Pagi itu hari terlihat mendung .Di tengah - tengah ruangan yang memikiki kapasitas banyak orang, ketika dia memulai aktifitas kerjanya seperti hari -hari sebelumnya , wanita itu terlihat pendiam sekali .
Terdengar bisikan dari teman-teman seruangannya tapi dia enggan mengubrisnya , memilih abai .
Wanita itu sedikit mendengus menghirup aroma sesuatu . Dia menutup matanya perlahan kemudian membukanya kembali.
Wanita itu bersikap seperti biasa seolah -olah tidak merasakan kehadiran diriku .
Aku sangat yakin bahwa wanita ini mendengar dua orang temannya bercerita tentang nasibnya dan menganggapnya sebagai lelucon .
Dia diam saja.
' apakah dia sakit hati ,'- batinku.
Biasanya dia akan membalas lelucon itu dengan sarkatis juga . Tapi lagi-lagi dia memilih abai . Seperti tidak mendengar apa-apa .
Pukul tujuh pagi .
Wanita itu beranjak dari kursinya dan pergi melewati lorong menuju kafetaria di depan kantor .
Mendorong pintu dan berjalan memesan kopi coklat .
Dia suka minum kopi di pagi hari .
Dia memesan minum dan duduk dipojokan .
Dua temannya yang lain ikut duduk bersamanya.
Nina dan Ana .
Mereka berdua asyik mengobrol sendiri , meskipun wanita itu duduk dihadapannya .
Dari arah pembicaraan mereka berdua yang begitu antusiasnya , dia sedikit merenung dan memilih diam mendengarkan .
***
Pukul tujuh malam.
Dia asyik duduk di ruang keluarga , alih -alih dia memilih dipojok .
Meski hanya berkumpul dan saling mengabaikan , akan tetapi membuat dirinya selalu damai dan senang .
Jarang sekali , keluarga ini berkumpul dan memilih sibuk sendiri .
Apalagi kejadian dua tahun silam , membuat dirinya mendapat penolakan dari keluarganya sendiri .
Ibu duduk mendekat.
Berusaha menimang apa yang dia akan katakan .
Hatinya bergetar , melihat tingkah ibunya .
'' Tsania , ibu ingin mengatakan sesuatu--- ,'' suaranya terlihat bergetar , alarm hati Tsania berbunyi , mengeluarkan tameng untuk menahan bicaranya.
Tsania mendongak menatap wajah ibunya yang terlihat pasrah .
'' Tsan , barang kali ada seseorang yang datang kamu terima , yah !'' Ucap Ibunya pelan .
Tsania hanya diam mendengarkan .
'' Ibu kasihan sama kamu , adik-adik kamu sudah menikah semua . Ibu selalu sedih melihat kamu setiap hari bekerja , kalaupun kamu menikah kan kamu bisa resign dan dirumah .''
'' iya ..,'' hanya jawaban singkat yang keluar dari mulutnya .
Ibu berlalu pergi dan sibuk entah kemana.
Tsania menghela napas.
Detik- detik tadi tak bisa dia hindari meski kejadian ini pernah berulang - ulang terjadi dengan keadaan yang sama .
Maka dari itu, hati Tsania membuat tameng untuk mencegah nya menolak dan lebih mengiyakan singkat .
Menciptakan keheningan dan jarak untuk hatinya . Kali ini dia memilih bersikap apatis .
KAMU SEDANG MEMBACA
Tsania Diary's
RandomSetiap tetes kesedihan dan kemalangan anak manusia Milyaran jumlahnya Memiliki makna dan arti Satu, mungkin agar kita belajar bersabar Dua, agar kita belajar melepaskan Tiga, agar kita pandai bersyukur Empat , agar kita semakin kuat Tidak ada tetes...