Dear Deidara

1.5K 138 37
                                    

"Senpai!"

Deidara menutup telinganya dengan kedua tangannya seraya menggeram. Hal ini selalu ia lakukan setiap mendengar salah satu anggota Akatsuki yang sering memanggilnya dengan sebutan 'Senpai', berteriak memanggilnya dengan volume suara maksimal.

"Sekarang kita pergi kemana senpai?" tanya Tobi, seorang anggota Akatsuki yang dipartnerkan dengan Deidara.

Deidara menghela napas. Ini seperti hukuman baginya. Dulu saat ia masih bersama partnernya yang lama, ia selalu membuat partnernya pusing dengan ocehannya. Sekarang lihat apa yang ia dapatkan sebagai balasannya.

Pemuda bermata Aquamarine dengan rambut pirang panjang tersebut menghela napas panjang,

"Aku kembali ke markas saja."

"Kemanapun senpai pergi, Tobi pasti ikuuut!" seru Tobi.

"Cih." Deidara berdecih pelan seraya melompat ke burung tanah liat yang ia ciptakan beberapa menit yang lalu.

Dengan riangnya, Tobi melompat ke salah satu burung tanah liat yang Deidara buat. Entah mengapa, Deidara merasa bersalah pada dirinya sendiri. Seharusnya ia tak membuat burung tanah liat untuk Tobi, biarkan saja ia berjalan ke markas Akatsuki yang letaknya sangat jauh dari hutan dimana mereka berada saat ini.

Kedua burung raksasa tersebut terbang perlahan. Mengingat tentang partner ia jadi teringat seseorang. Seseorang yang dulu pernah menjadi partner-nya, yang selalu berdebat masalah seni dengannya, yang tak akan pernah mau naik ke burung tanah liat buatan Deidara, dan yang telah pergi untuk selamanya.

Deidara menghela napas. Untuk apa ia ingat laki-laki itu lagi? Bukankah semasa laki-laki itu hidup dulu, Deidara yang sering bertengkar dengannya, beberapa kali mengutuk dalam hati agar laki-laki itu cepat mati saja.

"Deidara senpai!" panggil Tobi.

Deidara menoleh "berhenti menggangguku, bodoh!" pekiknya.

"Ee," Tobi menggaruk bagian belakang kepalanya.

"Maaf senpai. Tobi hanya ingin memberitahu kalau kita sudah sampai markas."

"Hm?" Deidara menoleh ke bawah. Benar saja, markas mereka yang berupa goa di salah satu perbatasan negara, baru saja mereka lewati. Deidara menghela napas, lalu menggerakan kedua burung tanah liatnya untuk berbalik arah.

Deidara dan Tobi masuk ke dalam goa gelap Akatsuki. Memang tak ada kegiatan untuk menyegel jinchuuriki  hari ini. Tapi entah mengapa Deidara ingin sekali berada di markas, atau lebih tepatnya, tak ingin melakukan apa-apa diluar sana.

Deidara mendekati sebuah pintu kamar lalu membukanya, ketika ia sudah masuk ke dalam, dengan cepat ia membanting pintu tersebut agar Tobi tidak ikut masuk ke dalam kamarnya yang sebenarnya kamar mereka berdua sebagai partner di Akatsuki.

Ia duduk di tepi tempat tidurnya yang kecil. Memang menjadi anggota Akatsuki, organisasi yang kejam ini, tak akan mendapat fasilitas mewah. Kamar kecil, dua tempat tidur kecil dengan sebuah meja juga laci di antara dua tempat tidur ini saja sudah cukup bagi mereka. Lagipula mereka jarang bisa tidur di dalam markas yang sering berpindah-pindah. Karena misi, mereka harus mau tidur di tempat terbuka.

"Sepertinya itu milik Sasori."

Samar-samar Deidara mendengar suara Itachi di luar kamarnya. Ia terkejut, bukan karena mengetahui Itachi juga berada di markas ini. Ia terkejut karena sebuah nama yang Itachi sebutkan tadi.

"Itachi! Jangan sebut-sebut namanya lagi!" pekik Deidara dari dalam kamar seraya melepas jubah Akatsuki yang sedari tadi membuatnya gerah.
Tak ada jawaban dari Itachi, tapi sepertinya pembicaraan Itachi dengan seseorang yang entah siapapun itu terhenti begitu mendengar suara Deidara. Deidara sebenarnya marah kepada Sasori, partnernya yang telah meninggal beberapa minggu lalu. Mungkin ia kesal karena kepergian Sasori-lah, dirinya harus mendapat partner seperti Tobi. Atau mungkin ada alasan yang lain, entahlah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 06, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Happy Birthday DeidaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang