Pada suatu hari (1)

44 2 0
                                    

Manifestasi Bahagia
(Tanda baca dan Diksi)

Pada suatu hari, ada seorang pemuda dengan sebuah kamera.

Hidup pemuda itu tak pernah lepas dari kameranya. Kemanapun dia pergi akan selalu bergandengan dengan kamera itu. Seakan kamera sudah menjadi mata dan menyatu dengan jiwa.

Setiap tempat dia jelajahi, melalui kamera dia pahami betul keindahan sebenarnya.

Setiap sisi yang dikunjungi selalu ia lihat dengan presisi. Tak barang sedikitpun keindahan luput dari tangkapan kameranya.

ISO, Aperture ataupun sudut pandang adalah hal terpenting dalam mengatur keindahan yang terukur.

Dia bahagia? Mungkin. Yang pasti dia selalu tersenyum setelah keindahan terlukiskan abadi olehnya.

Namun suatu ketika, kamera yang ia miliki rusak dan tak pernah bisa digantikan.

Dunia sang pemuda seakan berubah menjadi hitam-putih. Semuanya berubah jadi sepi, seakan hanya tinggal senyap tersisa.

Dia marah, meraung.

Dia sedih, menangis.

Dia frustasi, dan mulai tidak peduli.

Dia hanya hidup untuk mati. Menunggu kepastian akhir dengan sepenuh hati.

Tak lagi ada sesuatu yang dapat dia nikmati di dunia ini.

Perlahan dia tenggelam dalam rasa frustasi dan selalu berharap kalau besok pergi ke tempat yang abadi.

Namun, tiba-tiba dia bertemu seorang gadis di sebuah lorong gelap.

Dia heran. Dia bertanya pada dirinya sendiri, mengapa gadis itu di sana? di tempat gelap senyap yang bahkan deru nafas pun tak terdengar.

Kemudian dia menghampiri gadis itu, dia bertanya, "Apa yang kau lihat di dalam gelap itu?" Si gadis itu tak bergeming, dia hanya tetap menatap gelap dalam diam.

Sang pemuda tersinggung, seakan diabaikan, sekali lagi dia menegurnya, "Hey aku bertanya padamu, apa yang sedang kau lihat?" Namun gadis itu hanya tenang memandang.

Lagi dia bertanya, tapi tetap mendapat respon yang sama.

Lagi dia bertanya dan mulai berteriak, tapi tetap mendapat respon yang sama.

Dia marah, mendengus dan mulai berbalik.

Namun sesaat kemudian gadis itu bersuara, "Hanya kumpulan spektrum warna."

Sang pemuda tadi yang hendak pergi mulai kembali. Dia bingung.

"Spektrum warna? Di sana hanya ada hitam." kata sang pemuda menunjuk gelap.

Sekali lagi si gadis tak merespon. Sang pemuda bingung.

Sekali lagi lorong sunyi senyap, kini hanya tinggal deru nafas.

Sekejap belasan nafas terlewati. Sang pemuda menatap si gadis dengan tanda tanya.

Lalu, si gadis berbicara, "Aku tak melihat gelap yang kau maksud, tapi kau juga tak melihat warna yang 'ku maksud, kita sama. Namun aku iri."

"Hah?" Sekali lagi sang pemuda dibuat bingung oleh si gadis, kali ini karena pernyataannya.

Sang pemuda menautkan alisnya. "Iri? Bahkan kita tidak saling kenal, kau aneh, sungguh aneh."

Si gadis bergerak, dia berpindah dari menghadap gelap kini menatap sang pemuda.

"Ini!"

Sang pemuda kaget, dia tersentak baru mengerti maksud si gadis.

Dia buta.

Gadis itu buta.

Si gadis mendongak seakan melihat. "Aku iri, kau melihat indahnya dunia beragam warna dan bentuk. Namun dalam gelap aku bahagia, karena hanya aku yang dapat melihat warna."

Sang pemuda masih diam menatap dalam-dalam. Terbang ke dunia batin karena prihatin.

Si gadis berbalik dan mulai beranjak pergi, suara berderap diiringi ketukan tongkat seakan menjadi alarm sang pemuda kembali ke dunia fana.

"Tunggu! Kenapa kau bahagia hanya karena warna? Di dunia ini punya banyak warna, kenapa harus bahagia dalam gelap? Tak akan ada yang peduli, karena mereka melihat gelap hanya saat terlelap."

Sang pemuda berujar seakan mengajar, diam tegap menunggu si gadis menatap.

Si gadis berhenti, dan menjawab dengan pasti, "Lalu kenapa kau peduli?"

Sang pemuda terkesiap. "Aku? Aku hanya bingung, kau membuat seakan warna itu sangat berarti, padahal dunia ini yang memiliki banyak warna, terbentuk dengan tak terukur, cahaya tak sebagus dengan ISO, bentuknya tak akan indah jika tidak tepat pada sudut pandangnya, semua ini hanya sampah bila tak terukur menikmatinya."

Si gadis berbalik menghadap pemuda tegap.

"Jadi begitu? Kalau begitu dunia 'ku lebih indah." Si gadis tersenyum.

"Apa? Kau masih tidak mengerti, tidak ada yang indah di dunia ini tanpa pengaturan, apa lagi hanya spektrum warnamu." Sang pemuda mulai kesal karena si gadis terlalu bebal.

"Tidak, kau yang tidak mengerti. Duniaku jelas lebih indah, karena aku bisa bahagia hanya dengan spektrum warna, sedangkan kau, bahagiamu sangat rumit dan kau membuatnya semakin sulit,

"Kau bukan sulit bahagia karena dunia yang rumit, tapi kau sulit bahagia karena membuat duniamu rumit."

Si gadis bicara dengan lantang seakan menantang, dia berbalik kembali ke asal tanpa sedikitpun menyesal.

Sang pemuda hanya diam termenung menjadikan dia seperti patung.

"Tunggu!" teriak sang pemuda, dan sekali lagi si gadis berhenti kemudian diam menunggu kata.

"Kamu, kamu mau mengajarkan aku duniamu?" Akhirnya sang pemuda bicara dengan nada yang berbeda.

Si gadis hanya membalas dengan senyum bahagia.

Setelah itu mereka berdua terus bersama, sang pemuda memperlihatkan dunia dengan cerita, sedangkan si gadis mengajarkan dia caranya bahagia.

-Tamat-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 12, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pada suatu hariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang