VOTE AND COMMENT, PLEASE? TERIMAKASIH :)
Pagi yang cerah untuk hari yang Audy harap tidak akan pernah datang. Audy sudah bangun dari pagi sekali, bahkan tidak bisa tidur tadi malam. Biasanya memang begitu, jika ada yang dia nanti di esok hari, maka pada malam sebelum hari itu, dia susah tidur karena memikirkan hal-hal yang akan terjadi besok. Dan tadi malam dia memikirkan begitu banyak hal, mulai dari hal-hal baik sampai ke hal-hal buruk yang membuatnya tidak ingin berada dihari ini. Dia, Claudya Senja, yang masih berstatus sebagai murid SMP di Bandung karena belum resmi lulus, hari ini akan menerima hasil Ujian Nasionalnya di sekolah yang rasanya akan menjadi sekolah terbaik yang pernah ia tempati selama hidupnya. Mulai dari satpamnya, gedungnya, masjidnya yang nyaman, pohon-pohonnya yang menurutnya kurang rindang, kolam ikan dekat pendopo, pendopo itu sendiri, guru-guru, teman-teman seperjuangan, acara-acara yang diadakan oleh osis, lapangan sekolah yang selalu ramai dengan anak-anak yang bermain, olahraga, maupun sedang latihan ekskul, kantin teteh tempat nongkrong dulu, bang Mamat tempat jual minuman, bu Sri tempat makan paling kenyang karena menjual nasi goreng, nasi uduk, dan bermacam gorengan, masih banyak lagi deh kalau soal makanan, pokoknya semuanyalah, Audy belum siap berpisah dengan semuanya. Tapi dia bukan Tuhan yang bisa berkehendak semaunya, dia memilih untuk menjalani semuanya dan berharap ini semua memang terbaik untuknya.
Audy baru saja turun dari angkot tepat didepan gerbang sekolahnya, mamanya memang jarang mengantarnya ke sekolah, Audy diantar hanya jika sedang hujan atau dia sudah terlambat, lagipula kalau mamanya harus mengantarnya ke sekolah setiap hari itu akan merepotkan, sekolahnya pun tidak terlalu jauh dari rumah, hanya sekali angkot. Sebenarnya sih hari ini mamanya akan ke sekolah mengambil nilai, tapi Audy memutuskan untuk pergi lebih dulu karena mamanya berangkat sekitar setengah jam lagi. Audy menatap gerbang dan menghirup nafas panjang sebelum melangkahkan kakinya ke dalam sekolah, ini akan menjadi hari yang berat, batinya.
“Audyyyyy!!!”
Dari teriakkanya Audy sudah tahu kalau itu si bijak Ega, iya, si bijak itu sahabatnya. Walau sudah mendengar teriakan yang memanggil namanya, dia terus melanjutkan langkahnya tanpa menoleh sedikitpun ke sumber suara.
"Audy ih, tungguin kenapa sih." Ucap Ega yang sekarang sudah berjalan sejajar dengan Audy.
"Bawel deh, ini jalannya juga udah sejajar."
"Tapi kan ini gue yang lari ngejar elo, kalau lo nungguin kan gue gak ngos-ngosan gini, masih pagi juga."
"Siapa suruh lari-lari." Jawab Audy sambil nyengir ke arah Ega yang hanya membalas dengan tatapan kesal, kening berkerut dan mulut terbuka. Mungkin dalam hatinya dia bilang kalau bukan temen gue makan lu.
"Muka lo biasa aja dong Ga."
"Au ah. Eh tante Maya mana?" Tanya Ega.
"Masih di rumah, paling setengah jam lagi sampe sekolah. Tante Ratna?" Ucap Audy menanyakan keberadaan mamanya Ega.
"Tadi sih lagi parkir mobil, gue turun duluan ngejar elo."
"Uuu kacian masih pagi udah capek. Gue traktir minuman bang Mamat deh."
"Wahh sekarang ya gue haus."
"Iye, yuk cus."
"Kalau gini mah, gak papa deh gue ngejar lo mulu tiap pagi."
"Yeee mau nya lo." Ucap Audy sambil menarik rambut Ega.
"BANG MAMAATTTT!" Teriak Ega ketika sampai di tempat bang Mamat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ombak Senja
Teen FictionKisah ini berawal dari Audy yang pindah sekolah dari Bandung ke Jakarta. Di sekolah barunya Audy bertemu dengan seorang laki-laki. Tere, teman baru Audy yang kelak menjadi sahabatnya, sudah mewanti-wanti agar tidak jatuh cinta kepada Samudra, biarpu...