Chapter 1

154 6 0
                                    


Ketukan pintu secara terus menerus memaksa Radith untuk bangkit dari ranjang dan  melangkah untuk membuka pintu kamar. Radith tertegun melihat sosok perempuan dengan rambut panjang kecokelatan yang masih menggunakan seragam putih abu-abu, perempuan itu menangis. Radith membalas pelukan tanpa permisi dari perempuan itu. "Kamu kenapa lagi?." Tanya Radith mengusap lembut punggung perempuan itu, berharap ia dapat segera tenang.  Radith melepaskan pelukan nya dan merangkul perempuan itu masuk ke dalam kamar. Perempuan itu menutup mulutnya dengan telapak tangan, mencoba menahan rasa mual, dan berlari menuju kamar mandi, di ikuti Radith. Radith memijat pelan tengkuk perempuan itu. "Kenapa bisa ceroboh?." suara Radith meninggi. "Lebih baik sekarang kamu rebahan." Radith membopong perempuan itu menuju ke ranjang. "Aku akan mengambil makan." lanjut Radith.

Tapi, aku tidak nafsu."

"Aduh Senja, Aku tahu saat ini kamu sedang sedih. Tapi ingat lambungmu itu bermasalah Senja. Jika kamu sakit semua akan repot, lalu kamu akan merepotkan siapa? Ayah yang sedang bahagia dengan wanita lain?, Mama yang  sangat sibuk dengan bisnis nya?, atau mungkin aku? Fajar?" Jawab Radith dengan suara yang lebih tinggi.

Senja tertunduk mendengarkan jawaban dari Radith. "Maaf." jawab Senja sembari turun dari ranjang.

"Mau kemana?."

"Aku tidak ingin merepotkanmu lebih lama lagi, terima kasih selama ini selalu membantu ku" Jawab Senja dengan senyum yang sedikit di paksa.

"Bukan itu maksudku, aku hanya tidak ingin kamu menyiksa diri karena keputusan orang tuamu." Suara Radith kini terdengar begitu lembut. "Aku sayang kamu, aku tidak ingin kamu sakit, aku tidak pernah merasa di repotkan sedikit pun. Kamu makan ya?, aku ambilkan makanan dulu" Lanjut Radith.


                                                                                     **

Senja menatap kosong ke arah gelas dalam genggaman yang kini airnya tersisa setengah. Menarik nafas panjang dan menghembuskan nya secara kasar. "Aku lelah." lirih Senja.

Radith tersenyum simpul sembari memandang Senja dari atas ranjang yang tengah duduk di kursi belajar. "Kamu tahu? Senja yang aku kenal itu adalah Senja yang kuat, tidak rapuh seperti ini. Senja yang selalu ceria di setiap masalahnya."

"Ini adalah batas kekuatanku." Senja tersenyum simpul ke arah Radith. "Terima kasih ya."

"Untuk apa?."

"Untuk selama ini. Untuk wejangan atas masalah ini. Jika tidak ada kamu mungkin aku sudah menyelesaikan semua cerita ini."

"Bunuh diri bukan cara yang keren untuk menyelesaikan masalah. Kita manusia diciptakan dengan berbagai masalah, tetapi di balik masalah itu ada jalan keluarnya. Tergantung kita mau atau tidak menemukan jalan keluarnya itu. Jika kita bisa menemukan jalan keluar itu berarti kita menjadi pemenangnya.Terkadang banyak manusia yang berpikiran mengakhiri hidupnya itu adalah jalan keluar terbaik, tetapi itu salah. Kita diberikan kehidupan ya untuk menemukan jalan keluar dari setiap masalah, bukan untuk mengakhiri hidup dengan alasan itu jalan keluar yang terbaik."


"Lantas jalan keluar yang terbaik untuk masalahku ini apa?."

