3. Jalan Keluar yang Salah

47.7K 3.5K 71
                                    

Entah sudah berapa kali Rika melirik jam di pergelangan tangannya, melirik ke pintu masuk stasiun berkali-kali dengan raut cemas. Menunggu Lana yang tidak kunjung datang. Kereta yang mereka tumpangi akan berangkat 15 menit lagi. Rika sudah mencoba menghubungi ponsel sahabatnya itu berkali-kali, aktif, sayangnya tidak satupun sambungan telepon itu dijawab. Tentu saja hal itu membuat Rika khawatir setengah mati, pasalnya melihat Lana yang belakangan ini murung karena kepergian kakaknya yang tiba-tiba itu saja sudah membuat Rika was-was, takut-takut Lana melakukan hal bodoh tanpa ia ketahui.

Sepasang mata Rika masih sibuk mencari, barangkali dapat menemukan sosok Lana di sekitarnya. Dan benar saja, kali ini setelah sejak sepuluh menit lalu memandang sekitar tak tentu arah, Rika akhirnya melihat keberadaan Lana yang baru saja melewati pintu masuk stasiun. Hanya saja, ketika melihat langkah sahabatnya yang gontai membuat Rika dirundung cemas, cepat-cepat ia menghampiri gadis itu. Hingga ketika sudah berada di hadapannya, yang Rika lihat justru raut kacau di wajah gadis itu, sisa-sisa jejak air mata yang entah untuk alasan apa.

Tenggorokan Rika seketika kering, sulit mengeluarkan kalimat tanya yang sudah bersarang di kepalanya. "Ke-napa, La...?"

Air mata yang semula Lana pikir sudah ia tuntaskan di dalam taksi tadi, kembali menggenang begitu melihat Rika yang menatapnya khawatir. Ia tidak ingin merusak rencana liburan mereka, hanya saja saat ini hanya Rika yang Lana punya untuk menumpahkan semuanya. Tidak, bukan hanya kini, tapi sejak bertahun-tahun lalu memang hanya Rika yang tahu seluruh isi hati dan rahasianya yang bahkan ia simpan dari anggota keluarga satu-satunya yang terakhir ia miliki—Nisa.

"La..." sebelah tangan Rika terulur, menyentuh bahu gadis di hadapaannya yang kini mengigit bibir begitu air matanya kembali berhasil lolos dari pertahanan, perlahan bahu yang disentuh itu bergetar, hingga Rika bisa merasakan sendiri bagaimana Lana melepaskan pertahanan dirinya ketika Rika menyentuhnya.

Dan saat itulah, suara penuh penyesalan itu sayup-sayup Rika dengar dari bibir sahabatnya. "Dia tahu perasaanku. Kak Nisa, tahu perasanku, Ri... Kak Nisa tahu perasaanku..."

Kening Rika bekerut. Kalimat itu tidak serta merta bisa Rika cerna. Itu masih terlalu ambigu, Rika masih tidak bisa menerka kemana arah pembicaraan mereka. Hingga ketika Lana kembali bersuara, Rika jelas mengerti, tanpa perlu mendengar ulang kalimat yang berusaha Lana sampaikan dengan putus-putus itu pun Rika jelas tahu maksudnya. "Ba-bagaimana ini? Aku harus bagaimana, Ri? Kak Nisa tahu perasaanku. Dia tahu perasaanku ke Kak Tommy..."

Rika memilih diam, mencengkram bahu Lana mengisyaratkan gadis itu untuk menumpahkan semuanya.

"Aku ngelukain dua orang yang aku cintai, Ri. Aku bikin mereka terluka karena perasaanku... Aku pengacau semuanya, aku ngehancurin apa yang seharusnya jadi kebahagiaan mereka..."

Setelahnya hanya air mata yang mengalir deras, meski isakannya berusaha Lana tahan, Rika masih bisa melihat bagaimana gadis itu hancur karena rasa bersalahnya. Rika tidak setuju dengan anggapan Lana itu, tapi ia juga tidak bisa menampiknya. Masalah ini sudah terlalu lama terkubur, dan ketika Rika harus kembali menilai dengan situasi sekarang—entahlah, Rika memang mengerti maksud dari semua yang Lana utarakan dengan kata-katanya, yang ia tidak tahu adalah alasan yang membuat topik ini kembali muncul. Siapa? Dan kenapa semua masalah ini harus kembali setelah Lana berusaha menguburnya selama bertahun-tahun?

Rika rengkuh Lana dalam pelukannya, mencoba memberi kekuatan meski ia tidak bisa melakukan apa-apa untuk melenyapkan rasa bersalah yang Lana rasakan.

***

Sudah seminggu sejak peristiwa di stasiun waktu itu. Lana dan Rika masih menghabiskan liburan semester mereka di rumah orang tua Rika di Bandung. Sebenarnya saat SMP dulu Rika dan keluarga pindah ke Jakarta karena pekerjaan ayah Rika yang mengharuskannya, tapi setelah Rika lulus SMA ayah Rika yang meminta mutasi lagi ke kampung halaman membuat Rika harus tinggal sendiri untuk melanjutkan kuliahnya yang diterima di universitas bergengsi di Jakarta. Itu mengapa gadis itu hanya bisa pulang sesekali, saat liburan semester seperti ini misalnya. Meski kepulangannya kali ini membawa misi lain untuk membuat suasan hati Lana lebih baik.

I (don't) Love You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang