Chapter 4

223 56 25
                                    


                "Mas, minggir dulu deh mending," saranku yang khawatir melihat wajah frustasi Angga.

Aku melihat ada minimarket tak jauh dari tempat kami berada dan aku pun menyuruh Angga untuk mengarah ke sana. Tanpa memperdulikan tatapan bingung Angga aku turun dan masuk ke dalamnya. Kuambil beberapa kaleng kopi dan kacang. Begitu masuk mobil langsung kusodorkan kopi ke Angga.

"Nih minum dulu. Kali aja bisa agak segeran," tawarku. Dia ambil kopi dari tanganku dan meminumnya.

Segala impianku untuk tidur setelah perjalanan terhempas jauh, musnah sudah. Nasibku sedang buruk rupanya. Entahlah aku harus menyebut Angga sedang dilema atau patah hati. Tapi, yang jelas dia tidak sedang jatuh cinta. Apalagi mengingat tadi dia baru saja 'melamarku'. MEMAKSA lebih jelasnya.

Duh, jangan sampe pipi gue merah.

"Lo ngomong dong mas!" akhirnya aku membuka pembicaraan. "Lo jelasin dulu masalahnya apa, kalo gini kan gue juga bingung mau bantuinnya."

Lagi-lagi Angga hanya mengusap wajahnya. Seolah-olah dengan melakukan hal itu masalahnya akan hilang bersama seluruh kotoran yang nempel di wajah. Yakali.

"Gue bego banget. Bego. Bego. Bego." Kali ini dia menjedot-jedotkan keningnya di roda kemudi.

"Mau gue bantuin gak mas? Ke aspal aja biar lebih berasa," usulku sadis. Untung Angga sudah biasa ngadepin mulut busukku.

"Lo harus bantuin gue Yu!" kata Angga. "Pleaseee.. Cuma lo yang bisa selametin gue," Angga memelas.

"Iya, gue bantuin selama gue bisa. Tapi bantu apaan dulu? Yang jelas gitu. Udah menjelang subuh nih jangan bikin orang tebak-tebak buah manggis," aku pun kembali lepas kontrol.

"Seperti yang tadi gue bilang, Lo besok harus nerima lamaran gue di depan keluarga besar gue!"

Nih orang beneran udah gak waras. Tadinya aku kasih cairan pembersih kamar mandi aja kali, siapa tau bisa agak warasan. Di dunia lain sana.

Astaghfirullah pikiran lo Yu., batinku seraya manggeleng-gelengkan kepala berusaha memusnahkan imajinasi kriminal tadi.

"Gimana bisa lo tiba-tiba jadi mau ngelamar gue, padahal lo berencana ngelamar sepupu gue? Otak lo belom lo loakin kan?"

"This is disaster, I couldn't think anything. I don't...." Omongan Angga terpotong oleh pilus yang kupaksa masuk ke dalam mulutnya.

"Kagak pake inggris-inggrisan!!! Ini udah menjelang subuh, lo kira otak gue masih jaringan super kuat? To the point!!!" akhirnya macan terbangun juga.

"Siska bilang gak bisa!."

"Gak bisa apa?"

"Nerima gue."

"Kenapa?"

"Tau!!"

Perasaan makin pendek aja pertanyaan ama jawabannya. Niat curhat gak sih nih orang?

"Coba ceritain kronologisnya." Kupancing-pancing dia dengan sabar. Aku bahkan memasang senyum paling ramah yang bisa dilakukan oleh orang yang ngantuk sangat tapi juga penasaran luar biasa.

"Dari awal gue gak pingin niat gue ini diketahui orang-orang. Well, ternyata seseorang denger, trus berita tersebar. Gue curiga si Isa yang nyebarin, lalu Siska denger –Isa berani sumpah bukan dari dia Siska tau- dan dia bilang nggak bisa nerima lamaran gue."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 28, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ping!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang