two

577 19 1
                                    


Sakura

Aku duduk di meja tepi jendela sebuah kafe di depan sebuah universitas dengan segelas chocolate ice yang sudah kuminum hampir setengahnya sambil menikmati jalan raya di depanku. Aku berjanji akan menemui temanku di sini setelah selesai berkeliling untuk membeli perlengkapan sekolah.

Konoha tak banyak berubah, hampir tujuh tahun aku meninggalkan tempat ini, tapi semuanya hampir sama seperti dulu. Beberapa gedung bertingkat dan jalanan yang sudah merata yang membuatnya sedikit agak berbeda. Tanpa kusadari, aku sangat merindukan kota ini. Aku ingat dulu aku sering bermain ke tengah kota bersama ayahku setiap akhir pekan dan pulangnya aku akan mampir untuk makan di sebuah kedai yakiniku dan ayah akan membelikanku sebuah es krim coklat sebagai penutup. Aku tersenyum. Aku merindukan ayahku.

Kenikmatan mengingat masa laluku diusik oleh sebuah suara yang ditujukan padaku. Aku memalingkan wajan dari kaca besar di sampingku ke sumber suara dan serara kilat alisku sudah bertaut kesal. Orang yang kutunggu akhirnya tiba. "Kau harus membayar kue dan chocolate ice Ini, Ino!" aku menunjuk bekas makananku yang sudah kusapu bersih isinya di atas meja.

Ino menatapku dengan tatapan bersalah. "Aku minta maaf, Sakura. Dosenku mengoceh terus dan tidak mau berhenti." Katanya dengan nada tenang.

Aku melirik sekujur tubuhnya. Rambut pirang panjang acak-acakan, dan kaus yang sedikit kusut, tidak memoles lipstik, dan nafas yang terengah-engah. Aku menaikkan kedua alisku dan memperhatikannya sekali lagi, ada sesuatu yang aneh. Ino adalah tipe gadis yang perfrksionis. Dia tidak akan membiarkan rambut, baju, atau pakaian dalamnya kusut walau itu hanya satu lipatan. Dan satu lagi, dia bukan tipe orang yang akan lari seperti orang gila karena mengejar sesuatu, dia tidak akan membiarkan dandannya berantakkan karena harus bersusah payah berlari, dia akan leih memilih naik taxi jika sedang terburu-buru dari pada harus berlari. Aku menaikkan sebelah alisku, seketika tahu apa yang membuatnya seberantakan itu.

Aku menaikkan alisku tidak percaya, hampir seumur hidupku aku mengenal sahabatku ini, Ino sama sepertiku, dia gadis pembuat onar. Duduk manis dan mendengarkan dosen yang menerangkan itu adalah hal yang mustahil. Dia akan langsung tertidur jika mendengar pengajar mulai membuka mulut sehingga aku harus mengulang apa yang diajarkan guru padanya sekali lagi.

Aku mendesah, "Apakah pacarmu tidak bisa menahan ereksinya sampai nanti malam, hah? Sai kan tahu aku akan bertemu denganmu!" kataku dengan nada kesal.

Ino memutar kedua bola matanya dan menyandarkan tubuhnya ke belakang, "aku tidak melakukan apapun yang kau katakan, Sakura." Di berkata dengan cepat menandakan dia sedang bohong.

"Tch." Kulipat kedua tanganku di dada "kau berkata dengan cepat."

Ino mengalihkan matanya dan melirik kantung belanjaan yang berada di sampingku seolah dia bisa melihat seluruh isi kantung belanjaanku. "kau berbelanja?" tanyanya, aku melirik ke samping,

"Aku tidak punya seragam SMA Konoha." kataku

"Kau bisa memakai seragamku dan mengambil uang nenekmu untuk bersenang-senang." Katanya. Aku menatapnya, basa-basinya tidak membuatku lupa apa yang tadi aku katakan. Dia tidak bisa mengalihkan pembicaraan begitu saja. Dia mendesah kesal, "baiklah Haruno Sakura. Aku sudah bilang pada Sai jika aku akan menemuimu tapi, ya Tuhan, dia sangat sexy hari ini dan yah..."

Aku mendesah keras ingin marah tapi tidak kulakukan. Untung dia sahabatku jika tidak sudah kucincang dia! "Sudahlah bukan urusanku. Apakah itu kampusmu?" kataku, kali ini aku yang mengalihkan topik. Aku menunjuk gedung-gendung di seberang kafe.

Ino mengangguk, "Yep."

"Apa aku boleh masuk kesana?"

"Ya, jika kau sudah lulus ujian masuk universitas tentunya." Suaranya dibuat serius, tapi aku tahu dia hanya bercanda.

AmazedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang