Tentang isi hatinya

14 1 0
                                    

Dua hari telah berlalu semenjak Ibu berbicara malam itu . Ada yang aneh dengan sikap Tsania , dia agak sedikit murung .

Rupa- rupa nya kata-kata ibunya masih terdengar jelas di telinganya .

Malam itu, Tsania menggelar sajadah nya .

Di kesunyian malam hanya dia seorang yang bangun .

Setelah melakukan shalat sunnah dia duduk termenung .

Ada rasa sesak mengisi kerongkongannya . Sesak menahan tangis .

Tanpa suara bulir-bulir air matanya jatuh . Tsania terisak .

Dan inilah isi hatinya ;

Teruntuk Ibu yang amat ku sayang

Aku tak mampu menjawab kata mu dengan kepastian , seiring berjalannya waktu bahkan aku lupa cara membahagiakan diriku sendiri .

Aku tahu banyak luka yang ku goreskan di hatimu akibat perkara itu , namun apalah daya itu telah terjadi dan sudah menjadi garis takdirku.

Andai aku tahu , akan seperti ini kisahnya . Jujur saja aku sangat menyesal , tapi diri ini tak berdaya pada kuasa-Nya .

Aku adalah orang yang bodoh , yang menginginkan waktu kembali padahal itu tak mungkin terjadi .

Aku selalu bertanya ' mengapa aku , mengapa aku terpilih menerima rasa sakit ini ?''

Aku mengorbankan bahagiaku demi dirimu hingga aku merasa lelah untuk diriku sendiri , ternyata itu membuat kesakitan pada hatiku .

Saat ini Ibu ,

Aku hanya bisa mengucapkan maaf
Untuk semua yang telah terjadi .

Aku mempelajari banyak hal setelah perkara itu .

Jika benar saja itu adalah sebuah kebaikan bagi ku , aku telah belajar ikhlas memaafkan diriku sendiri .

Sulit bagiku untuk bertahan , tiap kali aku mendengar tawanya . Dia tetap titipan Tuhan .

Saat Ibu bertanya ,

Sungguh hatiku bimbang ,

Masih adakah diluar sana sosok itu Ibu ?

Sosok yang akan menerima hidupku tanpa syarat .

Kesederhanaan dan keshalehan lah yang ku pilih , bahkan aku ragu .

' mengapa selalu aku yang tersakiti sejak lama . Menerima hinaan mereka padahal kebenaran telah terungkap '?.

Sekarang aku tahu jawabannya .

Mengapa Allah memilihku ,

Itulah caranya mengenal kan diri-Nya padaku , bahwa aku bukan siapa-siapa tanpa karunia-Nya .
Itulah cara bahwa Dia lah sebaik-baiknya tempat kembali .

Dia mengajarkanku untuk bertahan melewati badai , agar kelak aku jauh lebih sabar terhadap karunia -Nya .

Ibu , hanya duduk saja bersamamu . Aku merasa senang .

Ibu aku ingin kau bahagia , sungguh .

Tangisnya pecah perlahan , akan tetapi hatinya kini merasa ringan .

Tsania tau hal itu tidak membuat perubahan bagi keluarganya saat ini , tapi itu jauh lebih baik bagi dirinya .

Untuk esok hari , entah kapan waktunya . Aku percaya bahwa mungkin sosok itu nyata hanya saja Tuhan belum memberikan jalannya .

Esok lusa keajaiban bisa saja terjadi .


Tsania Diary'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang