Taehyung mendesah panjang, seluruh peralatan kerja miliknya tengah diseret dengan tidak elitnya. Dirinya pun digiring ke pesisir Neraka, atau mungkin pintu surga karena selama ini dialah yang mendiami Neraka.
Taehyung didorong masuk oleh salah satu anggota komisi kedisiplinan ke ruang konseling. Di sana sudah ada makhluk sejenis dengan yang menyeretnya duduk santai dengan rambut belah dua berwarna coklat yang lumayan.
"Jadi, Kim Taehyung-ssi?" katanya kalem saat melihat Taehyung duduk sofa depannya dengan amat tidak sopan.
"Ya, kau tahu itu. Kurasa kita tidak perlu berkenalan lagi." Taehyung mengangkat salah satu kakinya untuk ditumpang di atas kaki lainnya, bersandar pada sandaran sofa karena ia benar-benar lelah dan ingin beristirahat.
"Kita butuh perkenalan formal untuk saling kenal," siswa itu membuka blazer hitam ciri khas komisi kedisiplinan, menyampirnya asal ke tempat kosong di sampingnya dan menatap Taehyung sambil tersenyum, "Park Jimin, kelas 2-1. Anggota komisi kedisiplinan."
"Kim Taehyung, kelas 2-3," Taehyung mengangkat alisnya, tak menyambut uluran tangan Jimin untuk berjabat tangan dan membuat Jimin kembali menarik tangannya, "dan aku tak yakin ... anggota komisi kedisiplinan mana yang menindik telinganya?"
"Aku, contohnya." Jimin menyentuh tindikkan di telinga kanannya, lalu tersenyum ke arah Taehyung. "Mau langsung ke acara inti atau mau basa-basi sambil minum kopi denganku?"
"Apa di ruang ini tidak punya wine atau sejenisnya? Shoju pun sebenarnya aku tak masalah. Aku minum dengan baik." Taehyung menatap sekeliling, menatap ruangan yang sudah berkali-kali ia masuki dan belum bosan untuk dipijak kembali.
"Kurasa kau hanya kuat minum satu botol Shoju saja, Taehyung-ssi." Jimin beranjak dari sofa dan menuju ke lemari pendingin di sudut ruangan, mengambil dua kaleng cola berwarna merah dengan merek terkenal. Ia melempar salah satunya kepada Taehyung. "Tangkapan yang bagus."
"Aku minta shoju, astaga." Taehyung membuka tutup kalengnya tak sabar dan menenggaknya dengan haus—jujur saja ia amat sangat haus setelah pertempuran dengan sekolah sebelah yang merepotkan.
"Toh diminum juga, munafik." Jimin tertawa dan melakukan hal yang sama dengan Taehyung. Melihat Taehyung tertawa dibalik tegukannya dan hampir tersedak karenanya.
"Aku ingin shoju. Dan aku sangat kuat minum—siapa namamu tadi?"
"Jimin, Park Jimin." Jimin menggoyangkan kalengnya, menatap dengan seksama Taehyung yang kelupaan namanya dan membersihkan mulutnya dari bekas tersedak.
"Ahiya, Jimin. Aku sungguh kuat. Mungkin kau saja yang baru minum satu teguk dan sudah merengek ingin muntah." Taehyung menaruh kalengnya yang kosong, bersendawa kecil dan bernafas lega hausnya telah hilang. Lalu ia kembali menatap Jimin dengan ekspresi bingung, "Tunggu," Taehyung berpikir keras, mengerutkan alisnya, "kukira kau akan mencatat namaku lalu menceramahiku selama satu setengah jam non-stop atau memanggil Guru Kim?"
Jimin tertawa mendengarnya, menaruh kalengnya yang masih isi setengah dan menatap Taehyung dengan senyum miringnya.
"Ah! Atau jangan-jangan kau mau menginterogasiku? Menaruh obat hipnotis di dalamnya yang membuatku akan bicara jujur?" Taehyung mengerjap, mengangkat kedua kakinya naik ke sofa dan menekuknya lalu memeluknya defensif. "Katakan! Kau melakukannya 'kan, bedebah?!"
"Bedebah?" Jimin tertawa, amat sangat keras mendengar pernyataan Taehyung yang begitu konyol. "Aku tidak melakukan hal itu. Jika aku mempunyai obat hipnotis akan kugunakan untuk merampok bank, sialan."
"Kau pintar juga, percuma sia-sia jika digunakan padaku." Taehyung tertawa dan menurunkan kakinya kembali, "Jadi, aku di sini hanya diajak minum cola dan mengobrol dengan manusia sepertimu?"
"Yap, beruntunglah kau tidak disuruh mengobrol dengan burung camar."
"Aku suka mengobrol dengan mereka. Tapi Anjing lebih menyenangkan untuk di ajak mengobrol."
"Kau 'kan sejenis dengan anjing."
"Sialan."
"Ya, aku memang sialan."
Taehyung dan Jimin saling menatap, lalu tertawa kemudian sampai berurai air mata. Keduanya seperti mendapat suatu rangsangan telepati yang membuat mereka saling mengerti satu sama lain meski arah obrolannya benar-benar ngawur.
"Jadi Kim Taehyung-ssi—"
"Hei Jimin, aku sulit mengingat nama orang tapi punyamu enak untuk diingat." Taehyung menjilat bibir bawahnya, menatap Jimin yang mengangkat alis mempertanyakan pernyataan Taehyung yang begitu keluar dari topik. "Kurasa aku akan cocok berteman dengan komisi kedisiplinan yang sepertimu."
"Jangan memotong ucapanku, berandalan amatir." Taehyung mengangkat kedua tangannya defensif, membiarkan Jimin melanjutkan ucapannya.
"Mari kita lanjutkan pembicaraan ini," kata Jimin sambil mengenakan kembali blazer hitamnya. "Di Lunar Moon Bar, tepat pukul sembilan. Kau yang traktir."
"Oke. Call—bagaimana bisa aku yang traktir?!"
"Sebagai ganti hukumanmu. Ah, atau mau membersihkan toilet sekolah satu bulan penuh? Bonus dendanya kira-kira hmm—"
"Oke, tak usah disebut. Aku yang traktir. Satu botol saja, ya? Keuanganku menipis, bulan ini aku belum mendapat order."
"Call."
.
.
Kira-kira, begitulah pertemuan Taehyung dan Jimin.
.
.
-To Be Continued-
KAMU SEDANG MEMBACA
Clarity → BTS Fanfiction [VMin]
FanfictionMereka bertemu di ruang badan konseling, dengan tujuan yang berbeda. "Kim Taehyung, ingin menguasai dunia." "Park Jimin, ingin menguasaimu. Kalau bisa." Taehyung dan Jimin saling menatap, lalu tertawa kemudian sampai berurai air mata. Keduanya seper...