Keesokan harinya dengan menumpang mobil susan, liz pergi menemui kevin di restorannya. Susan menurunkan adiknya di depan restoran dan berangkat ke sekolah. Liz melihat mobil Ford Escape terparkir di samping kanan restoran. Kevin pasti sudah ada di dalam, pikirnya. Dia berdiri di depan pintu restoran dan mengintip ke dalam. Liz tidak melihat ada seorang pun disana. sepertinya pagi itu restoran tutup, melihat tidak ada aktivitas yang berarti dan tanda ‘close’ yang tertera di depan pintu masuk. Gadis itu menyentuh pegangan pintu dan mencoba memutarnya. Dia berhasil, pintunya ternyata tidak terkunci. Liz membuka pintu itu dan kaget dengan bunyi ‘kling’ pada lonceng yang terpasang di atas pintu.
“halooo!!” teriak liz pelan. “kevin…!!”, panggilnya lagi dengan nada lebih tinggi.
Tidak ada jawaban, tempat itu seperti tidak berpenghuni. Pemandangan restoran pagi itu berbeda sekali dengan malam hari ketika liz dan kelurganya berada di sana. kursi-kursi masih terlungkup di atas meja, tidak ada lampu hias dan lilin yang bercahaya dan tentu saja tidak ada para pelayan yang mondar mandir. Liz melangkahkan kakinya dan masuk ke dapur. Dia berpikir mungkin kevin ada di dalam sana, tapi ternyata cowok itu tidak di sana. liz berbalik dan memutuskan untuk menunggu di luar saja. tapi betapa kagetnya dia ketika melihat kevin sudah ada di depannya ketika dia berbalik. kepala liz hampir mengenai dagu cowok itu. liz mundur beberapa langkah dan mengambil nafas.
“maaf kalau aku mengagetkanmu”, kata kevin tersenyum. Cowok itu membawa sesuatu di tangannya, seperti secarik kertas.
“tidak, seharusnya aku yang minta maaf karena masuk begitu saja. Tapi tadi aku sempat memanggilmu, cuma kau tidak menyahut dan aku pikir kau mungkin sedang di kamar mandi”, liz menjelaskan dengan gugup.
“tidak, aku bukan baru dari kamar mandi. Aku baru dari dalam kantorku untuk mengambil ini”, kevin melihat kertas yang dia pegang.
“apa itu?”, tanya liz melihat ke arah kertas.
“surat pemberitahuan inpeksi kebersihan. Mereka ingin memeriksa tempat ini nanti siang, jadi restoran tutup setengah hari”.
Liz mangut-mangut sambil memainkan lengan cardigan yang di pakainya. Pantas saja hari itu restoran sepi karena kevin menyuruh semua karyawannya untuk datang sore hari saat inpeksi selesai. Kalau liz tidak ingin menemuinya, mungkin kevin juga tidak akan ada di sana sekarang.
“well, aku tahu kau kesini untuk membicarakan tentang pekerjaan yang sempat aku tawarkan tempo hari”, kevin bersandar di meja dapur dan menatap liz serius. liz menyimak kata-kata kevin dengan seksama. Gadis itu benar-benar pasang tampang serius.
“dan……bagaimana?”, liz menunggu kevin melanjutkan kata-katanya. Perasaan gadis itu jelas deg degan ketika menanyakannya. “kau tidak perlu meragukan kemampuanku, kevin. Aku sebelumnya pernah bekerja untuk perusahaan besar dan aku bisa melakukan apa saja. uangmu akan aman di tanganku”, liz mempromosikan dirinya pada kevin yang memandang gadis itu lekat-lekat.
“aku sama sekali tidak meragukanmu, aku tahu kau akan melakukan apa saja. tapi..”, kevin berhenti.
“tapi apa?”, tanya liz semakin penasaran.
Kevin bangun dari meja dan berdiri di depannya.
“aku sudah memperkerjakan seseorang untuk mengisi posisi akuntan. Kau telat satu hari, liz”, kevin berkata dengan nada menyesal.
“APA!!!”, teriak liz spontan.
“aku benar-benar minta maaf, liz,”, kevin berkata sambil meletakkan sebelah tangannya di dada. “tapi, aku bisa memberimu pekerjaan lain—melihat kau hampir putus asa mencari pekerjaan. Aku bisa menerimamu sebagai pelayan”.
“APA!!!”, teriak liz lagi.
Wajah Kevin menunjukkan ekspresi meringis ketika mendengar liz berteriak untuk kedua kalinya dan melihat diafragma gadis itu naik turun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unintended Helped
HumorLiz McCalister adalah seorang yang dulunya kurang popular di SMA. dengan segala upaya dia berusaha untuk menjadi bagian dari genk anak-anak popular di sekolahnya. Usahanya itu tidak sia-sia, menjelang tahun kelulusan dia berhasil menjadi salah satu...