Radith sedikit berfikir "Eeuum, menurutku perpisahan adalah jalan keluar yang baik. Memang sebaik-baik hubungan adalah mempertahankan, tetapi jika salah satu ada yang tersakiti mempertahankan pun sepertinya akan sulit." Radith menatap Senja yang kini wajahnya terlihat kecewa. "Tetapi tergantung Ayah mu, jika dia mau memperbaiki semuanya, aku rasa semuanya akan kembali seperti biasa, mungkin akan lebih indah dari sebelumnya." Lanjut Radith mencoba menenangkan Senja.

"Aku pikir mereka tidak akan bisa bersatu. Sulit rasanya menyatukan mereka kembali." Senja menarik nafas panjang dan menghembuskannya secara kasar. "Mengapa orang ketiga selalu membuat masalah?."

"Maaf Senja, aku pikir semua ini bukan sepenuhnya kesalahan dari Tante Vina. Ya aku pikir orang ketiga tidak akan masuk jika Ayahmu tidak mengizinkan. Dan aku pikir Ayahmu pun tidak sepenuhnya salah, kita harus melihat dari sisi Mamamu. Apa yang salah dengan Mama mu, apa yang kurang dari Mama mu. Jadi rusaknya sebuah hubungan itu ada keterkaitan dari tiga orang itu." Radith menatap iba ke arah Senja, sahabatnya. "Kita masih terlalu kecil untuk membahas cinta." lanjut Radith

"Ini bukan perkara cinta, ini adalah perkara nafsu. Cinta itu tidak pernah ada, yang ada hanyalah sebuah nafsu untuk memiliki, dan jika nafsu itu hilang maka dia akan pergi. Ya aku pikir hubungan kedua orang tuaku hanyalah sebuah nafsu belaka, nafsu untuk saling memiliki tanpa melanggar norma-norma. Lagi pula kita sudah kelas 11 Dith, kita bukan anak kecil lagi."

"Dari ucapanmu barusan, aku menangkap signal bahwa kamu tidak percaya cinta?." Tanya Radith dan mendapatkan anggukan dari Senja. "Mengapa?." Lanjutnya.

"Seperti yang aku bilang tadi, cinta tidak ada. Dan aku berpikir untuk tidak akan pernah menjalin suatu hubungan dengan laki-laki manapun."

"Mengapa?."

"Aku takut."

"Kamu akan mengerti saat kamu sudah dewasa nanti." Radith tersenyum simpul. "Sepertinya ada tamu, aku buka pintu sebentar ya." pamit Radith.


                                                                                          * *

Fajar melangkah mendekati Senja, sedangkan Radith sedang di dapur mengambil cemilan dan air untuk mereka bertiga.

"Hey, mengapa sedih?." Tanya Fajar yang kini sudah duduk di sudut ranjang, jarak antara Fajar dan Senja hanya sekitar 1 meter.

"Hari ini mereka resmi berpisah." Suara Senja kini terdengar bergetar.

"Tidak ada manusia di dunia ini yang menginginkan sebuah perpisahan." Jawab Fajar

Senja menarik nafas dalam, membuangnya secara perlahan dengan memejamkan kedua matanya, berharap saat matanya kembali di buka semuanya akan kembali seperti semula. "Lantas, mengapa mereka memilih untuk berpisah?."

Fajar terdiam sejenak, mencerna pertanyaan Senja. "Karena mereka tidak ingin saling menyakiti. Mempertahankan apa yang seharusnya berpisah itu tidaklah mudah Senja."

"Mengapa mereka tidak mencoba memperbaiki?. Mempertahankan yang salah memang sulit, tetapi jika memperbaiki kesalahan apa sulitnya?."

"Jika seandainya kamu sedang melukis di atas kanvas,kamu melukis sebuah pemandangan dengan warna yang segar, lalu tanpa sengaja kamu mencoretkan warna hitam dari ujung kanvas ke ujung kanvas yang lain, apa kesalahan itu bisa di perbaiki?. Menurutku itu bisa, tapi sulit."Fajar menatap Senja dengan penuh iba. "Lebih baik do'a kan mereka agar keputusan ini bisa membuat awal yang baik untuk kehidupan mereka."



Cinta Untuk SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang