Mentari hangat akhirnya muncul di dalam hati yang gelap ini.
----
" Mau pulang bareng? "
Siapa dia? Benakku terus bertanya. Sejuta pertanyaan ada di benakku. Senyumannya cukup menyejukkan. Tanpa sadar diriku ikut tersenyum juga.
Aku mulai memberanikan diri untuk bertanya kepada pria yang sembari tadi menatapku dengan senyuman manis.
"Kau siapa? " entah hanya kalimat itu yang aku bisa tanyakan.
"Aku adalah hmmm.... Apa ya? Aku adalah seseorang yang akan membuat dirimu bahagia. " jawab pria itu.
"Tunggu !! Aku serius." ucapku.
Aku sudah lupa sejak kapan aku bisa berbicara sekencang ini dengan lawan bicara. Apalagi yang ini adalah seorang pria.
" Kalau begitu panggil aku duarius.. Hahaha. " ucap pria manis itu diselingi tawa.
Entah mengapa seolah badan ini mengiyakan ucapan pria manis itu. Tangan dan badanku mulai bergerak merapihkan buku dan memasukkan ke tas ku.
"Ayo pulang bareng Lusi. " ucap pria sembari memperlihatkan senyuman manisnya ke padakuKami berdua lalu berjalan melalui koridor kelas. Entah apa yang salah denganku sekarang koridor kelas itu bagaikan Taman bunga yang seolah bertambah harum ketika semakin lama berjalan dengannya.
"Hmmm... Lusi. " ucap pria itu.
"Apa? " jawabku yang sedari tadi tersenyum.
"Kenapa tadi kamu sendirian di kelas. Bukannya dari dulu kamu selalu merasa sekolah ini adalah neraka? " ucap pria itu.
Tunggu dari siapa pria ini mengetahui seluk beluk melebihi diriku sendiri.
"Entah... Aku hanya hmmm... Tidak tahu. " ucapku.
Pria itu hanya membalas senyum saja dan senyumannya itu membuat rasa sakit pada diriku yang selama ini aku timbun berkurang.
Kami-pun pulang bersama, bercanda bersama tanpa memedulikan keadaan sekitar hingga tanpa aku sadari aku sudah sampai di rumahku.
"Lusi, bukannya kita sudah sampai?" Ucap pria itu.
Aku hanya bisa tersenyum saja dan langsung masuk ke dalam rumahku. Tunggu. Siapa nama pria tadi? Aku langsung berjalan setengah berlari ke luar rumah. Sesampai di luar.
"Siapa na... " ucapanku terhenti ketika aku sadar pria itu sudah tidak ada.
Aku kembali masuk ke rumah dan mendapati ibuku sudah berada disamping pintu rumah.
"Lusi, apa harimu baik ?" tanya ibu.
Aku tidak bisa berucap apapun untuk menggambarkan apa yang terjadi pada diriku tadi.
"Lusi, kenapa kamu senyum-senyum sendiri tadi? " tanya ibu seolah ibu bisa membaca mimik-ku.
"Se.. sejak kapan aku tersenyum bu? " tanyaku berusaha menyembunyikan senyumanku.
"Tadi. " Ucap ibu dengan wajah yang hampir tidak ada ekspresinya itu.
Mendengar itu aku langsung menuju kamar dengan langkah tergesa-gesa.
----
Aku merebahkan badanku di kasur. Mengapa aku seperti ini? Aku sadar sedari tadi aku bukanlah diriku seperti biasa.
"Siapa cowok tadi? Kok bisa aku seperti ini?" gumamku.
Sedari tadi pikiranku terus memainkan kejadianku tadi seperti film.
Dari tadi aku hanya kepikiran cowok itu tanpa aku sadari jam sudah berada diangka empat.
Aku memutuskan untuk melihat ke luar melalui jendela itu. Tapi cowok itu kenapa ada di sini?
Akupun langsung berlari menuju ke luar rumah untuk menemui cowok itu sekaligus mencari sebuah jawaban yang dari pertanyaan yang sedari tadi berputaran di benak-ku.
-----
Kakiku sudah berada di luar tapi mengapa pria itu menghilang. Aku berusaha mencari pria itu di lingkungan sekitarku hingga ke tempat yang tidak masuk akal untuk seseorang pria mengumpat.
"Lusi, kamu lagi cari apa di tempat sampah? "
Tunggu sepertinya aku kenal dengan suara ini. Aku membalikkan badan dan mendapati pria itu.
"Aku sedang mencari hmm....antingku yang hilang. Tunggu aku cari dulu. " jawabku berusaha menyembunyikan kegiatan ku tadi.
"Tunggu. Itu anting mu ada di telingamu. " tunjuk pria itu ke arah telingaku.
"Oh iya ini... Baik aku kalah. Aku dari tadi mencarimu. " ucapku.
Kami berdua akhirnya tertawa sebentar. Aku teringat akan jawaban yang belum aku dapati darinya.
"Siapa namamu?" tanyaku.
"Sebutkan sebuah nama yang ada di pikiranmu sekarang!" ucapnya.
Mengapa sinyal di otakku terus menerus mematuhi perintahnya. Aku memejamkan mataku dan memikirkan sebuah nama.
"Rio. " jawabku.
Tapi tunggu di mana pria tadi. Mengapa sudah tidak ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayangan
Teen FictionKetika diriku mulai egois memilih antara nyata dan bayangan.