Chapter 1

831 39 4
                                    

     Aku melamun, menatapnya yang sedang melakukan kegiatan kesukaannya di taman belakang rumah yang cukup luas. Aku duduk di bangku ini, bangku yang sama untuk 13 tahun lamanya yang aku gunakan untuk memandanginya sedang bermain futsal-hobbynya sejak umur 5 tahun-.

     "Bo Young noona! Kemarilah!" Aku tersenyum menanggapi lambaian tangannya yang menyuruhku datang kepadanya.

     Aku mengangguk sekali kemudian melepaskan mantel hangatku dan bangkit berdiri dari bangku kayu ini, menghampirinya dengan senyum tulus yang tak pudar dari wajahku. Aku tau pasti ia akan mengajakku bermain bersamanya.

     "Ayo, temani aku bermain!" Benar 'kan? Ia terlihat sangat antusias, seperti biasanya. Aku berlari kecil menuju dirinya, lalu menepuk punggung lebarnya pelan.

     "Kau ini, ingatlah umurmu," Aku terkekeh pelan sambil menatap wajahnya, ia ikut terkekeh. "Kau sudah berumur 18 tahun, tapi masih saja seperti bocah, hm?"

     Ia mengerutkan dahinya, menatap mataku dalam, tapi sepertinya itu adalah tatapan.. mengejek?

     "Noona juga, sudah umur 20 tahun tapi masih mau menemaniku bermain, iya 'kan?" Sekarang berbalik aku yang mengerutkan dahi.

     'sial, ada benarnya juga.' seakan mengetahui pikiranku, telunjuknya mencolek hidungku kemudian ia tertawa lepas. Dan aku hanya bisa mendengus pelan menanggapinya, huh, ia sangat pintar dalam membalikkan kata-kataku.

     "Noona! Ambil ini!" Ia mengoper bola futsalnya padaku sambil tertawa, aku selalu ikut tersenyum melihatnya tertawa seperti itu.

     "Ambil ini, Hyungsik!" Aku balas menendang bola agak keras ke arahnya. Refleks aku menutup mulutku dengan telapak tangan melihat bola itu meluncur dengan sukses mengenai pahanya, astaga! hampir saja! Jika bola itu agak ke tengah sedikit maka masa depannya hancur sudah.

     Hyungsik terlihat kaget dan lega pada saat yang bersamaan, otomatis ia langsung mengelus-elus pahanya sendiri sambil meringis kecil.

     Aku berlari menghampirinya, "Sakit kah?" Aku menatapnya khawatir, melirik pahanya yang terus ia elus itu.

     Mimik mukanya menunjukan bahwa ia merasa sangat kesakitan, aku semakin kalut dan khawatir. Menggigit bibir bawahku pelan, "astaga bagaimana ini-"

GREBB

     Mataku membesar saat sebuah tangan tiba-tiba menarik pinggangku dan kepalaku membentur sesuatu yang bidang tapi empuk, aku juga mendengar kekehan adikku.

     Aku mendongakkan kepala, menatap wajahnya yang seakan-akan puas karena sudah menjahiliku, aku mendecih pelan lalu balas memeluknya.

     "Noona.." Ia mengelus punggungku pelan.

     "Hmm?" Aku memejamkan mataku, ah, nyaman sekali berada di pelukannya.

     "Kau bodoh." Refleks aku membuka mataku dan menatapnya tajam, mengerutkan dahiku, tidak terima dikata bodoh. "Apa?"

     "Kau sudah tau kan adikmu ini sangat kuat, mana mungkin hanya terkena bola seperti itu saja aku sudah kesakitan. Kau tau kan tulang paha itu tulang paling kuat-" Aku mengusap kasar wajahnya, dia cerewet sekali. Hyungsik melotot tidak terima padaku.

     "Kau ini lelaki, cerewet sekali." Aku menatapnya datar. "Aku cerewet kan penyakit turunan dari noona." Ia menjulurkan lidahnya mencibirku.

PLETAK!

     "Yakk! Eish, noona!" Hyungsik menatapku kesal sambil mengusap pucuk kepalanya yang ku jitak barusan. Aku hanya tertawa melihatnya.

     "Lagian kau ini, mengalah lah pada noonamu yang imut ini. Kau selalu saja menyangkalku, membalikkan omonganku-"

CHUP!

     Ucapanku terputus saat Hyungsik tiba-tiba mencium keningku dengan penuh kasih sayang, aku meliriknya bingung, kemudian tersenyum saat ia menjauhkan bibirnya dari keningku. "Dasar, kau sendiri juga cerewet, berkacalah." Ia membenturkan pela dahinya dengan dahiku lalu tertawa setelahnya.

     Aku hanya bisa mengaduh dan menatapnya sinis, ternyata ia sebaliknya, menatapku dalam sambil mengusap pipiku lembut dan aku balas menatap mata indahnya.

     "Noona.."

     Aku hanya diam tak menjawabnya dan terus menatap dalam matanya.

     "Aku menyayangimu, sangat."

     Ia sangat tulus mengatakannya, "Aku tau," Aku tersenyum bahagia, lalu diam menunggu ia menyelesaikan ucapannya.

     "Walaupun aku adikmu, aku akan selalu melindungimu, noona."

     "Tapi aku kan kakakmu, seharusnya—"

     "Tak apa, kau itu perempuan, aku sudah besar dan badanku juga lebih besar darimu. Lagipula aku laki-laki," Ah, rasanya seperti ingin menangis saja, adikku sudah dewasa.

     Ia tersenyum lembut setelahnya, "Tenang saja, aku tidak akan pernah meninggalkanmu."

     "Kau yakin?" Aku memberinya tatapan menyelidik sambil mengeratkan pelukanku di pinggangnya.

     "Demi apapun, aku berjanji. Apa perlu aku bersumpah?" Oh, ia sangat serius saat ini. Aku langsung menggelengkan kepalaku kuat-kuat.

     "Tidak, tidak perlu. Itu sudah cukup." Aku tersenyum bahagia, jujur aku merasa bersalah mendengarnya karena seakan aku tidak bisa menjaga adikku satu-satunya ini.

     Namun aku juga sangat terharu mendengarnya. Aku sangat berterima kasih pada Tuhan karena telah memberikanku adik seperti Hyungsik, yang rasa sayangnya sangat besar bahkan seperti melebihi kasih sayangku sendiri padanya.

     "Aku menyayangimu, adikku, Hyungsik." Aku memeluknya erat-erat seakan-akan ia bakal menghilang sebentar lagi seperti Goblin.

     'Jangan pernah meninggalkan noona, jangan pernah.'









tobecontinue.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 14, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Noona..Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang