'Tik-tok tik-tok tik-tok'
Suara detak jarum jam menggema di sebuah ruangan kosong. Hening yang mencekam menyesakkan. Ia disana berdiri sendiri, menangis. Tanpa suara.
'Pergi kau! Aku tak ingin melihat wajahmu lagi!'
'Apa maksudmu menyuruhku pergi? Apa salahku?'
'Kita hentikan saja semuanya disini. Selamat tinggal, Riley.'
Ia teringat kejadian tadi, saat semuanya berakhir. Hubungan yang telah mereka jalin selama hampir tiga tahun kandas tanpa alasan yang jelas.
Erick telah memutuskannya tanpa persetujuan darinya. Dan disinilah dia sekarang menagis dalam diam, dirumahnya yang hanya ditinggalinya sendiri.
'Aku tak ingin berakhir seperti ini. Aku masih mencintainya.' pikirnya.
Riley pergi kekamarnya dan naik ketempat tidurnya, lalu ia membenamkan wajahnya di bantal dan menangis sampai tertidur.
.
.
.
Riley terlambat bangun hari ini. Padahal sekarang hari Senin dan dia harus cepat datang ke sekolah.Ia lalu berberes rumah sebentar lalu mandi.Ia memandangi wajahnya di kaca kamar mandi. Mata birunya sedikit membengkak. Hidung mancungnya memerah, bibirnya sedikit pucat, dan rambut coklat kehitaman yang berantakan. Ia lalu mandi dan memperbaiki penampilannya.
Selesai mandi ia bersiap ke sekolah. Tampilannya sudah lebih segar sekarang. Dan ia siap berangkat ke sekolah.
Ia menunggu Erick seperti biasa sampai akhirnya ia tersadar mereka sudah berakhir kemarin.
Riley dan Erick sudah berpacaran selama hampir tiga tahun sejak mereka kelas 3 SMP. Sekarang mereka duduk dibangku kelas 2 SMA. Mereka satu sekolah saat SMP dan SMA. Dan saat ini mereka sekelas.
Dengan keadaan mereka yang sudah putus ini semuanya pasti akan terasa canggung. Biasanya mereka sering pergi sekolah bersama, namun hari ini tidak, mereka sudah berakhir.
Riley berangkat ke sekolah sendiri. Ia memutuskan untuk berjalan kaki karena jarak rumahnya tidak terlalu jauh dari sekolah.
Ketika sampai dikelas, ia langsung mendudukkan dirinya dikursinya. Erick belum datang.
Lalu seseorang datang, ia adalah sahabat Riley. Namanya Jane.
"Hey Riley, kenapa kau berangkat sendiri? Tidak dengan Erick?" tanyanya.
"Hey Jane. Kami sudah berakhir kemarin." ujar Riley.
Jane tampak terkejut. Dan Riley pun curhat padanya pagi itu. Begitu ia selesai bercerita ia melihat Erick memasuki ruang kelas dan menatapnya sebentar lalu memalingkan wajah.
Hati Riley terasa pedih. Ia merasa ingin menangis. Jane yang melihat matanya berkaca-kaca menggenggam tangannya menenangkan. Ia lalu tersenyum dan mulai mengeluarkan buku pelajarannya untuk mengalihkan pikirannya dari Erick.
.
.
.