1

22 3 2
                                    


Senyumannya itu semakin menua setiap waktu. Keriput tanda berhasil melewati rintangan hidup sudah ia dapatkan di wajahnya. Tangannya tak sehalus dulu, sudah banyak bercak hitam yang ia sendiri tak tahu datangnya kapan. Fajar menyungsung, rambut hitam legamnya terurai dengan indah, tak lekang oleh waktu. Matanya memandang apapun di depannya dengan penuh cerita, seolah ia melihat perpustakaan buku hidupnya. Dari belakang, gadis itu melihat punggung si wanita tua, tak setegak dulu, namun ia berusaha.

Bangunan itu tak se-artistik seperti yang di deskripsikan . hanya sebuah rumah kosong yang sepertinya sudah dibangun berulang – ulang, namun tetap tak bisa menembunyikan kepedihan dibaliknya. Pagar penghalang bangunan tersebut dengan dunia nyata pun sudah berkarat. Rumput – rumput ditaman bangunan tersebut tumbuh dengan liarnya. Lantai keramik yang berdebu di teras bangunan tersebut sudah menandakan berapa lama bangunan itu ditinggalkan dari kehidupannya. Siapapun yang melewati bangunan tersebut pastinya tak menaruh sedikit empati. Kumpulan kotoran hewan berpelukan di mana mana. Sampah plastik yang katanya akan hancur dalam 2 tahun sepertinya sudah menetap dihalaman bangunan itu selama sewindu.

Ia berjalan maju, menyentuh pagar tersebut perlahan. "Aster, kita disini dulu ya sebentar, nenek sedang rindu." Wanita tua tersebut berbalik badan dan mengatakan kata kata yang membuat Asteria diam dalam seribu Bahasa. Logikanya tak sampai. Bagaimana wanita tua di depannya bias merindukan bangunan seperti ini? batinnya berdebat dalam keheningan.

Batin Asteria mengutuki segala keputusannya yang membuat dirinya terperangkap dirumah kosong itu. Ide untuk melarikan diri sudah memakan otaknya perlahan – lahan. Tapi

Bukankah Asteria sedang melarikan diri dari kehidupan nyatanya? Melarikan diri dari segala Ia benar benar terjebak dirumah tua itu. Tak ada acara kabur lagi untuknya. Asteria meninggalkan mobilnya terpakir di halaman luar bangunan tersebut. Siapa yang akan peduli?

Asteria cukup terpaku melihat apapun yang ada di depan matanya saat ini. Terpaku melihat benda - benda yang disusun di dalam rumah kosong di hadapannya itu. Seluruh perabotan yang ada di rumah ini bergaya arsitektur Ionia pada jaman Yunani kuno. Berbeda dengan apapun yang ia bayangkan 5 menit lalu. Sebuah lukisan besar terpampang di dinding utama ruangan itu. Seluruh lantai ruangan yang dapat dilihat sejauh matanya memandang dilapisi karpet sutra yang membuatnya merasa berjalan diatas awan.

Di ujung lorong, Tetrastoon* mewah dibangun memberikan kesan ragu atas apa yang Asteria lihat di halaman depan tadi.

Entah berapa banyak memori yang ditumpahkan di dalam bangunan tua itu. Asteria tak tahu pasti, yang ia tahu pasti memori itu pasti sangat melekat di dalam bayangan wanita tua itu. Wanita tua itu memandang setiap perabotannya seolah olah ia sedang menonton sejarah benda itu yang ia rekam di otaknya. Barang apapun yang ada di ruangan ini pasti laku keras di kalangan kolektor barang kuno kecuali TV dan mesin espresso yang dipajang di ujung ruang tamu. Tak ada debu yag berbekas di setiap ruang yang dilewati Asteria, sangatlah janggal untuk bangunan yang ditinggalkan selama bertahun tahun oleh pemiliknya. Asteria berjalan lurus tanpa ragu menuju lukisan di dinding utama ruangan tersebut. Siapapun yang ada di lukisan itu, Asteria tak tahu siapa, tapi dari bentuk lukisan dan pakaian karakter lukisan tersebut ia pasti dewi dalam mitologi Yunani kuno, tapi siapa?

"Dia Asteria" wanita tua yang menyadang sebagai nenek dari seorang Asteria itu berjalan dan berdiri tegap di sebelah Asteria, seolah mengetahui apapun yang ada dipikirkan Asteria. "hah?" "Asteria si titan ramalan dan astrologi." " I don't even trust anything about astrology" protes Asteria. Ia tersadar, Asteria dewi mitologi Yunani kuno itulah yang menjadi inspirasi namanya. "okay, im so tired of my name, Asteria? My friends call me hysteria's twin from dufan" nenek tua itu tertawa.

"darling, but you love astronomy, right?"

"I choose left."

Asteria berjalan menelusuri tiap inci bangunan itu. Mengagumkan, mungkin neneknya benar benar mengerti apapun yang dipikirkan Asteria. Mugkin dia memang harus berhenti mengurung diri dan menangisi dirinya yang malang itu. People come and go, fix and break, give and take in our life, that's human.

"nek"

"opo?"

"why here, this place I mean" rasa penasaran yang menghantui Asteria, apa yang menjadi alasan nenek nya itu sehingga membawanya ke tempat ini? bisa saja mereka ke tempat lain, ato mungkin ke taman kota tempat biasanya ia menuangkan puisinya dalam tulisan.

"I have a story, this story may change your decision or everything you will decide before I tell you this story." Wanita tua itu menarik tangan Asteria perlahan dan menarik sebuah surat usang yang kertasnya sudah menguning. Kertas itu dipegangnya perlahan seolah benda itu kan retak dalam satu sentuhan. Ia mulai bercerita.

*halaman atau taman di rumah yang dikelilingi oleh gang di sekelilingya

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 22, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

astraeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang