1

17 4 5
                                    

"Bu Rani! Bu Rani! Bu Rani dateng! Duduk!" Teriak siswa bernama Rahma dari depan pintu kelas sambil ketika melihat keberadaan Bu Rani yang terletak kira-kira 30 meter dari kelas. Rahma melangkahkan kaki menuju bangkunya karena Bu Rani sudah berjarak lebih dekat dari sebelumnya.

Bingung? Bagaimana Rahma bisa melihat keberadaan Bu Rani dari jarak yang bisa dibilang jauh? Bu Rani adalah guru yang impossible untuk tidak terlihat. Dengan badan yang bulat dan cukup besar-if you know what I mean.

"Halah, masih lama tu orang sampe sini, kan Bu Rani kalo jalan lama," celetuk cewek lainnya dengan wajah yang benar-benar datar. Celetukannya berhasil mengundang tawa siswa di kelas XI-IPA 5.

"Anjir... Thaya, ngakak sumoil," Nadira menyahut sambil tertawa tanpa suara. Tidak kuat untuk tertawa lebih. Sumoil itu adalah kata kata yang hanya dimengerti oleh anak kelas XI 5. Arti sebenernya sih sumpah, tapi anak anak XI 5 memplesetkan sehingga terbentuklah kata sumoil.

Anak-anak di kelas sering memplesetkan kata-kata menjadi kata yang jarang atau mungkin tidak dimengerti banyak orang. Ceritanya panjang.

Thaya yang awalnya bermuka datar tiba-tiba berubah 180 derajat. Wajah yang awalnya datar cuek bebek tiba-tiba terhias senyum tipis. Aneh.

"Well, by the way anyway busway, eeeh? Apaan dah panjang banget, hehe. Guys... gue mau ke kamar mandi dulu, oke?" izin cewek yang dipanggil Thaya itu kepada seisi kelas sambil berjalan keluar kelas. Senyum tipis and aneh masih terhias di wajahnya.

Thaya melangkahkan kaki keluar kelas sambil senyum-senyum sendiri. Tentunya tidak lupa dengan gaya-gaya tebar pesona seperti biasa. Kelas kembali ramai bak pasar malam di tengah tengah sekolah.

Tidak lama kemudian...

Tok. Tok. Tok.

Seisi kelas XI 5 menoleh ke arah pintu yang masih tertutup. Sekali tebak, semua anak di kelas pasti berpikiran sama yang mengetuk pintu adalah Bu Rani. Tapi...

"Selamat pagi, anak-anak," kata Thaya menirukan logat medok jawa Bu Rani. Tidak lupa dengan ekspresi senyum unjuk gigi peps*dent.

Seisi kelas menatap Thaya tajam dan bersiap-siap mengambil senjata dari dalam lokernya masing-masing. Sang ketua kelas memberikan aba-aba. Thaya segera menunduk karena mengetahui apa yang akan dilakukan teman-teman sekelasnya.

"Satu... Dua... Tig-," bola-bola kertas berjatuhan dengan indahnya mengenai kepala seseorang. Tentunya orang itu bukan Thaya. Tapi... Siapa? Lantas seisi kelas menatap dari bawah makhluk itu hingga ke atas. Ternyata, Bu Rani!

"Weh, Bu Rani," kata Rahma.

"Apa yang kalian lakukan kepada saya?!" Tanya Bu Rani tajam sambil menatap satu persatu murid-muridnya.

Thaya segera menuju ke kursinya dengan santai kayak di pantai karena sadar dirinya masih berada di depan pintu. Lebih tepatnya, tidak ingin berada di jarak radius kurang dari 3 meter dari Bu Rani. Itu berbahaya.

"Haduh apaan dah Ibu bahasanya? Udah deh bu, jangan marah-marah ntar gak dapet jodoh lagi," sahut Thaya.

"Thaya, kamu keluar kelas sekarang!" Perintah Bu Rani kepada Thaya. Thaya yang tadinya menunduk melihat ke arah meja sekarang mendongak menatap Bu Rani.

"Sampe kapan, Bu?" Tanya Thaya.

"Sampe pelajaran selesai, Thaya sayang." Jawab Bu Rani dengan senyum yang sengaja dipaksakan.

Thaya langsung mengambil buku tulis dan buku cetak biologinya. Dia segera melangkahkan kakinya dengan berat hati keluar kelas dan duduk di pojokan koridor yang tampak sepi.

