Chapter 1

7 0 0
                                    

Dentuman musik di club begitu memekakkan telinga. Para wanita berpakaian minim hilir mudik mencari pria kaya. Dan para pria 'kelaparan' bertebaran di sana. Ini bukan kali pertama Niola datang ke club, tapi itu kali pertama ia datang ke club Diamond milik temannya yang baru dibuka.

"Niola." teriak Wulan menyapa Star.

Star melambaikan tangan dan setengah berlari menuju Wulan.
"Selamat atas pembukaannya ka Wulan."

"Terima kasih. Tapi apa kau langsung kesini habis kerja?" Tanya Wulan sambil menatap Niola dari ujung kaki hingga ujung kepala.

"Hee,,iya ka. Kalo pulang dulu aku bisa malas keluar lagi." Sahut Niola  cengengesan. Ia memang tidak niat ke club sampai harus ganti baju. Ya, ia saltum alias salah kostum. Kemeja putih, blazer abu-abu senada dengan celana kainnya, baju kantornya.

"Sit then have fun beib." Ujar Wulan menarik Niola ke bar.

"Ka, aku cuman bentar aja kok. Gak bisa lama-lama."

"Kenapa? Sibuk kerjaan? Ya ampun, kapan have fun nya kalo kerja mulu dek." Wulan sedikit jengkel pada Niola.

Niola hanya tersenyum tipis, ia memang workaholic. Ia hanya akan ke club atau liburan jika memang sangat dibutuhkannya.

"Kapan dapat cowo juga kamu kalo cuman bercumbu dengan laptop dan kertas." Tambah Wulan.

Niola tertawa dengan perkataan Wulan. Dia bercumbu dengan laptop dan kertas? Benar juga sih pikirnya. "Hahahahahaha,,kaka jangan gitu ah. Aku ini masih normal. Maunya dicumbu lelaki, bukan laptop ka."

"La terus mana lelaki itu?" Tanya Wulan berkacak pinggang.

Niola mengedikkan bahunya, "Gak ada."

Wulan menoyor kepala Niola pelan. Keduanya tertawa bersama.

Wulan dan Niola sudah seperti saudara sendiri. Ibu Niola menemukan Wulan di depan supermarket tempat ibu Niola kerja. Karena kasihan Wulan di ajak tinggal di rumah Niola saat Wulan masih berumur 17 tahun dan tengah mengandung.

Wulan menceritakan kisah tragisnya yang diusir orang tuanya dari rumah karena sudah membuat malu orang tua. Ibu Niola dengan tangan terbuka bersedia menjadi ibu bagi Wulan dan menampung Wulan. Karena itulah ia sangat dekat dengan Niola yang usianya terpaut 3 tahun.

Setelah melahirkan bayi tampan, Wulan pun kian bingung karena kasihan melihat Ria, ibu Niola yang banting tulang menafkahi Niola, ia dan putranya. Hingga akhirnya Ria jatuh sakit karena kelelahan, Wulan merasakan kesedihan menyertai hari-harinya hingga ia memutuskan untuk membawa Navis putranya yang ketika itu sudah berumur 7 tahun pergi dan mencari kerja di kota lain.

5 tahun tak bertemu, Niola dan ibunya mendapat kabar bahagia bahwa Wulan dipersunting oleh duda kaya, Dicky. Meskipun sebagai istri siri, ia diberikan harta kekayaan yang melimpah. Sekarang belum genap setahun usia pernikahan mereka, Wulan dimodali usaha club malam.

"Jadi disini nyonya Wibowo dan nona Gunawan berada." Sapa Dicky pada Wulan dan Niola.

"Mas." Wulan langsung memeluk suami tercintanya.

Niola tersenyum pada Dicky. Laki-laki itu begitu baik pada Wulan, juga pada Niola.

"Niola. Sudah lama disini?" Tanya Dicky.

"Gak mas. Baru aja."

"Baru datang malah mau pergi mas dia." Sahut Wulan cemberut.

Niola menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Ka Wulan, aku ini wanita karir yang sangat sibuk."

"Wanita karir sih boleh tapi jangan lupa diri." Balas Wulan.

