Sakura
Aku tiba di Konoha setelah menempuh perjalanan berjam-jam dari Sunagakure—tempat tinggalku yang terakhir. Ya, setelah kejadian tidak mengenakkan yang menimpa orang tuaku tiga tahun lalu, aku memutuskan tinggal dengan kakekku yang seorang petualang dan bercita-cita ingin menulis sebuah novel sastra. Karena aku tidak punya siapa-siapa lagi selain kakek-nenekku dan aku tidak ingin hidup dengan semburan omelan nenekku setiap hari, aku memutuskan untuk ikut menjadi seorag petualang seperti kakekku dan berpindah-pindah sekolah.
Tiga tahun menjadi petualang membuatku sedikit muak karena harus beradaptasi dan melihat kelakuan kakekku yang mesum (tenang, dia hanya mesum pada pelacur di bar, tidak denganku). Karena sering berpindah tempat dan beradaptasi dengan sekolah yang baru, aku memutuskan untuk berhenti sekolah saat tahun keduaku sebagai murid SMA berakhir, dan setelah setahun tidak melakukan apa-apa hanya mengikuti kakekku, aku mulai bosan. Hari-hariku hanya diisi dengan pergi ke pusat kota, perpustakaan, dan kampus untuk sekedar melihat-lihat. Kebosananku itu untungnya membuahkan pikiran jernih.
Aku ingin menamatkan SMA-ku dan sekolah di universitas bergengsi serta menjadi mahasiswa. Oleh karena itu menurutku, tinggal dengan kakek-kakek yang suka menggoda wanita dan pemabuk bukanlah hal yang bagus bagiku untuk mewujudkannya. Dengan berat hati aku meninggalkan kakekku yang saat ini sedang berada di Suna dan memutuskan untuk kembali ke Konoha—kota kelahiranku dan tinggal bersama nenekku sampai aku bisa meraih impianku.
Setelah berjalan agak jauh dari pusat kota dan bertanya alamat kepada beberapa orang, akhirnya aku tiba di sebuah bangunan tradisional yang besar. Setelah melihat nomor rumahnya dan mencocokkan dengan yang tertera di kertas yang aku bawa sejak tadi, aku yakin bahwa ini rumahnya. Ya, tidak salah lagi. Aku melirik ke sekeliling pagar mencari bel atau sesuatu yang dapat berbunyi keras untuk memanggil siapa saja yang berada di dalam.
"Apa rumah ini tidak ada bel-nya?" aku bergumam sendiri. Andaikan saja aku punya ponsel, pasti aku tidak usah repot-repot mencari bel. Aku masih melirik kanan kiri—bahkan melompat untuk mencari bel. Bagus, aku seperti pencuri sekarang.
"Maaf, Anda mencari seseorang nona?"
Suara berat seorang lelaki menyentakkanku. Aku menoleh ke arah suara laki-laki itu dan tersenyum gugup. Sial. Apa dia mengira aku seorang pencuri? "Ah, hmm.. itu.. aku.." kataku terbata-bata. Apakah aku akan dilaporkan ke polisi dengan tuduhan menguntit atau mencuri? Sial!
Pria tinggi putih ini masih berdiri di hadapanku dan tersenyum, usianya sekitar akhir dua puluhan dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan melapor petugas keamanan. Aku memperhatikan pria itu, sepertinya dia pria baik. Matanya menatapku dengan tatapan ramah dan raut wajahnya terlihat bingung melihatku. Aku tidak bisa berkata apa-apa seakan-akan lidahku menghilang dari tempatnya. Garis halus di sekitar mata dan hidungnya terlihat jelas saat ia tersenyum tadi. Dia terlihat tampan.
"Nona?"
Suara pria itu menyadarkanku dari kebisuan berkepanjangan, Astaga apa yang baru saja aku lakukan?. Pesona pria ini benar-benar membuatku tak bersuara. Sial. Aku memejamkan mataku dan menghirup udara lalu mengeluarkannya. Demi Tuhan Sakura, sejak kapan kau tidak berkutik saat di hadapan pria? Sadarlah dia hanya seorang pria. Aku tersenyum, kali ini tulus dan berkata,
"aku mencari nenekku." Suaraku kuusahakan setenang mungkin agar tidak dicurigai sebagai maling, "menurut alamat yang ada di kertas ini, sepertinya dia tinggal di sini." Pria itu masih menatapku dan menunggu, "Tsunade... Tsunade Senju. Apa Anda kenal seseorng dengan nama itu di sini?."
KAMU SEDANG MEMBACA
Amazed
RandomSiapa sangka kepindahannya ke Konoha membuat Sakura bertemu Uchiha Sasuke yang dingin dan galak. bahkan mereka harus tinggal satu atap! lalu apakah yang akan terjadi selanjutnya? akankah es dalam diri Sasuke akan meleleh? "Tidak ada hal yang beres j...