Keesokan harinya Ten sudah tidak menemukan Taeyong. Seingatnya semalam Taeyong masih di dalam apartemennya sebelum ia mengantuk dan memutuskan tidur duluan.
Ia menjalani aktivitasnya kembali dengan pikiran yang tak karuan. Ia sendiri tak tahu kapan ia akan bertemu Taeyong lagi. Hal yang terpenting adalah ketika ia bertemu Taeyong nanti, ia sudah punya jawaban.
Ia sendiri tak mengerti mengapa bisa percaya pada Taeyong. Bagaimana kalau pria tampan itu jelmaan setan yang suka menghasut orang berbuat maksiat? Oke, itu berlebihan. Ten hanya yakin bila ia menolak takdir itu, sudah pasti Taeyong akan terus menjadi seperti hantu.
Hanya saja ia tak pernah berpikir untuk melakukannya dengan laki-laki dan apa yang akan terjadi bila Taeyong sudah kembali menjadi manusia?
****
Ten tak bertemu Taeyong selama tiga hari. Selama itu pula ia selalu memikirkannya.
"Young, bagaimana menurutmu soal menjadi gay?" tanya Ten tiba-tiba saat mereka menunggu pesanan makan siang.
"Kenapa tiba-tiba tanya seperti itu?"
"Jawab saja bunny!"
"Jangan-jangan kau seperti orang gila belakangan ini karena orientasi seksualmu menyimpang?" Doyoung bertanya agak berbisik.
"Ku bilang jawab saja! Katanya kau siap menjadi tempatku bercerita?"
"Baiklah, ku kira tak masalah. Yang penting kan saling mencintai. Oya, asal ..." Doyoung menggantung kalimatnya.
"Asal apa Young?" Ten tak sabar mendengarnya.
"Asal kau tak menyimpang karena naksir padaku" lanjut Doyoung.
"Plak!"
"Akh! Sakit Ten"
Ten baru saja menggeplak kepala Doyoung."Mana mungkin aku naksir padamu"
"Kalau begitu, kau benar-benar naksir laki-laki?"
"Mungkin ... Aku masih normal Young, dia juga normal. Aku merasa cukup nyaman dan tertarik padanya. Tapi aku tak tahu apa dia bahkan tertarik padaku" Ten menjelaskan dengan suara pelan dan menunduk. Doyoung meraih jemari temannya itu dan menggenggamnya.
"Astaga Ten, kau jangan menangis. Aku bisa malu lagi" Ten meremas jemari Doyoung dengan kencang dan melepaskannya.
"Aw! Kau agresif sekali hari ini!"
"Kau bercanda terus sih" ujar Ten.
"Aku hanya membantumu agar tidak sedih Ten. Menurutku kau harus memastikan perasaanya padamu sebelum kau terlanjur jatuh cinta padanya. Oya, siapa orangnya?" Doyoung menaik-turunkan alisnya.
"Terimakasih temanku yang tidak mau aku bersedih! Mungkin kau benar Young. Dan orangnya adalah pria yang aku gambar waktu itu" jawab Ten.
"Heol? Kau sudah berkenalan dengannya? Tapi gambar itu terasa terlalu berlebihan Ten. Apa ia seorang idol? model? aktor? bisa kau tunjukkan fotonya?" Doyoung kembali menjadi dirinya yang cerewet.
"Ya kami sudah saling bicara tapi dia ... Orang biasa Young, bukan selebriti dan aku tak punya fotonya" Ten sedikit bersedih mengingat Taeyong bahkan tak bisa ditangkap oleh lensa kamera.
"Tapi dia memang tampan" Ten menambahkan. Meski dalam hati Ten tidak yakin apakah Taeyong akan tetap berwujud seperti itu saat menjadi manusia. Bagaimana kalau ia jadi kakek-kakek? Oh, pikiran jelekmu Ten.
"Kalau begitu lain kali kau harus meminta fotonya Ten. Atau kau mau mengenalkannya padaku?" ujar Doyoung.
"Biarkan aku memastikan hubungan ku dengannya dulu Young" jawab Ten.
"Baiklah, aku tak akan memaksamu. Kau harus tetap semangat oke?" Doyoung menepuk kepalanya. Membuat Ten kembali tersenyum cerah. Tak ada salahnya bercerita pada temannya itu.