Thaya jengkel setengah mati kepada Bu Rani. Kenapa gue yang dihukum sih, pikirnya. Jelas aja Thaya jengkel, kan yang melempar Bu Rani dengan kertas bukan Thaya. Ha.

Akhirnya cewek itu memutuskan membaca materi biologi tentang sistem ekskresi.

"Jantung, paru-paru, kulit, hati," gumam Thaya. Dia sih udah jago dibidang biologi, jadi meskipun Thaya gak belajar, dia udah pasti bisa deh. Ingatannya itu jangka panjang.

Thaya bosan. Novelnya tertinggal di kelas. Coba kalau Thaya membawa novel, pasti cewek itu tidak akan bosan seperti sekarang. Dia tidak melakukan apa-apa. Akhirnya, Thaya memutuskan untuk tidur, lumayankan tidur tanpa diganggu guru.

Cewek itu memejamkan matanya. Dalam dan dalam. Hingga ternyata dia sudah terjebak di alam mimpi.

Tiba-tiba ada yang menepuk pipinya. Tapi Thaya tidak bergeming dari tidurnya. Dia hanya diam. Hingga makhluk itu bersuara.

"Heh, bangun lo!" Thaya tersentak kaget. Dilihatnya orang yang membangunkannya. Seorang cowok.

Thaya tetap diam, namun dia terbangun. Cowok itu menatap manik mata Thaya dan selanjutnya ke bibir Thaya. Thaya yang sadar akan hal itu langsung menggigit bibirnya takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Cowok itu maju selangkah. Thaya menyeret badannya yang masih duduk di lantai itu mundur satu langkah.

"Ngapain lo?" Tanya cowok tersebut dengan nada sarkastik. Selanjutnya mengambil selembar tissue dari saku kemejanya. "Iler lo kemana-mana? Usap pake tissue ini di kamar mandi," Thaya menatap cowok yang ada di depannya dengan tatapan datar.

Thaya melihat cowok itu bingung dan bergantian melihat tissue. Cewek itu segera meninggalkan cowok yang masih setia duduk di pojok koridor tanpa mengambil tissuenya. Thaya risih dengan tatapan cowok itu kepadanya.

"Heh, by the way, lo dipanggil sama Bu Rani!" Teriak cowok itu kepada Thaya. Cewek itu hanya mendengarkannya tanpa menoleh sama sekali.

Thaya gak kenal sama cowok itu. Tau namanya saja tidak. Oh iya, sekolah Thaya ini bersistem kelas homogen yang artinya adalah satu jenis. Jadi laki-laki dan perempuan dipisah.

Thaya menuju kelasnya karena tau Bu Rani memanggilnya untuk masuk kelas. Thaya membuka pintu kelas dengan damai dan santai. Cewek itu mengira Bu Rani masih ada di kelas. Lah, ternyata sudah pergi.

"Halo, nak-kanak kesayangan Thaya yang cantik!" Sapa Thaya kepada teman-teman di kelasnya.

"Ah, makasih thay, jadi malu," sahut Nadira.

Thaya langsung melotot mendengar jawaban Nadira. Dia tidak terima.

"Weh, maksud gue yang cantik itu gue, bukan nak-kanak gue," jawab Thaya lantang penuh percaya diri.

"Ada Thaya?" Tanya cewek bersuara seperti cowok. Seisi kelas menoleh ke arah pintu. Eh, ternyata itu bukan cewek. Itu memang cowok. Cowok lho.

Anak-anak kelas XI 5 bersorak ramai. Mereka belum pernah kedatangan murid cowok di kelasnya. Apalagi datang-datang cowok itu menanyakan Thaya! Wow, ajaib.

Itu kan yang tadi bangunin gue? Tanya Thaya dalam hati. Keningnya mengkerut membuat garis garis kecil di sekitarnya terlihat. Karena tersadar telah membuat ekspresi itu, Thaya segera mengubah ekspresinya.

Seisi kelas berbisik-bisik menanyakan siapa laki-laki itu kepada Thaya. Thaya hanya diam dan memasang wajah datar. Thaya saja tidak tau siapa laki-laki itu. Hanya sering melihat wajahnya. Itu kan cowok yang tadi bangunin gue? Pikir thaya dalam hati.

"Lo disuruh Bu Rani ke ruang guru," kata cowok itu pada Thaya.

"Ok."

DonutsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang