Suasana masih begitu sepi saat Samudra memasuki pendopo, ruang makan milik sekolahnya. Dia memutuskan untuk sarapan dulu pagi ini, tidak seperti biasanya yang langsung ke sekolah meskipun masih terlalu pagi untuk yang lain. Hanya karena tadi malam perutnya tak diisi satu makanan pun, dari pada maag-nya kambuh.
Seorang adik kelas menyapanya dengan senyum, sebab mulutnya sedang mengunyah makanan yang baru saja di sendoknya. Tanpa berhenti dia langsung menuju tempat antri makanan dan hanya membalas sapaan itu dengan senyum yang di paksakan.
"Pagi mas, menunya apa nih?" basa-basi Samudra yang sudah hafal menu makanan di sekolah ini yang kebetulan asrama.
"Biasa Neng, nasi kuning, abon dan telur dadar iris." Jawab mas kantin yang hanya sendiri.
"Dikit aja ya mas, takut enggak abis." Dengan senyum yang di paksakan
Setelah mengambil makan dan teh manis hangat, Samudra memilih melahap makanannya di kursi di pojok kiri pendopo dan menghadap taman. Taman yang hanya di tanami pohon-pohon tinggi menambah sejuknya pagi ini, tapi tidak dengan hati Samudra. Banyak hal yang dia pikirkan smenjak dia naik kelas XII, dari masalah anak kelas XI yang kini sok-sokan, kelas XII yang harus tetap jadi panutan, tugas-tugas yang kini makin banyak jumlahnya, pertanyaan guru BK yang terus mendesak masalah pemilihan PTN.
Segera dia teguk tehnya yang kini sudah hangat dan beranjak letakkan piring kotor ke tempatnya. Mulai banyak anak yang berdatangan ke pendopo karena sudah pukul 06.00, sedangkan bel pagi pukul 06.45. Samudra melangkah pelan sambil menikmati suasana pagi yang masih lembab embun pagi yang mulai menguap, melihat sekolahnya yang asri dan bangunan sekolah yang terbilang bagus, dan karena tas ransel yang penuh buku dan modul persiapan UN dan SNMPTN, di tambah lagi di tangannya penuh dengan satu novel dan buku kecil tentang doa pagi-petang hadiah dari gurunya.
Dia selalu tersenyum saat melihat mentari yang malu-malu menampakkan dirinya, kabut yang perlahan menghilang, embun yang meninggalkan suasana lembab, betapa indah suasana pagi. Suasana yang menemaninya menghafal doa dari buku kecil yang dia pegang tapi untuk pagi ini buku itu tak di bukanya, dia hanya ingin melancarkan hafalan doa yang kemaren telah dia baca. Saking seriusnya menghafal, tak sadar kini dia sudah di koridor sekolah dan terkejut saat adek kelas menyapannya.
"Assalamualaikum, kak Vera." Sambil tersenyum ke Samudra yang lebih sering di sapa dengan Vera karena nama panjangnya Samudra Vera Sapna.
"He-eh, eh iya waalaikumsalam." Jawab Samudra yang terkejut karena asik menghafal.
"Maaf kak kalo saya buat kak Vera kaget, saya tak bermaksud kak." Dengan wajah yang memelas.
"Iya Nggak-papa, kakak yang terlalu serius menghafal kok jadi kaget pas kamu salam. Kakak ke kelas dulu." Dengan senyum yang merekah, yang di balas dengan anggukan kecil.
Entah setiap ketemu Arif, pipi Samudra selalu merona. Dia kagum dengan Arif, adik kelas yang sopan, tak banyak tingkah, dan lebih sering menghabiskan waktu istrahat di masjd sekolah. Arif adalah adik kelas yang dikenalnya sejak pekan penerimaan siswa baru (PPSB) beberapa bulan lalu. Di liriknya jam yang melingkar di pergelangan tangannya, masih setengah jam lagi bel berdentang. Di letakkan tas dan buku kecil yang di pengangnya, melangkah ke depan kelas tempat favoritnya untuk menyelami novel yang baru di belinya.
YOU ARE READING
Rainbow Land
Random"Di dalam buku itu tertulis cerita masa laluku." Sambil Samudra menyerahkan buku hariannya ke Rain. "Setelah kamu membaca semua isi di buku itu, kamu boleh membatalkan atau melanjutkan lamaran ini. Pertemukanlah aku dalam ikhtiharoh mu." Lanjutny...