Part 3

20 0 0
                                    

"Amaya, aku mencintaimu." Aku berteriak seraya memejamkan mata dihadapan wajah Amaya.

Kutunggu beberapa detik, belum ada jawaban yang keluar dari mulutnya. Aku memberanikan diri membuka mataku. Astaga. Amaya sudah tidak ada dihadapanku. Ia sudah berdiri di ujung jalan sana sambil tertawa puas melihat wajahku yang kebingungan.

"Aku tidak suka padamu. Kamu bukan tipeku Junior!" Amaya berteriak sambil tertawa-tawa. ia berlari kecil untuk lebih menjauh dariku.

Aku tidak kuasa lagi menyembunyikan wajahku yang memerah. untung saja tidak ada satupun orang yang mendengarku mengatakan kalimat itu. Aku menambah kecepatan lariku untuk segera menyusulnya. Kulihat ia berhenti di depan air mancur yang ada di tengah taman ini. ia membaringkan tubuhnya di pinggir bundaran air mancur itu. Aku mengatur nafasku setelah berhasil menyusulnya. Dengan sigap Amaya menyuruhku berbaring di belakangnya.

Setelah nafasku mulai stabil, aku membaringkan tubuhku di bundaran itu seperti yang Amaya lakukan. Kini kedua kepala kami menyatu dengan posisi kaki yang membentang berlawanan arah. Disinilah kami bisa melihat awan yang sudah mulai menghitam di atas sana. "Lalu seperti apa tipemu?" Aku masih belum menyerah.

Amaya tersenyum sambil merentangkan kedua tangannya lalu membuat bentuk kotak dari jari-jarinya. "Kurang lebih mirip seperti laki-laki yang ada di poster kamarku." Jawabnya.

"Apa??!" Aku sontak berteriak. "Mereka lebih terlihat seperti perempuan tomboy. Ternyata seleramu rendah sekali." Cemoohku padanya.

"Kenapa? Kamu tidak bisa berdandan seperti itu?" Amaya meremehkanku.

Aku segera bangkit dari tempatku. "Siapa bilang?! Aku bisa melakukan itu."

Amaya tertawa mendengarku mengatakan itu. Ia selalu bisa memancingku dengan ejekan-ejekannya yang terdengar seperti tantangan bagiku. Amaya pun bangkit dari tempatnya. ia tersenyum ke arahku. Jujur saja, aku tidak tahan melihat senyum polosnya itu. Hatiku seperti meleleh. Baru saja aku hendak membelai rambutnya, percikan air hujan jatuh ke wajahku. dalam sekejap, air hujan mengguyur kami di tengah sini.

Aku menarik tangan Amaya untuk mencari tempat berteduh. Belum sempat kami melangkah, Amaya memelukku dengan kencang. "Kamu tidak terkalahkan oleh laki-laki manapun. Jadi, jadilah dirimu sendiri." Amaya membisikkan kata-kata itu di telingaku.

Tubuhku melemah di pelukannya. Aku mengangguk yakin untuk membenarkan perkataannya.

"Buktikan padaku kalau kamu benar-benar mencintaiku." Amaya segera melepaskan pelukannya kemudian berlari menjauh dariku yang masih berdiri mematung di samping kolam air mancur ini.

Mataku perih, tubuhku lemah. Aku tidak bisa mendengar suara orang-orang yang ada di sekelilingku. Kulihat tubuh lemah Amaya sudah di tutup kain putih di ujung sana. Aku melihat garis kuning membentang di sepanjang halaman rumah Amaya. Aku merasakan dua orang lelaki berseragam memegang kedua tanganku dengan erat. Kuikuti langkahnya menuju mobil petugas yang ada di luar gerbang. Aku hanya melihat beberapa orang menunjuk-nunjuk ke arah wajahku. Wajah mereka menunjukkan kemarahannya padaku.

"Amaya,, Aku mencintaimu." Sebutku lirih.

AmayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang