Setelah mengenalnya lebih baik, kami mulai mencari apa yang Bayu sebut sebagai ubi. Ternyata setelah sekian lama berlutut di tanah, tangan kami mengaduk-ngaduk tanah, sebuah tanaman berbentuk lonjong muncul dari dalam tanah. Aku mengingat betapa gembiranya Bayu setelah menemukannya. Ia berkata bahwa ubi ini dapat disantap untuk dirinya dan keluarganya malam ini.
Kini, aku dan Bayu tengah beristrirahat sejenak di bawah pohon akasia sambil menikmati sebuah pemandangan yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Pemandangan yang menurutku sangat eksotis. Pemandangan dimana sang mentari yang tersipu malu saat kembali keribaannya, burung- burung yang beterbangan membelah langit, dedaunan pohon yang berjatuhan ditiup oleh angin, dan ranting-ranting pepohonan yang melambai-lambai mengikuti arah angin.
Tiba-tiba ,aku teringat akan orang tuaku yang pasti sedang mengkhawatirkanku di rumah. Aku harus segera pulang ke rumah. Aku bangkit berdiri sambil membersihkan dedaunan dan ranting pohon yang menempel di gaunku. Bayu yang melihat gerakan aneh dari diriku menaikkan sebelah alisnya. Seolah bisa membaca pikirannya, aku dengan berat hati berkata, "Bayu, ini sudah sore. Aku pulang duluan , orang tuaku pasti sedang mengkhawatirkanku. Sampai ketemu besok!" Setelah aku berkata seperti itu, aku pergi meninggalkan Bayu yang terpaku di tempatnya.
Aku mengambil langkah seribu menuju pintu misterius yang kuketahui letaknya dari sketsa di buku yang diberikan ayahku, pintu yang menghubungiku dengan dunia luar. Aku membuka kenop pintu tersebut dengan hati-hati, kemudian kembali mengendap-ngendap masuk ke dalam kamar. Sesampainya di dalam kamar, aku mengganti pakaianku yang sudah kotor akibat bermain dengan tanah dan sejenisnya, lalu merebahkan tubuhku di atas kasur yang empuk. Sungguh, hari yang sangat melelahkan! Perlahan-lahan mataku terpejam dan tiba saatnya aku untuk kembali berpetualang di alam mimpi.
***
Tanganku menggapai kenop pintu yang kini sudah kukenali dengan baik. Suara mendenging yang dihasilkan oleh pintu rahasia di halaman belakang tidak lagi mengusik atau membuatku geram dengan suaranya yang mengganggu. Mantel hitam yang kupakai melambai-lambai saat angin siang menerpanya, membawa wangi rerumputan yang mengisi hidungku dengan halusnya. Tanganku membawa beberapa buku dengan beragam ketebalan dan sampul. Aku melompati pagar halaman belakang dan beberapa tanaman belukar untuk menginjakkan kakiku di luar zona amanku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Bayu; The 1800s
Ficción históricaTahun 1808, ketika Bangsa Indonesia dijajah oleh Bangsa Belanda Berawal dari rasa penasaran Eleanor Isabella Keano akan dunia luar ,lalu berakhir pada Isabella yang nekat kabur dari rumah demi memuaskan rasa penasarannya. Dalam melakukan aksi kabur...