuk melangkah.
Entah sendu apa yang sedang menghantui pikiranku.
Lalu, kumasuki kafe itu.
Ku berdiri dibelakang seorang pria yang tingginya kira-kira 170cm, pria itu nampak sedang kesal bebicara dengan seseorang disebrang telepon itu. Sampai ia tak sadar antrian didepannya sudah kosong.

"Maaf, anda kelihatannya sedang sibuk, sampai anda tidak melihat depan anda sudah kosong. Hehe" tegur ku.

"Oh maaf, tidak apa kau bisa mengambil antrianku!" Jawabnya sembari meninggalkan tempat dimana tadi dia berdiri.

Aneh, entah apa yang sedang dibicarakannya, namun sepertinya cukup membuatnya kesal.

Aku berdiri didepan meja kasir dan memesan satu gelas besar kopi panas.
Haha tidak, aku bercanda.
Aku memesan satu gelas besar coklat panas.
Kopi cukup pahit untuk ku icip.
Sama dengan sendu ini.

"Satu coklat panas atas nama Helena!" Teriak sang barista.

Aku pun segera mengambil gelas itu dan membawanya ke meja kosong dekat jendela di kedai itu.
Melihat langit yang mendung,
'Mungkin akan turun hujan' pikirku
Ah yasudah biarkan lah.

Kembali ku perhatikan uap tipis yang mengepul dari dalam gelas coklat itu.
Rasa panas dari segelas coklat itu masih membekas ditanganku.
Tak fokus pada segelas coklat itu, ku kembali memperhatikan keluar jendela yang ternyata sudah mulai turun rintikan hujan.
Tak banyak, namun membasahi tanah aspal depan kafe itu.
Ku perhatikan orang-orang yang berlari, menaungin kepala mereka dengan jaket, atau payung.
Ku perhatikan anak-anak kecil yang sedang menari nari diatas genangan hujan. Membiarkan tubuh mereka basah terkena tetesan hujan.

Tiba-tiba suara itu menghamburkan pandanganku.

"Maaf, apa kursi ini kosong?" Tanya seorang pria.

Aku pun sontak dan kaget.

"Oh.. oh iya. Kosong. Duduk saja." Jawabku.

Dia tersenyum, kemudia duduk dan meletakan segelas kopi yang dia bawa.

Tidak ada percakapan yang berarti selama beberapa saat.

Ku terus memperhatikan pria itu, sambil sesekali dia tertawa kecil.

"Ada apa? Mengapa kau tertawa?" Tanya ku?

"Tidak. Lucu saja memperhatikan anak-anak itu yang sedang bermain hujan. Kita disini memghindari hujan, namun mereka senang bermain dibawah hujan." Jelasnya.

Aku ikut memperhatikan. Hingga tak sadar aku juga ikut tertawa.
Lalu aku diam beberapa saat.
Mengalihkan pandanganku ke arah segelas besar coklat panas dengan uap tipis yang masih sedikit terlihat. Entah sudah berapa lama minuman itu aku diamkan.
Seakan tidak ada selera untuk meminumnya.

"Oh ya. Siapa namamu?" Lagi-lagi, suaranya memecahkan lamunanku.
"Umm.. uh.. namaku Helena. Kau?" Jawabku
"Oh namaku Hansel." Jawabnya singkat

Kami kemudian saling memalingkan muka, menghadap keluar jendela. Hujan diluar masih terlihat, malah mungkin semakin deras.

Lagi-lagi aku memalingkan pandanganku ke arah segelas besar coklat panas itu, yang uapnya hampir menghilang. Menandakan panas tak ada didalam gelas itu lagi.

"Hey, mengapa kau hanya memperhatikan minumanmu daritadi? Mengapa tidak kau minum? Bukankah tidak enak jika meminumnya dikala sudah dingin?" Tanya pria itu.

Aku masih memperhatikan segelas coklat panas itu. Bahkan  ungkin sudah tidak bisa dibilang panas, karena memang ya mungkin saja sudah dingin.

"Umm tidak tahu. Aku hanya kesini untuk memesan ini. Entah lah, aku hanya sedang tidak mau meminumnya." Jawabku.

Secangkir Kopi dan Segelas CoklatWhere stories live. Discover now