****
Malam ketika Ten pulang kerja di hari ke empat ia berdiri di taman depan apartemennya. Berkali-kali menarik dan menghembuskan napasnya.
"Taeyong... Taeyong-ssi aku ingin bertemu" ujar Ten. Ia hanya coba-coba, siapa tahu berhasil mengingat Taeyong selalu bisa menemukannya.
Ia merasakan salju turun lagi untuk kesekian kalinya hari ini. Ketika ia berkedip sosok yang dipanggilnya sudah ada dihadapannya. Tanpa sadar Ten tersenyum manis melihatnya. Taeyong sedikit salah tingkah melihat pria mungil yang tersenyum lebar dihadapannya. Cantik sekali.
"Wae? Bisakah kau memanggilku tanpa formalitas seperti itu" tanya Taeyong.
"Ah, Taeyong ..."
"Panggil aku Hyung, aku lebih tua darimu" potong Taeyong.
"Baiklah, Taeyong hyung. Aku ingin bertanya. Emm ... Apa ketika kau jadi manusia kau akan berubah wujud?" Ten bertanya pelan, agak takut sebenarnya. Taeyong mengernyitkan dahinya.
"Entahlah, memang kenapa? Aku bahkan tak tahu wajahku sekarang seperti apa, bayangan saja aku tak punya. Aku hanya mengira aku masih sama saat terakhir kali aku hidup, kecuali rambutku" jawab Taeyong sedikit sebal mengingat ia tak tahu rupanya sendiri seperti apa. Ah, andai Taeyong tahu betapa tampannya dirinya itu.
"Ti-tidak apa-apa hyung, aku kira kau akan tahu" ujar Ten berbohong. Padahal ia selalu memikirkan kemungkinan terburuk tentang Taeyong menjadi manusia.
"Apa kau sudah memutuskan pilihanmu?" kini Taeyong yang bertanya.
"Eh? Aku sudah memikirkannya. Tapi bolehkah aku memastikan sesuatu?" Ten menatap Taeyong dengan mata penuh permohonan. Membuat Taeyong mengangguk.
"Apa yang hyung rasakan padaku?" tanya Ten melanjutkan. Taeyong mengeryitkan dahinya.
"Kau ... membuatku kembali merasa hidup. Ada yang melihatku, mendengarku, dan bisa menyentuhku" jawab Taeyong jujur. Bukan jawaban yang diinginkan Ten. Tapi tak bisa dipungkiri, Ten merasakan pipinya menghangat meskipun ia masih di luar ruangan.
"Taeyong hyung, kalau kau jadi manusia apa kau akan mencari wanita untuk kau kencani?" Ten hanya ingin memastikan bagaimana nasibnya kelak.
"Entahlah ..." jawab Taeyong.
"Jawabanmu ambigu!" Ten menghentakkan kakinya.
"Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan Ten. Kalau kau tidak menginginkanku aku bisa apa?" ujar Taeyong. Ten menatapnya tak percaya.
"Maksud hyung?"
"Kita ditakdirkan untuk bersama Ten. Tapi kita tak akan pernah tahu apa yang terjadi nanti. Selama kita bisa bersama untuk apa aku mencari orang lain yang jelas-jelas bukan takdirku" jelas Taeyong panjang-lebar.
"Kau bisa janji padaku? Kau tidak akan meninggalkanku setelah aku menyerahkan diriku padamu kan?" Ten menatap Taeyong penuh harap. Taeyong mendekat dan memegang bahu Ten.
"Aku janji" Taeyong meremas bahu Ten pelan, seolah meyakinkannya.
Pandangan mereka terkunci satu sama lain. Binar indah muncul dimata Ten ketika ia kembali tersenyum manis.
"Aku milikmu, hyung" Ten berkata pelan, masih tersenyum.
Taeyong yang masih memegang bahunya membalas senyuman manis itu dengan menyatukan bibir keduanya.
END
Vote&comment juseyo 😚
KAMU SEDANG MEMBACA
When it Snow (Taeten)
FanfictionAda yang aneh ketika Ten hampir menjadi korban kecelakaan. Bagaimana ia bisa selamat dalam situasi sesempit itu? dan siapa identitas penyelamatnya?