Terlihat seorang lelaki tengah mencuri perhatiannya. Awalnya laki-laki itu melambaikan tangan di depan wajah Renata, namun karena Renata tak kunjung sadar, dengan geram lelaki itu melepas headset yang dengan indahnya menempel di kuping Renata.
"Dari gosip yang gua denger sih, katanya Renata itu cewe yang sempurna, udah cantik, kaya, ramah dan ga sombong lagi. Tapi kayanya gosip itu salah ya?" tanya lelaki itu dengan wajah polosnya.
"Kayanya lo gak tau gosip lain tentang Renata ya? Kalo dia ga bisa diganggu ketika headset sudah menempel di telinganya. Jadi, tolong balikin headset gua!" jawab Renata sembari mengambil benda miliknya ditangan lelaki itu. Namun, bukannya memberi lelaki itu justru menjulurkan tangannya keatas sehingga Renata tidak dapat menjangkau barang kepunyaannya.
"Kenalin nama gua Bagus Aditya." Ucap lelaki itu dengan senyum manis mengembang di wajahnya.
"Apa mau lo?" tanya Renata sambil mendekapkan tangannya di depan dada.
"Gue adalah partner debat lo." Jawab lelaki itu.
"Terus?" tanya Renata bingung.
"Well, menurut Dee Lestari hidup ini penuh dengan kebetulan yang saling menyambung seperti jalinan benang yang rumit, hingga biasanya disebut takdir. Dan gue penasaran, takdir seperti apa yang membuat kita ketemu." Ucap lelaki itu sambil mencondongkan tubuhnya ke Renata. Lelaki itu pun mengambil telepon genggam milik Renata dan mengetikkan sesuatu.
"Okay Renata, selamat menghadapi gua dua bulan ke depan." Lelaki itu pun mengambil tangan Renata dan memberikan sesuatu, "ini headset lo dan ini handphone lo. Gue cabut dulu ya!" tanpa menunggu jawaban dari Renata, lelaki itu sudah pergi dengan begitu riangnya.
Renata yang bingung pun segera melihat telepon genggamnya, penasaran apa yang lelaki itu ketik di telepon genggam miliknya,
NEW CONTACT
BAGAS GANTENG
08XXXXXXXXXX
"Dasar sinting!" ucap Renata da segera melanjutkan membaca bukunya.
□□□□□□□□
"Ta, ini mosi debatnya. Kebanyakan tentang korupsi sih." Ucap Diandra sambil memberikan lembaran kepada Renata.
"Baru juga dateng Di, udah dibikin pusing aja." Jawab Renata sambil berjalan memasuki ruangan itu menuju sofa yang terletak diujung.
"Waktunya Cuma 2 bulan Ta, tingkat nasional dan partner lo ada yang newbie."
"it's okay. Gua juga bosen sama senior-senior itu. Sok pinter."
"Lo yakin bisa?"
"Mereka juga seleksi sama kaya gua. Kalo mereka lolos, ya tandanya mereka berkompeten. Udah ya Di, gua capek banget. Gue tidur dulu ya." Ucap Renata sembari memasang headset di telinganya. Sudah menjadi kebiasaan Renata untuk selalu memasang headset ketika dia tidak mau diganggu. Tak lama kemudian Renata pun terlelap dalam tidurnya.
Satu jam kemudian, lelaki bernama Bagas itu memasuki ruangan tersebut dan melihat Renata tengah terlelap dalam tidurnya. Karena tak tega membangunkan Renata, Bagas pun berusaha mempelajari materi-materi lomba itu sendiri.
"Eh lo udah dateng. Kok ga bangunin gua sih?" Tanya Renata saat ia terbangun dari tidurnya.
"Ga tega gue, kayanya lo capek banget." Balas Bagas dengan masih sibuk di depan laptopnya.
"Si Dini mana? Belum dateng?"
"Tadi udah, tapi katanya mau nyari makan dulu."
Renata pun hanya ber oh-oh ria. Dalam lomba debat, satu kelompok terdiri dari tiga orang. Dan kali ini Renata satu kelompok dengan Dini dan juga Bagas yang tidak pernah mengikuti lomba debat sebelumnya.
"Ta, boleh jujur ga?" Tanya Bagas, dengan tampang yang sudah kusut.
"Kenapa?" Renata pun segera menghampiri Bagas.
"Gua ga paham. Dari tadi gua udah baca artikel. Tapi gue gatau mau nulis apa buat materinya." Ucap Bagas sambil menggaruk-garuk kepalanya seperti orang kebingungan.
