Lost Girl

35 10 0
                                    

Hanna dan Tia masih berlari hingga menapak anak tangga terakhir. Di depan pintu tangga darurat lantai sembilan, Deva sudah menunggu dengan tiga tas ransel di lengannya. "Aku menang!" ujarnya riang.

Dengan napas tersengal, kedua saudarinya merapikan rambut. Lalu mengambil tas ransel mereka masing-masing. Keduanya mengenakan tas sambil melangkah mengikuti Deva ke dalam apartemen.

Bibi Pengasuh menyambut gadis-gadis kembar itu dengan senyum tipis. Usai makan siang, ia menyerahkan koran yang memberitakan tentang menghilangnya seorang gadis secara misterius. "... menurut kesaksian kakaknya yang baru saja melahirkan, mereka mengalami hal aneh di sekitar kubangan lumpur. Malam itu, Levi meninggalkan kakaknya yang kemudian melihat penampakan nenek-nenek bersepati high heels merah mengkilap."

Deva menunjuk angka di bawah artikel itu dan mata Hanna langsung berubah menjadi mata uang dolar. "Dua ratus juta!?"

"Dengan uang itu, kita bisa beli mobil!" Deva berseru kegirangan.

"Tapi...." Tia mengalihkan pandangan kepada bibi pengasuh, "Bibi pernah bilang kalau kita tidak boleh menggunakan kekuatan untuk uang."

"Adikku sayang ... kita kan, tidak meminta. Lagipula sejak orangtua kita menghilang, hidup kita sangat sulit sampai harus membuka kafe sepulang sekolah. Ini namanya, sambil menyelam minum air. Sekalian dapat duit sambil sambil membantu." Deva berusaha meyakinkan.

"Itu pamrih namanya."

"Yeee ... sok tau. Itu namanya sambil menyelam minum air."

Sementara adik-adiknya berdebat, Hanna hanya menatap lesu sembari memijat ringan kepalanya. Di satu sisi, mereka memang membutuhkan uang. Namun di sisi lain, kekuatan mereka bukan sesuatu yang boleh mereka manfaatkan untuk hal semacam itu.

"Sudah ... sudah." Bibi Pengasuh melerai Deva dan Tia. "Kalian ini, belum cukup seminggu sudah lupa." Wanita tua itu menunjuk baris akhir artikel--tepat di atas sayembara yang mereka baca barusan. "Bibi ingin kalian melihat ini ... bukan sayembara itu."

"Penampakan nenek-nenek yang memakai high heels merah mengkilap?" tanya Deva.

"Benar!" Bibi Pengasuh nampak bersemangat, "Seingat Bibi, salah satu pelayan Jubah Iblis memakai sepatu seperti itu. Bukankah kalian mengatakan bahwa; untuk membuka segel peti kayu, kalian harus menghancurkan simbol pemujaan ketiga pelayan Jubah Iblis?"

***

SATU MINGGU SEBELUMNYA.

Malam sedang purnama, namun cahaya bulan tak sampai ke bumi karena awan tebal menutupi langit.

Tak lama setelah adzan maghrib berkumandang, hujan lebat mengguyur disertai angin kencang. Listrik padam di beberapa titik kota, termasuk di area perumahan yang konon katanya paling angker di kota itu.

Ada rumor yang mengatakan kalau banyak hal aneh yang terjadi ketika perumahan itu dibangun. Terutama pada tikungan tajam dekat kubangan lumpur--yang selalu basah bahkan pada musim kemarau. Konon, setiap kali pekerja memasang lampu jalan di tikungan itu, selalu terdengar langkah sepatu. Setelah suara itu menghilang, balon lampunya pun meledak.

Orang-orang sekitar perumahan percaya bahwa pemilik sepatu itu akan kembali saat mencium aroma tubuh langka yang telah dimiliki sejak lahir dan orang biasa tak dapat membauinya.

Di dekat tikungan itu, tinggal seorang wanita hamil bernama Vivi. Setiap berlalu di tikungan itu, ia kerap merasa bahwa seseorang sedang mengawasinya. Karena itu ia jarang keluar, apalagi ketika suaminya sedang ke luar kota. Untungnya, wanita itu memiliki adik perempuan yang selalu menemani saat suaminya tak di rumah. Levi namanya.

THE DEVIL HUNTER (Four Blood Moon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang