Ten mengeratkan coat yang dikenakannya ketika berjalan menyusuri trotoar di Gangnam. Sedikit menyesal mengapa ia memilih ke Korea Selatan pada bulan Desember? Saat musim dingin tiba dan tubuhnya yang terbiasa di negara tropis harus berjuang keras untuk beradaptasi.
Ingin rasanya ia tak keluar kamar, tetapi ia datang ke negara ini untuk bekerja. Sekarang ia hanya bisa merutuki dinginnya salju yang turun di malam yang cukup larut ini.
Ia tak membawa payung dan berjalan sambil menunduk. Langkah kakinya ia percepat, meskipun ia sedikit khawatir akan terpeleset salju.
Dari arah lain sebuah mobil melaju dengan cepat, tapi ada yang aneh, mobil itu berjalan agak zig-zag.
"Oh My God!" mata Ten menyipit melihat lampu mobil itu dan ia berusaha menghindar. Meski dalam hati ia pikir ia akan mati saat itu juga.
"Braakk!"
"Ouh!" Ten membuka matanya, badannya tak terasa sakit sama sekali dan ia merasakan tubuhnya diletakkan di tanah.
Ia mendongakkan wajahnya dan melihat seorang pria berambut putih menyerupai salju dengan wajah yang luar biasa tampan.
Pria itu sedang melihat mobil, yang hampir menabraknya yang kini justru menabrak pagar sebuah rumah.
Dari dalam mobil keluar seorang lelaki paruh baya yang kemudian tersungkur tanpa luka, sepertinya ia mabuk berat.
Seperti sedang memastikan keadaan si pengendara, pemuda berambut putih itu kemudian membalikkan badan hendak pergi.
"Tunggu!" teriak Ten.
Sementara yang dipanggil hanya diam, tidak berbalik sama sekali."Aku belum berterimakasih padamu" ujar Ten seraya berdiri dari keterkejutannya, hendak mendekati pria itu.
"Sama-sama" jawab pria itu cepat.
"Aku sedang buru-buru, harus segera pergi sekarang" ia menambahkan sambil berlalu.
Meninggalkan Ten yang tampak kebingungan melihat pria itu ternyata bertelanjang kaki. Di malam bersalju seperti ini?
"Tuan? kau baik-baik saja?" samar-samar Ten mendengar si pemilik rumah -yang pagarnya tertabrak- keluar dan menolong si pengendara mabuk.
Sementara Ten yang ada di seberang jalan masih sibuk mencerna apa yang baru saja terjadi.
Tadi ia berjalan di sisi kanan jalan, dan sekarang ia di sisi kiri jalan.
Bagaimana ia bisa berpindah secepat itu? Kemudian ia memandang jalan yang sepi itu, yang anehnya dilapisi es, mirip seperti lantai seluncur. Padahal sepanjang jalan yang lain hanya tertutup salju.
Reflek, Ten meremas jemarinya sendiri. Tubuhnya yang sudah kedinginan semakin merinding.
"Jangan berpikir macam-macam Ten, setidaknya kau masih hidup sekarang" Ten bermonolog seraya pergi meninggalkan TKP dengan langkah tergesa. Meski tanpa sadar matanya mulai berair ketakutan.
***
Di atas atap sebuah rumah si pria memerhatikan si pemuda mungil yang berjalan tergesa dan gerak-geriknya.
Ia mendongakkan kepalanya, mata besarnya menatap bulan purnama di langit.
"Apakah dia orangnya?" tanyanya lirih.
"Cih, ku pikir seorang wanita cantik. Setelah sekian lama menunggu yang ku dapat adalah lelaki? Kenapa kau sekejam itu?"
segini dulu 😅
Tahulah es-esnya itu terinspirasi dari cerita apa 😋
lanjutannya akan dipublish kalau ada yg berminat
So comment & vote please 😆
KAMU SEDANG MEMBACA
When it Snow (Taeten)
FanfictionAda yang aneh ketika Ten hampir menjadi korban kecelakaan. Bagaimana ia bisa selamat dalam situasi sesempit itu? dan siapa identitas penyelamatnya?