"Hahaha. It's okay. Gua pertama kali ikut debat juga gitu kok. Lu udah baca-baca kan? Nanti kalo Dini udah dateng kita atur posisi kelompok kita, biar apa yang kita bahas nanti juga jelas."
Jawab Renata.
□□□□□□□□
Pukul 9 malam ketiganya masih sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Renata sibuk membaca buku dan sesekali menulis atau menggarisbawahi isi buku tersebut, Bagas sibuk mengetik dan membaca di depan laptopnya, sedangkan Dini sibuk melihat jam dan berharap teman-temannya tahu bahwa ini sudah larut malam.
"kaaaaakkk" akhirnya Dini yang tak tahan pun mulai membuka suara.
"kenapa Din?" tanya Bagas sambil menoleh pada Dini.
"ini udah jam 9. Kita ga udahan aja?" tanya Dini dengan suara hampir berbisik.
"lo kalo mau pulang duluan gapapa Din. Kan emang perjanjiannya tadi latihan sampai jam 9. Lo juga pulang aja Gas. Gua masih baca undang-undang ini bentar lagi selesai." Jawab Renata tanpa menoleh karena masih sibuk membaca buku yang ada di hadapannya.
"seriusan kak gapapa?" tanya Dini.
"iya gapapa."
"kalau gitu aku pulang ya kak." Ucap Dini sambil berdiri untuk merapihkan barang-barangnya agar segera pulang.
Tak lama setelah kepulangan Dini, akhirnya Renata pun selesai dari kegiatannya. Ketika ia mulai melihat sekitar ia baru menyadari bahwa Bagas masih berada di ruangan itu.
"Kok ga pulang?" tanya Renata.
"masih nyari-nyari artikel di internet. Lumayan disini ada wifi dari pada di kostan kan." Ucap Bagas.
"oh elo ngekost?"
"iya. Kan gua anak rantau."
Renata pun kemudian hanya ber oh-oh ria. Setelah itu keadaan kembali sunyi. Renata hendak bangun untuk mengambil ponselnya yang ada di dalam tas namun ketika ia hendak berdiri ia merasa perutnya begitu sakit. Seakan perutnya ada yang mengikat, rasa sakit yang tidak tertahankan. Namun Renata menahan sakit dengan diam, ia tetap berusaha berdiri untuk mengambil tasnya.
Satu langkah.... Ia masih berjalan dengan tertatih.
Dua langkah...... ia merasa perutnya diikat semakin kencang.
Tiga langkah....... Ia pun tidak kuat akhirnya jatuh tersungkur ke lantai.
Bagas yang melihat Renata jatuh pun segera menghampiri.
"Renata lo kenapa?" Bagas begitu panik melihat Renata yang jatuh tersungkur sambil terus memegangi perutnya, wajahnya pun terlihat begitu pucat.
"gapapa" jawab Renata tertatih. Sudah menjadi prinsipnya untuk mandiri dan tidak menyusahkan orang lain. Sudah menjadi sifatnya untuk menahan sakit seorang diri. Dia tidak pernah mau berhutang budi, meskipun ia harus menanggung rasa sakit.
"apanya yang gapapa?! Jelas-jelas lo sekarang kesakitan, muka lo pucet banget." Ucap Bagas setengah membentak karena frustasi. Ini pertama kalinya bagi dia melihat seseorang yang seperti hendak sekarat namun tetap berusaha terlihat baik-baik saja. Ia pun segera menggendong Renata dan menidurkannya di sofa.
"apanya yang sakit?" tanya Bagas sekali lagi.
"gua gapapa." Jawab Renata dengan suaranya semakin melemah. Meski ia merasa sangat sakit, tetapi ia tetap teguh pada pendiriannya.
Bagas yang mendengar jawaban itu semakin frustasi. Ia mulai berjalan mondar-mandir sambil terus mengacak-acak rambutnya. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Gadis itu betul-betul keras kepala. Meskipun keadaannya sangat lemah, ia tetap berkata ia baik-baik saja. Setelah berpikir matang-matang, Bagas pun mengambil keputusan.
"kita kerumah sakit!" Ucap Bagas pada Renata. Tanpa menunggu persetujuan Renata, ia segera merapihkan barang-barang miliknya dan juga Renata. Lalu ia segara menggendong Renata menuju mobilnya dengan berlari agar segera sampai ke rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Skinny Love
RomanceSkinny love (noun) Adalah keadaan ketika ketika dua orang saling mencintai namun tidak berani untuk mengungkapkannya "Jika katamu hidup ini seperti kaca, lantas pada diri siapa kah aku harus bercermin?" - Renata Trianita "Dasar wanita tidak berperas...