Chap 2: Narsis

28 4 1
                                        

Hai minna^^
Updetnya tengah malem nih.. Btw, flashback-nya masih lanjut ya..
Warning: Typo merajalela

Happy reading^^
.
.

  "Hayooo.... Lamunin siapa sih?" aku tersentak kaget kala tiba-tiba seseorang menepuk pundakku. Aku kesal seraya mengelus dada menenangkan jantungku yang hampir copot. Aku memperbaiki cara dudukku di balkon kamar.

"Bukan siapa-siapa kok." jawabku berbohong. Ya, mana mungkin aku bilang sejujurnya. Nanti yang jadi dia malah menggodaku. Ia ikut duduk di sampingku dan ikut memandang ke atas langit yang di penuhi bintang-bintang.

"Bukan siapa-siapa, tapi kok muka lo merah gitu? Cyee.. Yang Blushing." tuh-kan. Baru aja di bilang, udah di goda-godain gitu.

Tunggu? Apa tadi dia bilang? Blushing? Aku menangkup kedua pipiku menggunakan tangan, menyembunyikan rona di pipiku yang memanas.

"Ng-nggak, tadi gue cuma---------ASTAGA?!" aku menepuk kheningku. Aku teringat sesuatu.

"Hana, lo kenapa?" tanya orang itu dengan memanggil nama kecilku.

"Gue lupa tanya namanya."

"Hah? Namanya siapa?" tanyanya semakin penasaran. Aku gelagapan saat ia menatapku tajam meminta penjelasan.

"Eh, ng-nggak kok, nggak. Bukan siapa-siapa kok. Itu... kemarin gue ketemu sama temen gue lagi bawa adiknya yang masih kecil. Ihh, gemes banget. Tapi gue lupa tanyain namanya." aku mencari alasan agar ia tidak menanyakan lagi lebih lebih jauh.

"Jangan bohong Hana."

"Ihh, Eric. Seriusan." aku mencoba meyakinkan pemuda yang sedari tadi bersama ku, Eric.

"Iya deh, iya. Gue percaya kok." Eric terkekeh kecil. Ia memandang mataku sebentar kemudian mengalihkan pandangannya menatap langit.

"Lo tau nggak, apa persamaan kamu dengan bintang di atas?" tanya Eric padaku. Aku hanya menggeleng.

"Emang apa?"

"Lo dan bintang itu gak ada duanya, sama sama cantik." aku tersenyum mendengar gombalan Eric.

"Gombal lo."

"Gue serius. Begitu cantik sehingga semua mata memandang. Maka, jadilah bintang yang bersinar, Hana. Suapaya orang-orang dapat mengagumi keindahan lo dan Jangan redup, karena lo nggak bakalan kelihatan." Eric memandang tepat di mataku dan aku membalas tatapan itu, ia tersenyum. Perkataannya sungguh membuatku senang.

"Belajar dari mana kata-katanya?" tanyaku pura-pura membuatnya mengerucutkan bibirnya. Sangat lucu, sampai-sampai tawaku pecah melihatnya seperti itu.

"Jangan tertawa."ancamnya masih dengan pose seperti tadi. Aku suka dengan sikapnya itu, itulah kenapa aku sangat nyaman dengannya. Aku menetralkan nafasku setelah selesai tertawa.

"Iya iya, sorry. Lagian kata-kata lo tadi romantis banget."

"Iyalah. Gue musti romantis orangnya. Biar nanti kalo nembak cewek gue nggak di tolak."ucapnya membanggakan diri. Aku hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah temanku yang satu ini.

"Pede banget sih lo."

Kami sama-sama memandang langit. Lama keheningan menyelimuti suasana di antara kami sampai Eric berusara.

The SadnessWhere stories live. Discover now