"Benar Niola. Oiya, kita kesana yuk, temen mas disana." Ajak Dicky.

Niola tak bisa menolak karena Wulan sudah menariknya. Mulut Niola ternganga melihat orang menjadi teman Dicky. Niola, laki-laki pujaan orang itu. Melihatnya seperti melihat laki-laki terkejam didunia Niola.

Niola pov

Kenapa mesti dia yang jadi teman mas Dicky dari sekian banyak temannya. Niola mendengus kesal menatap Frans.

"Niola, kamu disini?" Frans menyapa dengan senyum pepsodentnya.

Aku hanya tersenyum datar enggan menyapa balik.

"Niola, cobalah memikirkan cara lain untuk tujuanmu itu. "Bisik Wulan.

Aku mengernyitkan dahi tak mengerti.
"Aku juga baru tau kalo Frans kenalannya mas Dicky. Aku yang memintanya mengundang Frans."

Aku menghela nafas panjang, ka Wulan tau aku tidak suka melihat Frans malah mengundangnya.

"Rebut dia." Bisiknya lagi.

Aku tercekat mendengar saran ka Wulan. Tak pernah terpikir melakukan itu, tapi boleh dicoba sih. Menghancurkan musuhmu dengan cara mencuri miliknya yang berharga.

Ka Wulan dan mas Dicky main pergi saja meninggalkanku dan Frans untuk bertemu teman mas Dicky lainnya.

"Frans, aku gak tau kamu kenalan mas Dicky." Kataku sambil duduk disamping Frans.

"Dunia ini kecil Yol." Sahutnya.

"Kau mau minum?" Tawarnya.

Aku menggeleng, aku tidak boleh mabuk karena aku akan menyetir mobil. Tunggu, Frans minum? Gila. Diakan menyetir. Bagaimana mungkin?

Saat Frans akan menenggak minumannya, aku mencegahnya.
"Jangan mimum, kau kan menyetir."

"Kau mengkhawatirkanku?" T seraya meletakkan gelasnya,

"Eeeh,,aku hanya mengingatkan." Sahutku.

"Benarkah? Sayang sekali." Ucapnya kecewa.

Kecewa? Benarkah? Atau aku saja yang merasa kalo itu nada kecewa. Entahlah. Tapi jika benar, kenapa ia mesti kecewa?

"Kau tidak datang bersama Sheila?" Tanya Frans.

Ha? Sheila? Kenapa tiap hari aku harus mendengar namanya disebut?

Dengan tatapan jengah, aku menyahut, "Kau lihat sendiri kan dia gak ada disini."

Frans tertawa, "Iya. Jangan sewot Yol."

Aku mendelik, siapa yang sewot? Iya deang, aku bete tapi bukannya nadaku sudah kubuat supaya gak sewot, kok dia ngerasa? Apa kentara ya? Pikirku.

Dengan cepat Frans mendekatkan tubuhnya kepadaku. Aku bahkan bisa mencium bau parfum dan keringatnya dengan jelas. "Kau cemburu melihatnya bersamaku?"

Mataku membelalak kaget. What? Cemburu? No! Hmmm,,well,,yeah,,awalnya. Tapi sekarang? Kurasa tidak. Aku hanya tidak suka melihat Sheila tertawa bahagia bersama prianya.

"Yang benar saja. Mana mungkin aku cemburu melihatmu dengan Sheila. Jelas-jelas Sheila kekasihmu." Sahutku seraya memundurkan badanku.

Frans tersenyum datar dan menegakkan badannya lalu mengambil gelasnya dan menenggak habis minumannya.

"Segelas tidak akan membuatku mabuk Niola." Ucapnya kemudian.

"Dasar cowok bebal" Kataku seraya berdiri.

Frans menahan tanganku, "Mau kemana?"

"Pulang. Apalagi?" Sahutku jengah, mencoba melepas genggaman tangannya.

Frans bangun dari duduknya sehingga jarak kami sangaaaaaaat dekat.

Aku meneguk salivaku, dikeredupan lampu club Frans masih terlihat saaaaangat ........ tampan.

Kalo aja dia bukan pacar Sheila, udah aku .........

Yang baca, voment please..😁

Sorry for Loving YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang