Delapan

195 92 90
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul 06:00 pagi, sejam lagi pesawat mereka bertiga akan terbang ke angkasa. Di dalam ruang tamu rumahnya, Milea mondar-mandir kesana dan kemari. Sudah jam 06:00, tapi Fahira belum juga menjemputnya. Padahal, Fahira janji akan menjemput Milea jam 05:00 pagi, Milea merasa sangat bosan menunggu seperti ini, bisa dibilang dia sangat benci menunggu, mungkin semua orang juga sama seperti dirinya.

"Dasar kotorannya kuda!"Gerutu Milea.

Ting Tong!
Suara bell rumah Milea berbunyi tidak lama kemudian terdengar suara pintu dibuka. Krikk.

"Ya ampun lo lama amat jemput gue. Hampir aja gue ke bandara sendiri" celoteh Milea saat melihat Fahira di depannya tersenyum kikuk.

"Maaf gue kesiangan tadi. Terus sopir Papa lama banget jemputnya." Ucap Fahira kikuk.

"Udah gak usah lo jelasin. Ayo buruan! Nanti malah ketinggalan pesawat lagi." ucapnya sambil menyeret koper berwarna putih.

"Eh ngomong-ngomong si Damar mana? Kok gak kelihatan batang hidung sampai akarnya."

"Dia tadi ngedm gue katanya langsung ke bandara."

"Oke. Bagus juga dia lelaki bangunnya pagi."

"Emangnya elo ratu molor!" Milea menjitak halus kepala sahabatnya itu.

20 menit kemudian mereka udah sampai di bandara. Sopir pribadi Fahira ingin menurunkan koper milik mereka berdua, tetapi Milea menolak karena merasa merepotkan.

"Enggak usah Mang, biar saya sendiri saja yang bawa kopernya." ucap Milea pada sang sopir.

"Enggak apa kok neng. Mamang bisa kok. Kan kasihan si eneng berat." jawab sopir ramah.

"Ringan kok mang, cuman ginian juga kok." ucapnya sambil nyengir kuda.

"Kalau gitu Mamang pulang dulu ya neng. Selamat berlibur. Non Fahira jaga diri di sana ya." Pesan Mamang pada Fahira.

"Iya mamang makasih ya. Hati-hati di jalan." Ucap Fahira pada sang sopir, sementara Milea tersenyum manis.

Lalu Damar nyamperin mereka berdua dan mengambil koper milik Milea lalu membawakannya.

"Loh kok koper gue gak lo bawain juga?" protes Fahira.

"Idih manja banget sih lo. Bawa aja sendiri bisakan." jawab Damar membuat Fahira kesal.

"Udah jangan berantem mulu. Damar gue bisa kok bawa koper gue sendiri." Sanggah Milea.

"Enggak apa kok Mile gue aja yang bawain." Ucap Damar santai.

Akhirnya Milea hanya manggut-manggut menuruti keinginan Damar. Merekapun segera masuk ke dalam pesawat. Milea duduk disamping Damar sedangkan Fahira duduk didepan mereka.



**
Sementara itu, di kursi tunggu bandara, ada sepasang mata yang tak henti memperhatikan tiga remaja di hadapannya. Sorot matanya sangat tajam, tanggannya mengepal dan rahangnya seketika mengeras. Dia sangat marah melihat gadis pujaan hatinya dekat dengan pria lain. Dia sangat iri dengan pria yang saat ini berdiri di hadapannya tersebut. Dia bisa melihat kalau pria itu menyukai gadis pujaannya.

Namun, seketika terbesit rasa iri dalam lubuk hatinya. Dia begitu iri dengan pria tersebut. Bukan karena pria itu lebih kaya atau lebih tampan dari dirinya. Bukan itu. Dia hanya iri pria itu bisa dekat dengan gadis yang ia damba-dambakan. Pria itu bisa bersenda gurau sesukanya bisa, bisa melihat wanitanya dari jarak yang sangat dekat. Sementara dirinya hanya bisa memandang dari kejauhan.

"Sial!!" ucapnya yang dihadiahi tatapan sinis orang-orang. Namun dia tidak perduli. Baginya mereka hanya sampah yang suka mencampuri urusan orang lain. Mereka hanya segelintir dari orang-orang yang selalu memperhatikan orang dengan cara berlebihan. Mungkin kalau saja mereka tau siapa dirinya mereka akan tunduk tidak berani menatap wajahnya.

WHATEVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang