2

17 4 7
                                    

"Anjir, gue kira lo diapain lagi sama Bu Rani," kata Kamila merespon cerita Thaya.

"Lah, apaan dah. Emang gue mau diapain?" Tanya Thaya dengan terkekeh geli mendengar respon Kamila.

"Hey yow! Ke kantin yukz, gue laper, nih. Lo ya Thay yang traktir," ujar Rahma yang baru bergabung dengan teman-temannya.

"Weh, lo kalo ngomong seenak jidat lo ya. Gue aja berharap traktiran gara-gara disuruh Bu Rani beli seblaknya mpok rodiyah."

"Ah, cepetan ke kantin!" Kata Nadira yang sudah berada di depan pintu.

Semuanya melangkahkan kaki meninggalkan kelas dan menuju kantin. Bel istirahat sudah terdengar dari 10 menit yang lalu.

"Nah, nyampe," kata Rahma. Perut Rahma yang paling tidak bisa diajak kompromi. Sekali makan, pasti kecanduan. Satu jam tidak makan rasanya perutnya seperti ditusuk menggunakan pisau.

"Gue beli apa ya? Beli seblak Mpok Rodiyah, deh, biar sekalian beliin Bu Rani," kata Thaya dengan memicingkan matanya ke stan seblak Mpok Rodiyah yang dipenuhi anak-anak kelas 10 dan 11.

"Yaudah semuanya mau sama apa gimana?" Tanya Nadira.

"Sama aja deh."

"Oke. Gue yang pesenin. Tapi yang bayarin Thaya," kata Nadira sambil senyum-senyum ke arah Thaya.

Thaya mendengus sebal, "Untung gue cantik, yaudah deh gue yang bayarin."

Tidak perlu waktu lama untuk menunggu pesanan seblak mereka. Nadira segera kembali dengan membawa 2 mangkuk seblak yang disusul oleh anak Mpok Rodiyah yang bernama Mbak Tutik dengan membawa sisa mangkuk yang tidak bisa dibawa oleh Nadira.

Mbak Tutik segera meletakkan mangkuk mangkuk tersebut di meja yang kelima anak itu duduki. Kelima anak itu tersenyum sambil mengucapkan terimakasih kepada Mbak Tutik yang dibalas dengan Mbak Tutik dengan senyuman tipis, lalu Mbak Tutik segera meninggalkan meja mereka.

"Eh, ada yang mau anterin gue ke ruang guru gak?" Tanya Thaya.

"Ngapain lo kesana?"

"Mau nyolong soal ulangan biologi," jawab Thaya asal.

"Lah, emang lo gak takut apa kalo ketawan?" Tanya Rahma dengan mulut yang penuh oleh seblak.

"Heh, lama lama lo kebanyakan micin, dah," sahut Nadira sambil mentoel kepala Rahma.

"Apaan? Orang mama gue kalo masak higenis. Gak pernah pake micin kok,"

"Anjir dah, yaudah de, besok besok gue beliin micin," ujar Kamila.

"Oke, lumayanlah micin gratis," jawab Rahma sambil tersenyum.

"Ah elah kok malah gaje gini si? Yaudah deh gue ke ruang guru sendiri, makan noh micin!"

Thaya berdiri dari kursi di kantin lalu segera berjalan cepat ke arah ruang guru. Banyak pasang mata yang sedang melihat aneh ke arah Thaya. Thaya tidak peduli. Toh, Thaya tidak melakukan apa apa.

Akhirnya setelah lama Thaya berjalan kaki menuju ruang guru, sekarang Thaya sudah sampai. Dia menggeser pintu ruangan tersebut ke kanan dan masuk kedalamnya. Thaya menengok ke kiri dan ke kanan untuk memastikan bahwa Bu Rani tidak ada di sana. Bukannya apa apa, takutnya kalau ada Bu Rani, Thaya malah disuruh beli beli yang lainnya lagi, kan Thaya capek.

Setelah memastikan Bu Rani tidak ada, Thaya menaruh seblak yang dipesan Bu Rani di mejanya, dan membalikkan badan agar bisa keluar dari ruang guru. Thaya melangkahkan kakinya begitu saja dengan santai sampai cewek itu berhadapan dengan seseorang.

Cowok itu lagi.

Thaya hendak melangkahkan kaki ke kanan, tapi cowok itu juga ke kanan. Thaya ke kiri, cowok itu juga ke kiri. Selanjutnya pun seperti itu. Masih tidak ada yang mau mengalah sampai sekarang. Sudah 5 menit mereka seperti ini, sampai sampai tidak sadar banyak guru yang mengantri di belakang mereka. Thaya dan cowok yang tidak Thaya ketahui namanya itu masih tidak peduli. Mereka tetap mengutamakan ego mereka.

Cowok itu mendengus sebal, selanjutnya berkata,"Lo.cewek.paling.aneh.yang.pernah.gue .temuin" dengan penuh penekanan.

Thaya hanya diam sambil melihat cowok yang masih tidak Thaya ketahui namanya itu. Thaya hanya melihat iris biru langit milik cowok itu lalu menaikkan satu alisnya dengan wajah nggak banget.

Huh, apaan baru ketemu sehari aja belagu! Dia anak baru atau apa sih kok gue gapernah lihat.

"Hasan, sini kamu!" Teriakan seseorang yang Thaya kira adalah Bu Rani dari luar pintu ruang guru.

Antrian masih panjang, sedangkan Thaya dan Hasan masih berada di tengah tengah pintu, tapi mereka tidak peduli. Hasan yang merasa dirinya dipanggil, langsung menoleh ke belakang untuk melihat tubuh besar Bu Rani dengan kesal. Hasan masih memiliki banyak kerjaan. Tapi Hasan tetap melangkahkan kakinya dengan sabar mendekati Bu Rani dan membicarakan sesuatu dengan Bu Rani.

Tidak lama kemudian Hasan tersenyum kecil pada Bu Rani, lalu menoleh ke arah Thaya sambil menatap Thaya dengan tatapan sinis. Thaya yang mendapatkan tatapan semacam itu hanya mendengus sebal dan meninggalkan ruang guru dengan berjalan cepat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 08, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DonutsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang