Dunk shot

941 78 1
                                    

Malam dingin menyelimuti tubuhku yang tak bisa tidur, tanganku bergerak mengambil bendak persegi panjang yang sangat berguna, layarnya mulai terlihat terang membuat mata sembabku menyipit, tanganku dengan lihai mulai mengetik beberapa kalimat dan mengirimnya.

Tak lama orang yang kukirimi pesan meneleponku, bibirku sedikit terukir senyuman. Dia memang bisa di andalkan..

"(Y/n) kau gila eoh! Kenapa malam-malam gini kau menyuruhku datang kerumahmu dan membawa beberapa cemilan???" Tanyanya dengan ocehan yang terus keluar dari sana.

"Malam apanya, masih jam 10 malam bodoh, cepatlah eomma dan appaku pergi menjenguk nenekku kau tau aku takut sendirian!"

"Adikmu kemana?"

"Dia sudah tidur."

"Ah kalau kau bukan sahabatku tak akan aku merelakan diriku yang tampan ini pergi malam-malam.."

"Hah terserah kau saja Jun, cepatlah kemari!." Jawabku yang akhirnya ia tutup.

Aku menunggunya sembari menyalakan televisi dengan lampu yang sengaja ku nyalakan semuanya, agar tak ada sesuatu yang mengejutkanku seperti hantu..

Aku terus melirik jam dinding besar di depanku, sudah 15 menit aku menunggu lelaki bertubuh tinggi itu namun tak kunjung datang, padahal rumahnya hanya terhalang beberapa rumah dari rumahku.

"Ah anak itu lama seka.."

"(Y/N) BUKA PINTUNYAAAA!!!" Teriak Jun sembari terus menyalakan bel.

Aku berlari membukakan pintu, tampak Jun yang memakai hoodie kebesaran dengan wajah masam juga kedua tangan yang penuh dengan keresek besar berisi makanan membuatku tersenyum senang.

"Senang sekarang eoh, kenapa tidak menjawab teleponku?"

"Handphoneku tertinggal di kamar, tunggu aku akan mengambil Handphoneku dulu." Jawabku dengan cengengesan dan sedikit berlari membawa Handphoneku.

"Kau menangis?" Tanyanya sembari menidurkan dirinya di sofa dan melihatku yang kembali sembari mengecek Handphone.

"Eoh."

"Kenapa?"

"Aku di tolak lagi." Jawabku dengan tertunduk lesu.

Seketika tawa Jun pecah, tawanya yang kencang memenuhi ruangan ini. 'Seharusnya aku tak membicarakan ini sial..'

"Sudah yang ke hmm 5?" Ucapnya dengan sedikit menghitung menggunakan jarinya.

"Sebenarnya 7." Jawabku meralat ucapannya..

"Hahaha 7 kali kau di tolak.." Ucapnya kembali tertawa.

Aku mendengus kesal dan menatap sinis wajahnya, rasanya ingin ku bunuh saja lelaki di depanku ini.

"(Y/n) kau wanita paling kuat, aku akui itu haha sungguh hahaha." Ucapnya lagi tanpa berhenti tertawa.

"Sudahlah diam, aku menyesal membicarakannya denganmu." Ucapku sembari membuang wajahku darinya dengan memilih memakan snack yang kini di depanku.

"Tapi siapa lagi yang menolakmu?" Tanyanya terlihat penasaran.

"Kau tau Choi Seungcheol kakak kelas kita dulu?" Tanyaku yang di jawab anggukan olehnya.

"Aku dekat dengannya dan ya aku mengatakannya." Jawabku santai.

"Bagaimana bisa kau menjawab santai padahal matamu sembab seperti itu?" Tanyanya lagi sembari membuka beberapa minuman.

"Aku hanya meratapi nasibku." Jawabku kembali lesu.

Jun kembali mengangguk, "Nasibmu memang miris, sekalinya pacaran hanya satu bulan."

"Jangan mengejek." Ucapku sembari melempar botol colla yang sudah kuminum setengah.

Dia masih tertawa melihatku yang tampak bodoh malam ini..

"Ngomong-ngomong (y/n)." Ucapnya tertahan.

"Apa?"

"Kau kan selalu menyatakan perasaanmu dengan orang yang sudah dekat denganmu." Ucapnya kembali tertahan oleh minuman yang ia teguk.

"Kenapa kau tidak menembakku?" Lanjutnya membuatku tersedak.

"Kau gila?"

"Ani."

"Lalu?"

"Jika kau menembakku dengan 'dunk shot' dan 'ppak' aku akan menerimanya dengan senang hati." Jawabnya dengan sesekali tersenyum memamerkan giginya yang rapi.

"Becanda.." Ucapku mencoba mengabaikan ucapannya.

"Aku akan membuktikannya" Ucap Jun sedikit bergeser mendekatiku membuatku sedikit menggeser jauh.

"Buktikan apa?"

"Membuktikan kalau sebenarnya kita memendam perasaan masing-masing." Ucapnya membuatku kebingungan.

"Apa maks.." Ucapanku terpotong saat bibirnya yang basah kini menempel tepat dengan bibirku, mataku mulai menutup saat merasakan bibirnya mulai bergerak perlahan.

Aku hampir tak bisa bernafas hingga tautan kami berakhir..

Terlihat Jun yang tersenyum kaku sembari menatapku, berharap aku tak memarahinya atau mengusirnya, tapi kurasa detakan jantungku yang mulai lebih cepat dari biasanya. Apa ini efek samping dari ciuman?

"YAK KAU GI.."

"Aku menyukaimu (y/n)." Lirihnya namun masih terdengar jelas olehku.

"Apa?" Tanyaku.

"Semenjak kau terus menceritakan nasib burukmu." Jawabnya sembari menggaruk tengkuknya.

"Ku pikir aku hanya merasa kasihan padamu, tapi semakin lama aku sadar itu bukanlah rasa kasihan karena kita sahabat." Lanjutnya dengan selingan senyuman.

"Jadi ayo kita memulainya dari awal." Ucapnya lagi, hatiku kembali bergetar mendengar ucapannya..

"Eung.. baiklah akan ku coba .." Ucapku membuat mata Jun semakin berbinar.

"Benarkah??"

Aku hanya mengangguk, seketika dia memelukku..

"Terima kasih." Lirihnya aku hanya mengangguk dan tersenyum.

"Pulang sana!" Ucapku saat tak sengaja mataku melihat ke arah jam.

"Ani, aku akan menginap." Jawabnya.

"Yak pulang ke rumahmu sanah!!" Ucapku kembali menari hoodienya.

"TAK MAU, KYYAAK JAEWOO YA HYUNG DATANG!!" Teriaknya dengan berlari menujur kamar adikku yang memang tak pernah di kunci karena aku yang suruh.

Aku hanya menggelengkan kepala dan beranjak dari sofa itu menuju kamarku.
Ku pikir kita sama-sama sudah dewasa dan mengerti satu sama lain, kurasa memang hanya Jun yang mengerti bagaimana perasaanku dari dulu, dan semoga dia benar-benar bisa di andalkan.






FIN.




Makasih sudah membaca imagine ini 😙😙😙😙😙😙
gak ada ide huhu maafin kalau gak jelas 😭😭😭😭
Yuk di baca imagine member lainnya di mydiamondlifestory 😙😙😙

IMAGINE / JUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang