THIRD : CHANGE

680 55 2
                                    

Hingga aku sudah mencapai batasku
Dan aku diam karena aku sudah terbiasa dengan keadaan ini
Secepat itukah orang berubah?

***

Iqbal terdiam kaku ketika menatap brosur yang baru saja diberikan Ayahnya.
Dari dulu, Iqbal memang sudah ada rencana pergi untuk kuliah di tempat yang jauh.
Tetapi keinginannya mulai sirna ketika membaca brosur itu.
Syarat yang kedua menurutnya susah untuk dijalani.
Bagaimana tidak, dipersyaratan harus ada pengalaman berorganisasi yaitu menjadi ketua OSIS. Iqbal sama sekali tidak berminat untuk ikut organisasi, bahkan menjadi anggota sekali pun.

Ayah Iqbal menatap Iqbal sambil memberikan senyum tulus. Tidak ingin terlalu memaksakan Iqbal. Hanya saja, ingin menjadikan keinginan Iqbal yang dulu agar terwujud.

"Kamu pikirin lagi ya, Bal."

Iqbal mengangguk. "Kalo Iqbal ngga ikut, Ayah bakal kecewa sama Iqbal?" Ucap dan tanya Iqbal.

"Hidup itu pilihan, Bal. Kalo kamu ngga minat, ya itu pilihan kamu. Ayah juga sama sekali ngga maksain kamu." Ucap Ayahnya sambil menepuk pundak Iqbal pelan.

Iqbal beranjak dari duduknya. "Yaudah Yah, aku ke kamar dulu."

Sampai di kamar, Iqbal merebahkan tubuhnya di kasur. Menatap langit-langit kamar yang di dominasi warna biru muda.
Iqbal akan memikirkan ini dan memutuskan yang terbaik untuk dirinya sendiri.

Iqbal mengalihkan pandangannya ke kanan. Mendapati ponselnya yang baru saja menerima pesan.
Iqbal mengambilnya dengan malas.
Setelah membacanya, Iqbal semakin malas karena pesan itu dari Naira.

Bal nanti sore lo dateng gak ke acara sekolah?
Naira Quinsha

Iqbal meletakan kembali ponselnya di atas kasur tanpa membalas pesan dari Naira. Menurut Iqbal, ini tidak penting untuk ia balas. Hanya membuang waktu saja.

Kok lo gak bales sih bal -_-
Naira Quinsha

Iqbal menarik nafas panjang. Kebingungan untuk memutuskan sesuatu nya menjadi tidak mood karena pesan dari Naira yang mengganggu.

Jika teringat Naira, Iqbal selalu ingat kata-kata Naira yang membuatnya kesal. Memang itu nyata, tetapi Iqbal tidak suka.

"Daripada lo, udah ngga terkenal, cuek lagi. Mana ada yang mau temenan sama lo."

Sungguh. Kata-kata itu masih terngiang di benak Iqbal setiap kali teringat Naira atau pun bertemu dengannya.

***

Lapangan belakang sekolah belum pernah seramai sore ini.
Hari ini ada perayaan yang diadakan pengurus OSIS periode 2015-2016. Selain sengaja berkumpul untuk merayakan hari terakhir periode kerja mereka, perayaan ini juga ditujukan untuk memberi apresiasi terhadap Abidzar Rizki Fauzi, a.k.a Kiki, sang ketua OSIS.
Seluruh jajaran OSIS, yang semuanya menggunakan jaket OSIS, berdiri berdampingan. Kiki berdiri ditengah-tengah.

Kanya, wakil ketua OSIS, berdiri disampingnya, sedang memberi kata sambutan. "Selama setahun masa jabatan, Kiki memimpin kita menjalankan banyak program kerja. Dalam setahun, semua daftar yang disusun di awal periode jabatannya terwujud. Kualitas Kiki sebagai ketua OSIS ngga perlu diragukan lagi."

Semua pengurus OSIS-dan para siswa yang ikut berada di lapangan belakang untuk menonton-bertepuk tangan.
Di bagian belakang, terlihat Iqbal baru saja datang. Kemudian Iqbal bergerak ke bagian depan.

Tidak berapa lama setelah Iqbal mendapat spot terbaik untuk menonton jalannya acara, hadir gangguan yang mengusik keseriusannya.
Siapa lagi kalau bukan Naira. Sejak Iqbal bersikap baik terhadap Naira, mungkin dia menganggap jika Iqbal baik hanya kepadanya. Padahal, memang batas kebaikan Iqbal terhadap siapa pun seperti itu.

Highkey Missing YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang