Bab 3 Tragedi Sepeda

71 3 5
                                    

Hari pertama ospek, sudah ia lalui. Satu kata yang dapat melukiskan pengalaman itu. Berat! Entah apa yang terjadi pada Rangga, Ria tak berani membayangkannya.

Setiap jam, menit bahkan tiap detik terasa sangat lama. Bagaikan kambing yang di gembalakan oleh anjing. Penuh tekanan, itu sudah pasti. Belum lagi, tugas tidak jelas yang siap menghantui dan siap menjadi nightmare.

Setidaknya satu hari memang telah terlewati. Namun, kekhawatiran masih menyelimuti dirinya.
Masih tersisa enam hari untuk menuntaskan ospek perdana, walaupun tekanan itu masih tetap harus ia lalui selama satu semester.

Fisik Ria benar-benar terkuras habis. Ia baru bisa pulang pukul 12 malam. Hal yang mustahil ia lakukan selama hidup di desa. Bahkan biasanya, jam 9 ia sudah terlelap pulas. Satu hari penuh, Ria menyelesaikan tugas ospek bersama dengan kelompoknya.

Di atas balkon kamarnya beserta segelas teh hangat, Ria menikmati indahnya pemandangan malam hari. Ia ingin menentramkan diri untuk sejenak, sebelum berkutat lagi dengan tugasnya. Ditengah lamunannya, Ria teringat akan Rangga.

Ia meletakkan gelasnya dan bergegas turun ke lantai bawah.
Kamar Rangga tepat berada di sebelah kamar utama. Gadis itu mencoba memberanikan diri mengetuk pintu.
'Aku harus minta maaf.' Katanya meyakinkan diri.

"Rangga, kamu sudah tidur?" Ria berbisik dari balik pintu.

Tidak ada sedikitpun suara yang menyahutnya, Riapun melangkahkan kaki kembali menuju ke kamarnya. Namun beberapa detik kemudian pintu terbuka.

"Ya Ria, ada apa?" jawab Rangga yang masih dalam keadaan mengantuk berat.

"Rangga, maafkan aku. Kemarin aku berangkat dahulu, kamu jadi dihukum gara-gara aku." Jelas Ria bersalah.

Rangga malah tertawa sembari menggaruk-garuk kepalanya "tidak apa-apa Ria, toh ini kemaren memang gara-gara aku bangun kesiangan. Kamu istirahat lagi saja, besok kita masih harus ospek lagi kan"

"Benar, kamu tidak apa-apa?" tanya Ria memastikan kondisi Rangga.

"Iya Ri." Jawab Rangga yang mencoba meyakinkan Ria.

"Baiklah." Ria kembali ke kamarnya.

Jam dinding menunjukkan pukul 02.00 malam, Ria masih belum bisa memejamkan matanya.

"Aduh ada apa ini?" Tanyanya pada diri sendiri, iapun bangkit. Matanya melihat sekitar. Gelap. "Tumben aku tidak bisa tidur, Apa aku terlalu capek ya?"
Ria kembali menenggelamkan diri dalam ranjangnya dan menarik selimut sehingga menutupi seluruh tubuhnya. Ia paksa matanya untuk terpejam. Tiba-tiba terlintas wajah seseorang. Seorang lelaki yang menyelamatkanya ketika ia terlambat.
"Astaughfirullah" ia kembali terbangun. "Ada apa denganmu Ria?"

***

Kriinggg... Kriiinggg.... Kriinggg
Ria berusaha mencari sumber suara. Ia meraba sekitar. Dan tangannya berhasil menggapai ponselnya.
"Astaugfirullah" teriaknya ketika melihat jam dari ponselnya.

"Siaga tiga ini!" Ria bergegas menuju kamar mandi. Ia persingkat semua urusan pribadinya di pagi hari. Dan akhirnya dalam beberapa menit, Ria sudah berpakaian rapi. Ia segera turun. Sementara itu, di lantai bawah, Rangga sudah siap dan menanti Ria.

"Ayo Ria, aku bonceng pakai sepeda." Kata Rangga "Jangan sampai kita terkena masalah lagi nanti."

Secepat kilat Ria naik ke boncengan sepeda Rangga.
"Tunggu! Kalian tidak sarapan terlebih dahulu?" Sahut Bude dari dapur.
"Tidak usah Ma, kita sudah terlambat. Rangga dan Ria berangkat Ma!"

Rangga melesat meninggalkan rumah bersama Ria yang ada di boncengan sepedanya. Ia mengayuh dengan sangat cepat. Merekapun beberapa kali hampir terpeleset kerena jalanan yang becek akibat hujan.

The Blood of LovesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang